“Tuan, mohon maafkan putri saya, Tuan.”Avram menatap dingin seorang pria paruh baya yang berlarian mendekat ke arah mereka. Pria itu bergerak cepat ke arah Jumaika yang sedang berbaring di atas lantai perusahaan. Keadaan Jumaika terlihat miris, baru saja mendapat tamparan dari Avram. Tamparan yang tak main-main, diberikan begitu kuat dan berkali-kali.Tak perlu melakukan hal lebih, Avram cukup membalasnya dengan tamparan bertubi-tubi. Itu hanya pembalasan sementara, sebelum nanti dia akan memberikan pembalasan lebih parah dari sekadar tamparan. Namun, dengan tamparan saja sudah berhasil membuat Jumaika seakan tak sadarkan diri. Wajahnya membengkak dengan luka robek di kedua sudut bibirnya.“Jumaika, Naak!” teriak Jadil, ayah Jumaika.Avram menatap jam tangannya. Dia tentu mengingat peringatan sang istri. Tak boleh lebih dari lima belas menit, atau Lavira akan merajuk. Mengingat hal itulah membuat Avram memilih menampar Jumaika. Hal paling penting yang harus dia lakukan adalah melampi
“Kakak kenapa kayak dikejar setan gitu?” Lavira bertanya setelah membantu sang suami untuk berdiri.Sebenarnya Lavira tak benar-benar membantu Avram. Pasalnya jika Avram melepaskan seluruh berat badanya pada Lavira. Jelas sang istri tak akan tahan dan Lavira bisa ikut terjatuh. Kini pria itu sudah berdiri dan perlahan membuka jas di tubuhnya.Avram melirik Alano di atas sofa. Anak laki-lakinya itu duduk dan sibuk dengan makanannya. Merasa ada kesempatan, Avram bergerak mendekat ke arah sang istri dan memeluk Lavira manja. Lavira jelas terkejut, dia melirik Alano dan tersenyum ketika melihat putranya sibuk dengan makanan.Lavira balik memeluk Avram yang sedang bermanja. Suaminya itu memang sangat manja, tetapi akhir-akhir ini suka diganggu oleh Alano. Jadi, Avram sudah terbiasa memanfaatkan sedikit waktu untuknya bermanja kepada sang istri. Hal itu sering kali membuat Avram merasa kesal kepada putranya, tetapi dia tahu jika itu adalah resiko memiliki anak kecil.“Pantat Kakak sakit, ga
Brak ...“Bangsat!”Rino mengumpat keras ketika tiba-tiba pintu ruangannya dibuka secara kasar dari luar. Pria itu mendongak dan berniat memarahi si pelaku. Namun, Rino mendengkus ketika melihat Avram datang bersama Alano. Jelas pelaku pendobrakan pintu tadi adalah Avram.“Bisa lebih santai buka pintunya, Tuan Dakasa?” cetus Rino menatap Avram malas.“Kau ke taman bawah, bawa Alan nonton topeng monyet,” pungkas Avram tanpa basa-basi.Kening Rino berkerut mendengar kalimat tersebut. “Topeng monyet? Sejak kapan di taman bawah ada topeng mo ....”“Cepat,” sela Avram melotot ke arah Rino, seakan dia sedang memberi kode saat ini.Rino bingung, dia menatap Avram dengan wajah datarnya. Namun, terkesan rasa bingung dan tak paham. “Kenapa harus aku? Kenapa tidak kau saja, atau induknya mana?” tanya Rino kepada Avram.“Tidak udah banyak tanya, dia keponakanmu,” balas Avram datar.Rino menatap Avram malas. “Dia memang keponakanku, tapi dia ini putra Anda, Tuan Dakasa. Jelas Anda lebih bertanggun
“Sayaang!”Lavira tak menghiraukan panggilan Avram. Meski dia terbilang polos, tetapi Lavira tahu serta paham bagaimana rasanya cemburu. Dia terlihat sangat kesal ketika sang suami mengatakan bonus tentang keseksian sekretaris barunya.Avram sendiri terus berlarian dengan keadaan kancing kemeja bagian atas terbuka. Yah, sebelum tadi berpelukan, Avram sempat membuka tiga kancing atas kemeja kerjanya. Dia bahkan berniat membuka kemeja tersebut, karena sudah terbiasa kelonan tanpa baju bersama sang istri.Sett ...“Tunggu dulu, Sayang. Aku tadi hanya bercanda, mana mungkin aku suka perempuan lain. Kamu tahu aku ‘kan? Aku ....”“Kenapa gak mungkin? Aku tahu kalau Kakak bisa saja dapat perempuan yang jauh lebih seksi dari pada aku. Orang Kakak tiap hari di kantor, jelas dong bisa dapat perempuan seksi. Aku ini apa, cuma ibu rumahan yang ngurus anak, pakai das ....”“Sssttt.”Kalimat Lavira terputus saat dengan tiba-tiba Avram meletakkan jari telunjuknya di depan kedua bibir sang istri. Avr
“Ekhm, maaf, Tuan. Nama saya Mena Eslan, Tuan. Saya adalah sekretaris baru, Anda.”Suara perempuan berpakaian seksi itu menarik perhatian. Seorang pria yang ada di sana terkejut ketika perempuan itu malah berbicara tanpa disuruh. Dia melirik Avram dengan wajah ngeri, sebab Avram sangat tak suka dengan karakter orang seperti Mena. Apalagi suara Mena menyela aksi Lavira mengancingkan kemeja Avram.Avram menggeram kecil, dia menggerakkan kepalanya dan menatap dingin ke arah sumber suara. Bukannya merasa takut dan minta maaf, Mena malah tersenyum ke arah Avram. Senyum itu terlihat diberikan sepenuh hati, bagaimana biasanya perempuan menarik perhatian laki-laki.“Siapa yang menyuruh kau bersuara?” desis Avram menatap tajam ke arah Mena.Kalimat dan nada suara itu membuat Mena terkejut. Senyum di wajahnya mulai pudar, tetapi masih tersisa dengan sedikit senyum kaku. Dia masih berusaha tersenyum kepada Avram meski kini sedang ditatapan tajam oleh pria itu.“Maaf, Tuan. Saya han ....”“Jangan
“Mena.”Suara tegas seorang pria di sampingnya menyadarkan keterdiaman Mena. Perempuan itu menoleh dan baru menyadari jika dirinya belum menyahut kalimat Lavira. Tiga pasang mata yang ada di ruangan itu sedang menatapnya dengan ekspresi berbeda-beda. Mena berdeham singkat sambil menahan rasa kecil dan tak sukanya kepada Lavira.“Boleh saya tahu seperti apa pakaian yang sopan menurut Anda, Nyonya? Jika maksud Anda pakaian sopan seperti yang ada gunakan ini,”-dia menatap penampilan Lavira dari atas sampai bawah-“maka saya tidak bisa, itu bukan gaya saya.”“Memangnya kenapa dengan gaya istri saya?” desis Avram akhirnya mengeluarkan suaranya.Mena cukup terkejut mendengar suara itu tertuju kepadanya. Dia mendongak dan tersenyum kepada Avram. Seakan tak memiliki rasa malu dan peka dengan keadaan. Mena malah menganggap jika kalimat dan tatapan Avram kepadanya bisa didinginkan dengan senyumannya.“Tentu saja karena gaya perempuan ini sangat kampungan. Cih, sok tertutup dan sok polos, palinga
“Kak, lepas dulu, ih. Nanti Alan ngamuk loh di bawah, kita tidak sampai-sampai.” Lavira bersuara sambil mencoba melepaskan pelukan kedua tangan kekar sang suami dari pinggangnya.Setelah kepergian Mena dan laki-laki bawahan Avram tadi. Avram akhirnya kembali ke kursi kebesarannya untuk mengecek sebuah berkas yang tak bisa ditunda. Hal itu bukan membuat Lavira bebas, malah semakin terkungkung.Avram membawa tubuh Lavira ke atas pahanya dan memeluk sang istri sembari bekerja. Itu adalah hal paling disukai oleh Avram sedari dulu. Sampai akhirnya Avram harus bisa sabar semenjak Alano semakin besar, waktunya bermanja kepada sang istri menjadi berkurang.“Sebentar lagi saja, Sayang. Nanti juga Alan balik lagi ke atas, kamu tidak usah khawatir. Di sana ‘kan ada Rino,” jawab Avram terus melanjutkan aktivitasnya sambil memeluk tubuh mungil sang istri dari belakang.Lavira menghela napas mendengar jawaban suaminya. “Kakak tahu sendiri bagaimana Alan, kalau nanti dia ngamuk dan merajuk bagaimana
“Kau harus bisa mendapatkan perhatian Tuan Dakasa. Jika kau bisa menaklukkannya, maka kau akan menjadi perempuan muda terkaya di negara ini, bahkan perempuan muda kaya di dunia. Andai kata Tuan Dakasa sudah berada di dalam genggamanmu, semuanya akan menjadi mudah.”Mena tersenyum remeh mendengar kalimat seorang pria paruh baya di seberang meja. “Kau tenang saja, aku pasti bisa mendapatkan perhatiannya. Selain masalah harta, jika aku berhasil menarik perhatiannya, maka aku juga akan menjadi perempuan paling beruntung bisa mendapatkan pria setampan Tuan Dakasa. Cih, istrinya itu sungguh kampungan, tak selevel denganku,” cibir Mena menghina Lavira.“Makanya itu, kau manfaatkan kebolotan perempuan itu. Dia memang bodoh, mendapatkan perhatian full dari Tuan Dakasa, tetapi tak bisa menikmatinya. Heh, malah memilih menjadi seorang baby sitter untuk anak Tuan Dakasa,” pungkas Mack, pria paruh baya yang menjadi rekan Mena.Entah apa yang sedang mereka rencanakanya. Pastinya kini niat Mena menj
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak