Share

Part 5

last update Last Updated: 2022-02-19 13:12:34

PART 5

 

 

jam delapan malam HP-ku berdering. Ada panggilan dari Ayah. Segera kuangkat dengan perasaan senang.

 

“Assalamualaikum, Nduk. Gimana kabar kamu?” tanya Ayah dari seberang sana.

 

“Waalaikumsalam, Siti baik. Ibu mana?”

 

“Syukurlah kalau begitu. Ibu ada di sebelah Ayah ini, katanya mau dengar suara kamu.”

 

“Nduk, gimana keadaan di sana?” Kali ini Ibu yang berbicara.

 

“Semuanya sehat, Buk. Kakak dan Mbak Rena sehat, penjualan beras juga lancar. Pelanggan mereka banyak, Siti sampai keringatan.” 

 

“Alhamdulillah kalau begitu. Baik-baik di sana, ya. Salam buat Kakak dan Mbak Rena. Ibu gak bisa telepon lama-lama, masih mengikat sayuran.”

 

“Iya, Bu. Ga apa-apa. Besok-besok kita teleponan lagi.”

 

Aku kembali menonton televisi sendirian. Terkadang heran juga, rumah ini seperti sangat sepi. Kakak dan Mbak Rena seperti tak pernah menghabiskan waktu bersama. Kamar saja sudah berbeda. Mbak Rena lebih sering berdiam diri di kamar, entah apa yang ia lakukan di dalam sana. Tak bosankah ia? 

 

“Tidurlah, Siti.”

 

“Belum ngantuk, Siti bosan. Kakak, kok, Siti perhatikan gak ngerjain salat?” tanyaku serius. Seketika mataku menoleh ke wajahnya.

 

“Memangnya kalau salat harus laporan ke kamu? Kakak salatlah, masa enggak. Ada-ada aja kamu,” ketusnya.

 

“Tapi, Siti gak lihat.”

 

Kakak langsung membuang wajahnya ke arah lain. Tangannya merapikan guci-guci kecil dalam lemari. Sudah rapi pun, kenapa dipindahkan lagi dengan jarak tiga jari? Kurang kerjaan kali Kakak. Aku membuang napas kasar.

 

“Kamu ini udah kayak polisi aja banyak tanya. Nanti matiin TV kalau selesai nonton. Kakak mau ke gudang beras dulu.”

 

“Siti ikut, mau liat kalo malam di sana gimana.” Aku bangkit dari duduk dan bersiap untuk mematikan TV.

 

“Gak usah ikutlah, di sana seram kalau malam. Nanti kalau ada arwah korban kecelakaan ganggu kamu gimana, hayo?” godanya sambil menaikkan sebelah alis.

 

Aku tak tertawa karena merasa itu tidaklah lucu. Lagian cuma mau ikut ke gudang beras apa salahnya? Kakak jadi nyengir sendirian. Mengapa harus menakuti dengan korban kecelakaan itu? Aneh.

 

“Kakak mau usir tikus besar-besar di dalam sana. Kasih kapur ajaib, gitu doang kamu mau ikut?” 

 

Aku menggeleng malas, setelah mendengar kata tikus menjadikanku hilang selera untuk ikut ke sana. Geli membayangkan hewan itu berjalan, hiii. Kakak pun langsung pergi meninggalkanku. 

 

Aku keasikan nonton sampai lupa waktu. Ternyata sudah jam sepuluh malam. Belum ada tanda-tanda Kak Heru sudah kembali dari gudang beras. 

 

Ngapain Kakak di sana lama banget? Ketiduran apa bertapa? Aku celingukan mencari-cari kalau saja Kak Heru akan lewat sebentar lagi. 

 

Tok! Tok! Tok!

 

Terdengar suara pintu toko digedor orang. Suaranya keras sekali, memekakkan telinga. Apa cuma aku yang mendengarnya? Tak ada tanda-tanda Mbak Rena hendak keluar kamar. Kalau keluar, otomatis harus melewati ruang televisi dulu.

 

“Siapa yang datang? Malam-malam gini masih ada tamu,” gumamku.

 

Dengan langkah gontai aku pun berjalan menuju depan. Suara ketukan itu makin kencang seolah tak sabar, aku rasanya ingin marah lantaran kesal.

 

“Iya, sabar. Ini lagi jalan mau buka pintu,” ucapku sedikit berteriak dengan harapan agar orang di luar bisa mengerti.

 

Suara kunci pintu berderit saat kuputar. Saat hendak membuka pintu, aku dikejutkan oleh suara erangan seperti sedang menahan sakit. Siapa yang kesakitan? 

 

“Carikan kulit!” Terdengar suara bernada marah tepat di depan pintu. 

 

Kulit? Orang mau beli kulit sapi? Mana ada, kami tak jual kulit-kulitan di sini. Kakak hanya menjual beras, jagung, dan kacang-kacangan. 

 

“Maaf, Mbak. kami tak jualan kulit,” jawabku.

 

Ketika pintu terbuka, angin dingin menyeruak masuk menabrak tubuhku. Layaknya sedang berada di antara beberapa balok es batu. Rambut tanganku pun ikut berdiri saking dinginnya. Rupanya yang bertamu adalah seorang wanita. 

 

“Mana kulitnya?” 

 

“Kulit apa, Mbak? Apa cari kulit padi? Kami tak menjual itu.”

 

“Carikan kulit perut saya. Terlempar ke bawah got.” 

 

Hah? Kulit perut. Aku menatap aneh wanita yang separuh wajahnya tertutup rambut panjang. Ia terlihat sehat. Mengapa menanyakan kulit perutnya. Ya ada dibalik bajunya, memang di mana lagi? Sepertinya ini orang gila. 

 

“Saya wanita yang kecelakaan kemarin,” jelasnya dengan suara sengau.

 

Aku tertegun dan baru menyadari sesuatu.

 

“Aaaaaaaaaaaaaaaaa!” 

 

Aku berteriak kencang sambil memejamkan mata. Baru sadar kalau itu bukan manusia. 

 

“Siti! Kamu kenapa buka pintu. Lain kali jangan dibuka,” tegur Mbak Rena. 

 

Perlahan kubuka mata, pintu sudah dikunci lagi oleh Mbak Rena. oh, syukurlah sosok itu sudah tak terlihat. Kubuang napas panjang sambil berusaha menenangkan diri. Ingat! Derajat manusia lebih tinggi dari mereka. Segera kuucap istighfar berkali-kali. 

 

“Itu tadi katanya cari kulit perutnya di bawah got.”

 

“Husst! Jangan bahas lagi. Itu bukan arwah, tapi jin qorin yang sengaja ingin memfitnah mayat. Kalau arwah sekarang sedang mempertanggungjawabkan perbuatan selama di dunia. Sudah, jangan takut lagi.” 

 

“I—iya, Mbak. Siti kaget banget tadi dia datang. Siti memang belum salat isya, sih.” 

 

“Itulah saat manusia lalai, akan diganggu. Sana kamu salat dulu, nanti langsung tidur,” pinta Mbak Rena.

 

Aku terdiam. Dari ucapannya, Mbak Rena sangat paham sekali tentang agama. Akan tetapi, mengapa ia enggan mengerjakan salat? Amalan pertama yang dihisab di alam kubur adalah salat. Amalan lain akan mengikuti. Bukankah begitu?

 

“Siti kira itu tamu.”

 

“Sudahlah, lupakan saja. Mbak sebenarnya kasihan sama kamu. Rahasiakan dari kakakmu tentang kejadian tadi.”

 

Aku mendongakkan kepala. Mengapa harus dirahasiakan? Mbak Rena bilang kasihan padaku, padahal tak ada hal buruk terjadi. Seharusnya, aku yang kasihan padanya yang setiap hari selalu menangis. Sedunia ini apakah ada wanita yang selalu menangis?

 

“Ketukan pintu sering terdengar, tapi gak usah dibukain. Cuek aja,” sambungnya sambil mengusap bagian matanya.

 

Mbak Rena langsung kembali masuk kamar dan seperti biasa, mengurung diri. Aku berniat ke kamar mandi untuk ambil wudu, ngeri sebenarnya. 

 

Ya, sudahlah tak apa. Buat apa takut terus. Mbak Rena gak peka! Gak ada niatan nemenin aku apa. Malah langsung mengunci pintu kamarnya. Mana test pack belum dikembalikan, pusing.

 

Seusai berwudu, tepat saat keluar kamar mandi sudah ada Kakak duduk di kursi. Ia minum dua gelas air putih, seperti kelelahan. Ia tak mengenakan baju, hanya celana saja. Memangnya kalau ngusir tikus sampai buka-buka baju?

 

“Kamu ngapain, kok, belum tidur?” 

 

“Lah, Kakak ngapain keringatan gitu?” Aku malah balik bertanya karena heran.

 

Kak Heru menatapku nanar, ia sepertinya hendak marah. Kalau sudah begitu, aku paham kalau ia enggan menjawab.

 

“Siti abis wudu, mau salat isya.”

 

“Iya, sana di kamar. Nanti cepat tidur!” 

 

“Kak, Siti salat depan televisi boleh?” 

 

“Aduh, jangan banyak maunya! Di kamar aja kalau mau salat, gak usah pindah-pindah. Nanti gerah!” bentaknya.

 

Gerah? Siapa yang gerah? Mengapa Kakak dari tadi seperti orang menahan marah. Ia mengepalkan tangan pertanda emosi. Apakah ada masalah di gudang beras?

 

“Sebelum salat, antar minuman ini dulu sama mbakmu. Pastikan ia meminumnya.” 

 

“Kamu dengar!” tegasnya lagi. Matanya merah.

 

“Siti dengar. Gak perlu bentak-bentak,” sahutku sedih.

 

Kak Heru mengeluarkan daun kering dari kantong celananya dan menyeduh dengan air panas. Tak lupa ditambahkannya gula agar terasa manis. Aku hanya menatap dengan heran.

 

 Minuman apa itu? Daun kering layaknya sengaja dijemur. Daunnya tipis, panjang. Aku tak mampu menebaknya. Fungsi minuman itu apa? Setelah selesai, warna airnya persis seperti teh hijau. 

 

“Itu minuman apa, Kak?”

 

“Gak usah banyak tanyalah, jangan buat orang marah. Sana cepat antar!” 

 

 

 

 

Related chapters

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 6

    PART 6Sejak bangun, aku tak ada menyapa Kakak. Hati masih terasa sedih karena sikapnya tadi malam, beberapa kali membentakku. Biasanya ia tak pernah bersikap kasar, selalu baik walaupun otaknya sedang kacau. Seberat apa pun masalahnya, ia berusaha menahan emosi, tetapi tidak untuk tadi malam. Bukan seperti Kakak yang kukenal.Aku menjalani hari seperti biasanya, membereskan pekerjaan rumah sampai semuanya selesai. Kali ini rasanya lebih lelah karena tidak dibantu Mbak Rena sama sekali. Kalau berdua akan lebih cepat selesai, bukan? Lagian tumben jam segini istri Kakak belum bangun. Kasihan memang, ia tetap bangun subuh walaupun enggan menjalankan salat.Entahlah, kasihan dan sedih jadi satu. Baru tiga tahun usia pernikahan mereka, tetapi kenyataannya sekarang seperti tak saling cinta. Terlalu cuek dan tidak perduli.“Mbak, bangun. Siti udah selesai masak, kalau

    Last Updated : 2022-02-24
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 7

    PART 7“Apanya yang enggak? Saya tukang nguping juga, Neng. Saya hafal semua jurus nguping, hehehe. Ini esnya,” candanya sambil menyerahkan es.“Ini uangnya. Makasih, Bang.” Segera kuberi uang pas untuk membayar es.“Judes amat. Awas, nanti jatuh cinta sama saya.”Aku tak memperdulikan candaan dari abang penjual es itu. Memang manis, sih. Eh, aku mikir apaan?Segera kupercepat langkah kaki agar sampai toko. Kedai es ini tak jauh jaraknya, hanya dua puluh meter. Jalanan terasa gerah karena matahari bersinar menyengat kulit. Aku selalu berhati-hati saat menyeberang jalan sebab tikungan depan toko sangat mengerikan. Mengapa pula Kakak memilih tempat seperti ini. Mengerikan.Kuletakkan satu bungkus es di meja Kakak. Rupanya si Mas Parno kembali datang hari ini. Mau beli apa? Bukannya kemarin sudah beli beras banyak? Lelaki yang

    Last Updated : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 8

    Tak berselang lama, pintu kamar pun dibuka. Kakak berhasil masuk dari jendela dan membuka pintu. Setelah masuk, tampaklah Mbak Rena masih tiduran dengan mata basah. Bantalnya pun basah karena air mata. Kusentuh keningnya, tak ada gejala demam. Biasa saja. Apa ia tak punya tenaga untuk menyahut panggilanku tadi? Sampai cemas dibuatnya.“Mbak? Mbak kenapa? Jangan nangis.”“Mbak pusing, mual.” Suara Mbak Rena terdengar sengau, kasihan.“Jangan khawatir, Siti. Mbak kamu itu lagi hamil, setiap kali hamil memang begitu dia. Nangisnya makin jadi.”Aku menatap Kak Heru heran. Dari mana ia tahu kalau Mbak Rena sekarang sedang hamil? Kami baru masuk kamar ini dan Mbak Rena tak bilang apa-apa tentang itu. Kakak sok tahu banget! Masa ada orang hamil yang gejalanya suka nangis-nangis kejer kayak orang sawan.&

    Last Updated : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 9

    PART 9“Permisi … permisi ….” Terdengar suara seseorang dari luar.Siapa lagi yang datang sudah mau magrib begini. Ada-ada saja, untungnya masih sore. Kalau malam hari mungkin aku akan merasakan takut. Dengan malas, kulangkahkan kaki menuju depan.“Mas Heru ada, Neng?” ucap lelaki bertopi merah itu.“Oh, ada. Tapi, masih di belakang. Memangnya ada perlu apa, Om?”“Ini, saya datang nganterin sepasang angsa pesanannya.”Benar, dia membawa sepasang angsa putih yang ditali. Buat apa Kakak beli sepasang angsa? Lama kupandang. Menarik.“Sudah dibayar belum?”“Sudah, Neng. Saya tinggal nganterin aja, nih. Biasanya disuruh ikat di situ,” tunjuknya mengarah ke cantelan besi.“Oh, langsung ikatin

    Last Updated : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 10

    “Aduh, gawat!” gumam Kakak terlihat bingung.Gawat! Kakak bilang gawat, apa artinya ada pencuri yang datang hendak mengambil beras?“Kak, maling. Kayaknya ada maling di gudang beras,” ucapku cemas.“Hahaha, kamu lucu kalau panik. Matanya bulat sempurna! Jangan takut, Siti. Itu bukan suara maling, itu hanya suara karung beras jatuh. Sudah terbiasa, kok. Dah magrib, kamu salatlah di kamar. Kakak mau ke gudang.”“Siti ikut,” pintaku.Kakak hanya menjawab dengan gelengan kepala, isyarat jangan mengikutinya. Oh, baiklah. Aku hanya menatapnya membawa angsa itu ikut bersamanya ke

    Last Updated : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 11

    PART 11Tak terasa sudah satu bulan aku tinggal di tempat ini. Sudah mulai terbiasa dengan rumah tangga aneh Kak Heru dan Mbak Rena. Aku pun makin hafal jalan daerah sini, sudah sering bepergian sendiri naik motor. Kadang diminta mengantar beras barang sekarung dua karung. Aku selalu tersenyum kala melewati universitas kota ini. Tahun depan aku akan kuliah di sana.Sekarang sedang menikmati waktu kebebasan tanpa harus belajar dan bikin tugas yang bikin pusing. Tahun depan, aku sudah benar-benar siap memeras otak untuk belajar lagi. Bayangan wajah Ayah dan Ibu makin membuat semangat.“Neng, beras satu karung.”Aku terkejut melihat wanita paruh baya yang ingin membeli beras satu karung. Heran bukan sembarang heran, tapi karena baru beberapa hari yang lalu ia ke sini dan membeli sekarung beras. Tak mungkin secepat itu habisnya. Apa mungkin di rumahnya banyak orang? Entahlah. 

    Last Updated : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 12

    Baru beberapa langkah kakiku berjalan, keributan itu kembali berlanjut. Suaminya marah dan si ibu tak mau kalah. Berbagai alasan selalu dilontarkan, bakal perang dunia ini kayaknya. Aku menggaruk pucuk kepala. Tapi, kalau dipikir benar juga. Beras sudah sebanyak itu malah beli terus. Apa ibu itu punya sakit pelupa akut?“Kalau bukan kamu yang salah, terus siapa? Apa si penjual beras sudah pakai penglaris? Tuyul? Pocong?” Suara lelaki itu meninggi.“Mana mungkin! Ibu lihat dia sering sedekah ke pengemis jalanan.”Aku masih mendengar perdebatan mereka dari depan. Sejenak, aku terdiam. Mengapa lelaki itu sampai melontarkan tuduhan yang tidak-tidak? Mana mungkin Kakak memakai hal begituan. Waktu mengobrol dengan Mas Parno saja ia menolak keras tentang jimat penglaris usaha. Tid

    Last Updated : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 13

    PART 13“Siti, Kakak mau antar beras dulu. Kamu jaga toko. Kalau Mas Parno datang, gak usah kamu ladenin. Dia agak sakit jiwa dengan semua jimat-jimatnya itu,” kata Kakak sebelum ia pergi mengantarkan beras.“Iya, Kak. Lagian aneh, zaman sekarang masih main begituan. Kakak juga ngapain akrab sama dia, enggak guna,” umpatku kesal.“Husst! Gak boleh gitu. Dia pelanggan kita walaupun ses4t juga.”Aku hanya duduk sambil menatap mobil pick up Kakak pergi ke arah selatan. Mobil itu penuh dengan karung beras. Entah ke mana saja rute yang akan ditempuhnya.Benar saja, tak berselang lama Mas Parno datang. Kali ini ia hanya membawa motor, mungkin memang tak mau belanja. Cuma mau menemui Kakak untuk mengobrol biasa.“Mana Kakak kamu?” tanyanya sesaat turun dari motor.&ldquo

    Last Updated : 2022-03-11

Latest chapter

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 22

    Hai, kita jumpa lagi. Happy reading yahh.PART 15“Siti, kamu udah sadar? Alhamdulillah,” kata Mbak Rena.Aku bingung saat menatap sekeliling. Ruangan putih, di mana ini? Lamunan ini terhenti kala merasa sekujur tubuh ngilu. Seperti habis dipukul kayu berat di bagian tengkuk dan punggung. Kepala juga terasa pusing tak karuan.“Kamu di rumah sakit. Tadi malam kamu pingsan di ladang tebu,” timpal Mbak Rena seolah paham kebingunganku.Aku menatapnya lekat. Beberapa saat kemudian, aku baru ingat kejadian tadi malam. Aku berusaha mencari keberadaan Mbak Rena dan kakak yang tiba-tiba menghilang. Menerobos hujan hanya mengkhawatirkan mereka.Namun, bukannya mereka yang kutemui. Malah menemukan keanehan yang baru. Masih jelas terbayang apa yang terjadi dalam gubuk itu. Siapa lelaki itu?“Kamu kena

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 21

    PART 21“Siti, kamu kembali,” kata Kakak seperti heran.Berkali-kali ia mengucek mata. Terakhir, ia mencubit pipiku.“Ini kamu, Siti?”“Apaan, sih, cubit-cubit. Sakit, tau.”Wajah Kakak sembab seperti baru habis menangis, dikantong bajunya ada HP yang masih menyala cahayanya.“Kakak baru aja mau hubungin keluarga di desa,” ucapnya tiba-tiba.Memang apa hubungannya kedatanganku dengan keluarga di desa? Mengapa pula Kakak menangis. Apa kecelakaan di tempat ini disebabkan oleh Kakak? Aku mulai curiga. Namun, aku masih belum bisa menjadikan ini sebagaii petunjuk. Belum ada bukti nyata.Lagian masa iya Kakak tega menumbalkan aku yang adik kandungnya. Jangan-jangan ini gara-gara Mbak Rena?“Siti, kamu kenapa luka-luka?&r

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 20

    Tiba-tiba firasatku tak enak, segera kubaca ayat kursi sebanyak-banyaknya dalam hati dan memohon perlindungan dengan Allah. Mataku berkedut-kedut tak karuan. Filosofi orang dahulu, artinya akan menangis. Aku jadi takut dan gelisah.“Siti, kamu antarkan kacang tanah ini ke rumah Bi Inah.” Kakak menyerahkan kantong berisi kacang tanah.Tak berat, mungkin hanya sekitar tiga cupak. Bi Inah adalah wanita penjual peyek, aku pernah beberapa kali diminta Kakak mengantarkan kacang tanah ke rumahnya. Tak jauh, seberang jalan dan masuk gang sedikit.“Iya, Kak.”Aku berjalan untuk menjalankan perintah Kakak, tapi entah mengapa ia terus menatapku tanpa henti. Tak berkedip dengan wajah sendu. Aneh. Lalu, ia segera

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 19

    PART 19Kami pulang ke rumah setelah melewati kejadian menjengkelkan itu. Mbak Rena kumaki habis-habisan dan tak segan-segan kuancam layaknya seorang narapidana. Ia tak melawan, hanya diam sambil menangis. Mungkin menyesali diri atau mungkin menyesal telah membawaku ikut ke tempat terkutuk itu.Sangat tak mampu diterima akal sehat, perbuatan yang bejat moral. Makin berat saja tugasku harus pula menjaga kandungan Mbak Rena. aku sangat tidak ikhlas kalau bayi itu digugurkan. Sungguh, tak akan segan melaporkan ke pihak berwajib.“Ingat, Mbak. Kalau berani macam-macam lagi, Siti tak segan melaporkan kalian berdua ke polisi!” ancamku.“Mbak sadar kalau salah. Maafkan, ini tidak akan terulang kembali.” Mbak Rena menyahut saat motor sudah di depan toko.Kami turun dan melihat Kakak sedang duduk manis. Tatapan mata mereka bertemu, seketika aku

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 18

    Jangan-jangan semua isi plastik di sana itu adalah janin yang diaborsi. Ya Allah! Siapa pelakunya? Jangan-jangan Mak Pia itu dukun aborsi! Entah mengapa pikiran negatif itu langsung menghampiriku. Saat ini aku sangat mengkhawatirkan nasib Mbak Rena.Apa mungkin ia datang untuk menggugurkan janinnya? Gila, sungguh gila! Kresek itu kubawa berlari ke rumah Mak Pia. Ngos-ngosan karena lelah pun tak kuperdulikan, dalam kepala hanya ada keselamatan Mbak Rena.“Aduh! Pintu terkunci lagi.”&nb

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 17

    PART 17HAPPY READING.Seusai salat subuh, aku merasa pusing. Bayangan kejadian tadi malam membuat kesal sekaligus tegang. Setelah berpikir panjang, aku mengajak Yani pulang ke rumahnya tadi malam. Dengan keyakinan kalau semua akan baik-baik saja, sebuah keributan itu tidak akan mencelakakan salah satu dari kakak atau Mbak Rena.“Kamu gak pa-pa?” tanya Yani khawatir.“Enggak, kok.”“Sebenarnya kejadian tadi malam itu aib keluarga, semoga kamu tak memberi tahu siapapun. Hanya kamu dan Bude Ratmi yang tahu. Tolong rahasiakan dan jangan takut denganku,” ucapku sambil menatap wajah Yani lekat-lekat.“Iya, aku gak akan. Kamu dalam masalah besar, selidikilah. Kalau ada apa-apa hubungi nomorku atau langsung datang ke sini. selama Allah di hati, kamu akan selamat.”&l

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 16

    “Kecelakaan yang sering terjadi apakah ada hubungannya kalau orang memakai ilmu hitam?” tanyaku pada Bude.Bude diam, ia tampak bingung menatap langit-langit rumahnya.“Bude tak tahu soal itu. Kamu cari tahu, pelan-pelan selidiki.”“Siti mau berangkat sekarang,” pintaku.Bude mengangguk, ia memerintahkan Yani untuk mengantarkanku dengan sepeda motornya. Sepanjang jalan, kami tak banyak berbicara. Sepertinya Yani takut setelah mendengar obrolan di rumahnya tadi. Apa ia juga jadi takut denganku? Tak berselang lama, kami telah sampai. Mengapa toko gelap sekali. Tak dihidupkan lampunya, padahal tetangga lain rumahnya terang.&ldqu

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 15

    PART 15“Masuk, Nduk Siti.”Aku pun mengikuti Bude Ratmi dan Yani masuk ruang tamu. Pikiranku kacau tak menentu. Jangan-jangan Kak Heru memakai jasa tuyul atau penglaris. Entah mengapa pikiran itu seolah menghantui, apalagi desas-desus sudah banyak terdengar.“Ada masalah apa?” tanya Bude Ratmi serius.“Enggak tahu, Bude. Nanti malam Siti boleh pinjam motor gak? Mau pulang sebentar.”“Oh, boleh. Jangan sendirian, berdua sama Yani biar ada kawannya.”“Alhamdulillah, makasih, Bude.”“Sekarang solat magrib dulu, ayok! Nanti habis makan malam, kalian pergi.”“Iya, Mak. Nanti Yani akan temenin Siti pulang,” sahut Yani.Hari memang sudah gelap, terdengar suara azan dari masjid. Sejenak, kutenangka

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 14

    Brak! Brak!Suara berisik terdengar dari gudang beras. Duh, jangan-jangan beras pada berjatuhan lagi. Mana Kakak belum pulang lagi, apa mobilnya macet atau ada masalah apa di jalanan. Setiap ada keributan, Mbak Rena tak pernah perduli. Ia tetap berdiam diri di dalam kamarnya.“Suara apaan? Apa suara maling?”Cepat-cepat kutinggalkan toko dan menuju gudang beras. Pintunya memang tak dikunci kalau siang karena Kakak sering masuk untuk ambil beras. Setelah pintu terbuka, tak ada kekacauan apa-pun. Semua tampak biasa-biasa saja.“Mana suara beras jatuh tadi, ya? Kok, enggak ada.” Aku terus berjalan memeriksa ruangan.Karena lelah, aku d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status