"Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan?" tanya Bee menatap suaminya yang berdiri di depan pintu apartemen dengan Julio yang di belakangnya. Sementara Tata dan Chaca saling mencolek di belakang Bee. "Harusnya aku yang bertanya, kenapa kau ada di sini?" Bastian menatap istrinya dengan marah. Apakah Bee tahu dia setengah mati ketakutan saat tak melihat istrinya di tempat biasa menunggu? "Aku tidak mau pulang," sahut Bee melipat kedua tangannya di dada. "Pulang saja sana, aku mau menginap di sini!" ujar Bee lagi. Dia enggan melihat wajah Bastian, bagaimanapun kejadian semalam telah membuatnya tak ingin dekat dengan lelaki tersebut. "Jangan membuat aku murka, Gadis Bodoh. Ayo pulang!" Bastian mencengkram pergelangan tangan istrinya."Lepaskan, Tuan! Aku tidak mau pulang," tolak Bee yang memberontak. Bastian mengangkat tubuh istrinya dan memanggul tubuh wanita itu seperti karung beras. "Tuan, lepaskan aku!" Dia mengerakkan kakinya dan memberontak. "Mari, Nona. Kami permisi," pamit Juli
Hati Bastian terenyuh ketika mendengar ucapan istri kecilnya tersebut. Entah kenapa saat melihat ketidakberdayaan dari tatapan mata istrinya, ada perasaan aneh yang menjelajar masuk melalui rongga dadanya. "Kenapa, Tuan? Apa kau ingin mentertawakan aku? Apa kau ingin mengejekku?" cecar Bee yang masih melihat tatapan mata Bastian. Mulut Bastian bungkam. Kenapa dia seperti kehabisan kata-kata? Dia tidak tahu apakah senang atau malah merasa bersalah. Untuk saat ini dia benar-benar marah ketika tahu jika tadi Bee berusaha menghindarinya dengan menginap di apartemen Tata. Dia selalu tidak suka ada orang lari masalah. "Kau tahu, Tuan?" Seketika leleh bening itu lolos dari pelupuk matanya. "Aku takut hamil. Bagaimana jika nanti aku menggandung anakmu, sedangkan pernikahan kita hanya di atas kertas saja? Aku tak bisa bayangkan, bagaimana dia lahir tanpa seorang ayah? Pasti dia akan sangat terluka. Lalu dengan apa aku akan menghidupinya, sedangkan aku saja tidak bekerja?"Bastian membeku me
Bee mengeliat di balik selimut tebal itu. Sejenak dia terdiam ketika merasakan seperti ada benda yang menimpa perutnya. Lalu perlahan dia buka matanya. Wajah Bastian yang begitu dekat dengan hembusan napas yang terasa menyapu bagian wajahnya. Bee tersenyum kecut. Entahlah, kenapa dia hampa ketika melihat wajah lelaki tersebut? Jika saja Bastian tidak menikahinya karena balas dendam dan hutang, mungkin Bee akan menjadi wanita paling bahagia di dunia ini karena memiliki suami yang tampan. "Kau bahkan seperti bahagia melihatku menderita, Tuan." Lama dia tatapan ukiran Tuhan paling sempurna ini, sebelum akhirnya Bee turun pelan dari ranjang. Wanita itu bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia sampai melewatkan jam makan malam karena pertengkaran mereka semalam. Perempuan tersebut menatap pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya tampak kusut dengan rambut acak-acakan. "Kau menjadi tumbal, Bee. Kau mulai merasakan nyaman berada di dekatnya. Tetapi dia masih mencintai
"Pilihkan bajuku!" perintah Bastian. Bee hanya menurut walau dengan wajah di tekuk kesal. Wanita cantik yang sudah tak perawan itu terus saja mengomeli sifat suaminya. "Berhenti mengomel, Gadis Bodoh!" tekan Bastian lelaki itu menyembunyikan senyumnya. "Iya," ketus Bee. Bee mengambil pakaian suaminya di dalam lemari. Dia heran sendiri pada Bastian yang tiba-tiba manja, biasanya juga lelaki itu terlihat dingin dan menyebalkan. Wanita itu membantu sang suami memakai pakaian di tubuhnya. "Tuan, menunduklah badanmu terlalu tinggi," ucap Bee. "Bukan aku yang tinggi tapi kau yang pendek." Bastian mengangkat tubuh wanita kecil itu dan mendudukkan istrinya di atas meja rias. "Tua_" Bee benar-benar terkejut untung dengan cepat dia memeluk leher suaminya. Kalau tidak sudah pasti dia akan jatuh. Sejenak tatapan keduanya saling bertemu satu sama lain. Jantung Bee berdebar tak karuan, dia tidak memungkiri bahwa suaminya ini memang memiliki daya pikat tersendiri. "Hem, aku tahu kau mengan
"Bee." Langkah kaki wanita itu terhenti ketika ada yang memanggil namanya. Bee menoleh dan tersenyum kearah Tata dan Chaca yang setengah berlari kearahnya. "Tata, Chaca," balas Bee. "Bagaimana nasibmu selama ini?" tanya Tata memutar tubuh Bee dan memeriksa apakah sahabatnya itu baik-baik saja. "Tata!" Bee merenggut kesal. "Kau pikir tubuhku baling-baling apa?" protes wanita itu lagi. "Hem, aku hanya memastikan kalau kau baik-baik saja, Bee," ketus Tata memutar bola matanya malas. "Ck, memang kau pikir aku kenapa?" tanya Bee sinis. "Sudah. Sudah, jangan bertengkar lagi," sanggah Chaca. "Bagaimana kalau kita ke kantin dan sarapan saja?" saran gadis cantik tersebut. "Aku sudah kenyang," sahut Bee. Tata dan Chaca kompak melihat kearah Bee. Tak biasanya sahabat mereka itu menolak makanan, Bee tipe orang rakus dan hobby makan. Baginya, makan adalah cara mengekspresikan diri terhadap karya tangan orang lain. "Kau yakin, Bee?" Bee membalas dengan anggukan. Beberapa waktu ini nafsu
Bastian turun dari mobil dengan wajah merah padam. Tatapan mata tajam dan nyalang menunjukkan bahwa dia tak hanya marah tetapi juga ingin melenyapkan nyawa orang. "Tuan, tunggu!" Namun, Bastian tak menanggapi. Dia berjalan masuk ke dalam mansion kedua orang tua nya. "Daddy. Bram!" teriaknya memanggil dua orang yang telah menghancurkan hidupnya tersebut. Eric dan Santa yang tengah duduk di rumah tamu sontak terkejut mendengar kedatangan Bastian apalagi anak sulung mereka itu berteriak-teriak. "Ada apa, Son?" tanya Eric. Bastian menatap ayahnya dengan penuh kebencian. Tak dia sangka jika ayahnya sejahat itu dan tega membuatnya hidup dalam penderitaan. "Apa yang Daddy lakukan pada Alena?" Eric terkejut mendengar pertanyaan sang anak. Sementara Santa menatap suaminya heran, dia berusaha mencerna pertanyaan Bastian. Apa maksud dari anak lelakinya tersebut? "Apa maksudmu, Son?" Bastian berdecih mendengar pertanyaan dari sang ayah. Pantas saja lelaki paruh baya ini selalu menghind
"Ah, brengsek!" Galang memukul stir mobilnya dengan kuat. Lelaki tampan itu terkejut bukan main ketika mengetahui Bee hamil dan fakta yang harus dia tahu bahwa gadis tersebut mengandung benih dari pria yang begitu Galang benci. "Kenapa, Bee? Kenapa kau tega menyembunyikan ini semua dariku? Kenapa?" Dia berteriak sambil menguncang stir mobil tersebut berulang kali. "Kau satu-satunya gadis yang membuatku percaya pada kata cinta. Setelah kedua orang tua ku hancur karena cinta. Tetapi kau juga yang mematahkan semua harapanku padamu, Bee. Aku, aku tidak terima kau menggandung benih dari pria itu."Galang melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Dia menangis sepanjang perjalanan. Kenapa di saat dia merasa memiliki hidup? Justru dia di hempaskan oleh jantung yang berdegup. Apa salahnya? Apa dia sungguh tak berhak bahagia seperti orang lain? Galang tak pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Walau harta melimpah dan uang yang tak pernah kurang tetapi hatinya selalu hampa. Pertemu
Bee membeku di tempatnya ketika mendengar ucapan Tata. Seluruh aliran dalam tubuhnya seolah berhenti mengalir. Beberapa partikel hatinya seketika berdenyut sakit."H-ha-m-il?" ulang Bee sekali lagi. Tata dan Chaca saling melihat satu sama lain lalu mengangguk kompak. Mereka aksuhan melihat kehidupan Bee yang selalu menjadi korban keegoisan orang-orang yang ada di dekatnya. "Iya, Bee. Kau hamil," jawab Tata tegas. Bee langsung luruh. Air mata bergulir dan menggelinding di pipinya hingga berjatuhan dengan deras. "Ak-ku h-ha-m-il?" Tangannya terulur mengusap perut yang masih rata tersebut. Hal yang paling dia takutkan dalam hidupnya. Kini benar-benar telah terjadi begitu saja. "Bee, kau yang sabar ya. Bagaimanapun dia adalah anakmu," ucap Chaca mengusap bahu sang sahabat. Dia turut merasakan apa yang saat ini melanda kehidupan Bee. "Cha." Air mata leleh ketika menatap sahabatnya itu. "Bagaimana nasib anakku nanti? Tuan Suami pasti tidak menginginkan anak ini. Apa yang harus aku la
Beberapa tahun kemudian....Bastian menatap kue ulang tahun yang bertulisan angka 26 di atasnya. Dia mengerutu kesal. Bagaimana tidak? Istrinya baru berusia 26 tahun. Sedangkan dia sudah berusia 42 tahun. Ahhh jauh sekali selisih usia mereka. Ingin rasanya Bastian mempermuda dirinya agar serasi dengan Bee. Bee semakin hari semakin cantik. Pesonanya membuat siapa saja yang melihatnya terkagum-kagum. Sedangkan Bastian semakin hari semakin tua, bagaimana dia tidak mengerutu kesal. Apalagi jika dibandingkan, mereka bagai kakak dan adik saja. Bukan pasangan suami istri."Dad, kenapa lama? Kapan kita beri Mommy surprise?" gerutu putra sulung Bee dan Bastian. "Tunggu sebentar, Son!" Bastian mengambil kaca. Dia menatap wajahnya di cermin."Masih tampan. Tidak berkeriput. Tapi kenapa serasa sangat tua dari istriku," protes Bastian dalam hati. "Son, coba lihat wajah Daddy. Apakah Daddy ini sangat tua?" tanya Bastian pada putranya yang baru berusia enam tahun itu."Daddy memang tua," sahut B
Acara panjang itu cukup menguras waktu dan tenaga. Apalagi dengan tamu undangan yang mencapai ribuan orang. Tentu tamu dari Eric, Bastian, Bram dan Lucas bukanlah orang-orang biasa. Mereka penjabat serta pembisnis yang sudah lama mengenal keempat pengusaha ternama itu. Bastian menggendong tubuh istri kecilnya masuk ke dalam kamar. Sementara ketiga anak kembar mereka masih diurus oleh Dominic dan Milly yang ingin menghabiskan waktu bersama ketiga cucu kembarnya. "Hubby, apa aku berat?" Bee melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Hem, tidak. Kau ringan!" sahut Bastian. Bee merebahkan kepalanya di dada bidang Bastian. Rasanya masih seperti mimpi bisa memeluk tubuh kekar suaminya itu. Setelah banyak kejadian yang mereka alami, kini keduanya bisa menikmati kebahagiaan yang telah lama hilang dari pandangan mata. Bastian meletakan tubuh kecil istrinya di atas ranjang. Jika dulu malam pertama mereka berbeda, maka malam ini akan dia membayar segala kesalahan yang ada di masa lalu.
Beberapa bulan kemudian. Keempat wanita cantik tengah menatap pantulan diri mereka di depan cermin. Mereka mengenakan gaun pengantin dengan warna dan model yang sama. Rambut mereka sengaja digerai indah dengan mahkota yang tertanam di atas kepala keempatnya. "Nak," panggil Santa. Santa menatap Bee dan Chaca dengan tatapan kagum. Kedua wanita muda yang masih bertahan mahasiswa ini adalah para menantu kesayangan yang membuat dirinya seperti memiliki anak perempuan. "Iya, Mom." Hari ini, Eric, Bastian, Lucas dan Bram akan melangsungkan pernikahan secara bersamaan. Eric dan Santa memutuskan untuk kembali bersama dan berusaha melupakan kejadian lampau yang pernah memisahkan mereka berdua. Eric dan Santa tak mau egois karena Bastian dan Bram meminta agar rujuk untuk mewujudkan impian keluarga bahagia. Sementara Bastian ingin membuat pesta pernikahan mewah agar semua dunia tahu bahwa Bee adalah istri kecilnya. Dia ingin menebus satu tahun yang lalu ketika menikahi Bee tanpa kehadiran k
Tata terdiam saat mendengar penjelasan dari Lucas. Pantas saja selama ini kakaknya itu selalu tak mau membahas Lucas. "Apa Kakak masih mencintai Kak Tania?" tanya Tata. Tata akan melepaskan Lucas jika memang lelaki ini masih mencintai kakaknya. Dia tak mau menjadi penghalang untuk kebahagiaan sang kakak. Sebab dia tahu jika selama ini Tania berusaha bangkit dari semua perasaan bersalah. "Sayang." Lucas mengenggam tangan Tata. "Perasaanku pada Tania sudah hilang sejak malam panas kita. Kau adalah wanita yang sekarang memiliki sepenuh hatiku. Ini bukan gombalan, tetapi ini perasaan yang aku rasakan," ucapnya tersenyum lebar seraya menyatukan tangan mereka. Tata menatap bola mata Lucas berusaha mencari kebohongan melalui mata lelaki itu, tetapi yang dia temukan adalah ketulusan. "Tapi Kak Tania masih cinta sama Kakak," ucap Tata tersenyum kecut. Lucas terkekeh pelan. Dia tahu jika Tania masih mencintainya. Namun, perasaannya pada wanita itu memang sudah tak ada lagi sejak kita berp
Santa memeluk Bee dengan rasa bahagia penuh. Akhirnya setelah menunggu sekian lama dia bisa lagi melihat senyum manis wajah menantu cantiknya ini. "Mommy takut sekali melihatmu, Nak," ucapnya mengusap bahu wanita itu. "Mom." Bee melepaskan pelukannya pada Santa. "Apa kabarmu?" tanyanya tersenyum lembut. Wanita ini sudah seperti anak kandungnya sendiri. Sementara Milly dan Dominic hanya bisa saling memeluk satu sama lain. Mereka ingin sekali berhambur ke arah Bee lalu mengatakan jika rindu wanita itu. Akan tetapi, Bee masih marah dan tak mau bicara pada mereka, lantaran masa lalu yang sulit dijelaskan. "Mommy baik, Nak," jawab Santa sembari mengecup kening Bee dengan haru. Lalu Bee melirik ke arah kedua orang tua kandungnya. Ada rasa marah dan kecewa di hati wanita cantik itu, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa ada rindu juga yang mengemban dalam dadanya. "Daddy, Mommy!" panggil Bee. Kedua orang itu terkejut ketika dipanggil oleh anak yang sudah lama mereka rindukan kehadirannya.
"Ini, Bas!" Lucas memberikan botol kecil pada Bastian. "Apa ini?" tanya Bastian bingung. "Obat penawar racun," jawab Lucas. "Cepat suntikan pada Bee!" suruhnya. Semua keluarga berkumpul di vila mewah Bastian kecuali Kenzo, sejak tadi lelaki itu tak jua muncul. Entah ke mana dia pergi? Dengan siapa dan sedang berbuat apa? Mata Bastian berkaca-kaca dia menatap kedua lelaki yang tenang tersenyum padanya. "Terima kasih, Lucas." Bastian memeluk sahabatnya. Sekian lama hidup dalam kemarahan dan kekecewaan, akhirnya dia bisa mengakhiri rasa marah dan dendam yang menghantam dadanya. "Sama-sama, Bas. Semoga kau dan Bee hidup bahagia selamanya. Jaga dia dengan baik," ucap Lucas melepaskan pelukan Lucas. "Pasti. Itu adalah tugas dan tanggungjawab ku," sahut Bastian. "Kak.""Bram." Bastian dan Bram saling memeluk erat. Kakak beradik yang pernah selisih paham karena sebuah kondisi dan keadaan, kini kembali saling memberi maaf. "Terima kasih, Bram," ucap Bastian. Tanpa malu pria itu menang
"Argh!" Julio tersungkur sambil memegang kakinya yang tertembak. Tata dan Chaca membuka matanya. Keduanya terkejut karena melihat Julik yang tersungkur dengan darah mengalir dari bagian kakinya. "Cepat tangkap dia!" perintah Kenzo. "Baik, Tuan," sahut ketiga anak buah suruhan Kenzo yang mengangkat Julio berdiri. "Hai, Julio!" Kenzo menyunggingkan senyum liciknya. Bukannya takut Julio malah membuang ludahnya yang bercampur darah ke atas lantai. "Sekarang Anda tahu siapa saya, Tuan?" Julio membalas dengan senyuman mengejek. "Tidak hanya tahu, tetapi mengenal siapa kau sebenarnya, Julio. Kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu bernapas dengan baik setelah menyakiti adikku," ucap Kenzo. Lucas dan Bram berhambur ke arah Tata dan Chaca. "Sayang." Tata memeluk sang kekasih sambil menangis ketakutan. "Jangan takut, sekarang sudah aman," ucap Lucas menenangkan. "Swetty." Bram mengangkat tubuh kecil Chaca. "Kakak," renggek Chaca. Wajah gadis itu sampai pucat karena ketakutan. Dia piki
Tata dan Chaca saling berpelukkan karena ketakutan melihat tatapan mata Julio yang seolah ingin menelan mereka hidup-hidup. "Ta, aku takut," renggek Chaca menangis hebat. "Ck, kau pikir aku berani?" ketus Tata yang juga sebenarnya takut. Julio berjalan ke arah dua wanita itu sambil membawa belatuk di tangannya. Wajahnya tampak merah penuh amarah, tangan mengepal dengan rahang yang mengeras menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah. "Kalian mencari masalah dengan saya, Nona!" tekan Julio mengarahkan belatuk itu ke arah Tata dan Chaca. "Kak Julio, ampun, maaf," mohon Chaca. "Kami hanya menyelamatkan Bee," sahutnya beralasan. Julio menarik sudut bibirnya merasa terkecoh dengan ucapan gadis di depannya ini. "Kalian adalah target selanjutnya. Saya akan membuat kalian seperti nona Bee, atau bahkan lebih dari nona Bee karena sudah berani bermain-main dengan saya!" Pria itu berjalan menghampiri Tata dan Chaca yang sudah ketakutan dengan wajah pucat mereka. "Kak Julio, ka-u tidak i
"Apakah mereka aman?" tanya Bram yang mulai tak tenang. "Kenapa mereka seperti panik?" Lucas menunjuk ke arah manson mewah itu. Dia juga panik dan takut terjadi sesuatu pada kekasih kecilnya. Kenzo memutar bola matanya malas. Kedua sahabatnya itu sudah dikasih tahu, masih saja tidak paham dan tenang. "Mungkin mereka sudah tertangkap!" sahut Kenzo asal. "Apa maksudmu?" tanya Bram dan Lucas bersamaan sambil menatap Kenzo tajam. Kenzo bergidik ngeri, niat hati bercanda kenapa malah membuat bulu berdiri? "Aku bercanda," sahut Kenzo memutar bola matanya malas. "Mereka sedang menjalankan misi." Bram kembali melihat ke arah mansion. Jika saja tadi tidak dicegah oleh Kenzo, sudah pasti pria itu akan keluar dari mobil dan berlari menemui kekasih kecilnya. "Hubungi anak buah agar segera menyusul ke sini!" perintah Kenzo. "Kau memerintahku?" Bram menatap tajam sahabatnya itu. "Bukan. Tapi menyuruh!" ketus Kenzo. "Cepat hubungi!" titahnya lagi. "Iya!" Bram mengotak-atik ponselnya dan m