Share

Part 3

Penulis: Rasyiddd Putri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-19 13:10:18

PART 3

 

 

Pagi-pagi, aku sudah bangun duluan. Mbak Rena masih tertidur di sampingku dengan wajah sendu. Kutatap wajah itu, mana mungkin ia wanita pembohong? Sepertinya tidak. 

 

Hatiku tak mampu menempatkannya sebagai pembohong. Tapi, bagaimana dengan ucapan Kakak? Katanya aku jangan terlalu peduli dengan istrinya.  Maksudnya apa? 

 

Mumpung ia masih tidur, aku mengambil plastik di bawah sprei dan memasukkan ke dalam baju. 

 

“Maaf, Mbak. Siti pinjam dulu bungkusannya. Sungguh, Siti penasaran,” gumamku pelan. Berbicara dengan orang tidur tak apa, kan?

 

Perlahan, aku keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kamarku. Saat melewati kamar Kak heru, pintunya terbuka. Rupanya ia lupa menutup daun pintu tadi malam.

 

 Kakak terlihat pulas karena kelelahan. Ia hanya tidur memakai baju dalam saja dan celana pendek. Padahal semalaman hujan, apakah tak dingin? Mana tak pakai selimut lagi. Aku menggeleng.

 

Sesampainya di kamar, aku segera membuka bungkusan itu. Sebelumnya, tak lupa kukunci pintu agar tak ada yang masuk dan melihat. Bisa gawat kalau ketahuan! 

 

“Apaan isinya, sih?” 

 

Tanganku cekatan membuka ikatan demi ikatan plastik hitam tersebut. Saat terbuka … rupanya itu berisi test pack yang jumlahnya banyak. Tanganku gemetar menyentuh benda itu. 

 

Ingatan kembali memutar memori, memang Kak Heru dan Mbak Rena sudah menikah hampir tiga tahun lamanya. Namun, belum punya anak. Rupanya Mbak Rena mengalami luka batin cukup dalam di sini.

 

Setelah kuperhatikan, beberapa test pack memang negatif. Akan tetapi, aku menemukan beberapa yang bergaris dua. Bukannya kalau garis dua itu artinya hamil? Seperti yang sering terlihat di film-film? Berarti Mbak Rena sempat hamil dua kali.

 

 Lalu, apakah keguguran? Tak pernah keluarga di kampung mendapat kabar berita baik kalau Mbak Rena hamil.

 

Saat ditanya Ayah dan Ibu pun mereka hanya tersenyum sambil menjelaskan kalau memang belum dikasih amanah oleh Allah. Padahal, pertanyaan itu kembali dilontarkan saat mereka menjemputku kemarin. 

 

Kebohongan apalagi ini? Mengapa pernikahan Kakak terasa penuh misteri. Terlalu banyak hal yang disembunyikan. 

 

Aku menyandarkan punggung ke dinding, menghela napas panjang. Walau bagaimanapun, aku juga sudah dewasa. Sudah cukup paham soal ini. 

 

Cepat-cepat test pack itu kusimpan lagi dalam plastik. Nanti, akan dipikirkan bagaimana cara untuk mengembalikan benda ini ke kamar Mbak Rena.

 

Terdengar suara pintu diketuk. Siapa? Plastik itu kumasukkan dalam lemari dengan tergesa-gesa.

 

“Cepat mandi, Siti. Kita harus ke pasar pagi-pagi biar dapat sayuran segar.”

 

“Iya, Mbak. siti mandi sekarang.”

 

“Mbak tunggu di depan, ya.” 

 

Setelah selesai bersiap-siap, aku mengikuti Mbak Rena ke pasar. Kami naik motor karena jaraknya pun dekat. Berjalan kaki saja sebenarnya hanya beberapa menit. Tapi nanti kalau bawa motor, kami bisa belanja banyak nantinya. 

 

Sesampainya di pasar, aku menemani Mbak Rena belanja kebutuhan rumah untuk isi kulkas. Setelah selesai, Mbak Rena membawaku ke kedai sayur-sayuran. Wanita sudah cukup tua yang memilikinya. Wanita itu sedang menata sayurannya agar lebih rapi. Rambutnya sudah separuh memutih. 

 

“Kita sudah beli sayur di sana tadi. Kenapa ke sini, Mbak?” tanyaku.

 

“Ada beberapa yang belum kita beli.” 

 

Aku hanya diam mengekori Mbak Rena. 

 

“Eh, Rena. Sama siapa itu?” kata wanita pemilik kedai. Ia menyambut dengan senyuman ramah.

 

“Oh, ini namanya Siti. Adik ipar saya, Bude.”

 

“Cantik sekali gadis ini.”

 

Aku menyalami wanita yang dipanggil Bude oleh Mbak Rena. Mereka tampaknya sangat akrab sekali, sering berinteraksi. Akan tetapi, satu hal kuingat adalah Mbak Rena di sini sebatang kara. Ia sama sekali tak punya saudara dan hanya semata-mata mengikuti Kak Heru. Lalu, siapa Bude ini?

 

“Siti, ini uangnya untuk beli mukena dan sajadah.” Mbak Rena memberiku tiga lembar uang seratus ribuan.

 

“Siti beli al-qur’an sekalian, ya?” pintaku.

 

“Iya, apa aja yang mau kamu beli silakan. Habisin aja uangnya. Mbak tunggu di kedai Bude Ratmi. Kamu belilah di toko sana,” tunjuk Mbak Rena mengarah ke deretan toko pakaian.

 

“Iya, Mbak. makasih, Siti belanja dulu.”

 

Aku senang sekali dan langsung meninggalkan kedai itu. Berjalan menuju toko untuk membeli alat ibadah. Tak butuh waktu lama, aku sudah selesai berbelanja.

 

 Sambil menenteng plastik belanjaan, terlihat dari sini kalau Mbak Rena duduk berhadapan dengan Bude Ratmi. Mereka hanyut dalam obrolan serius di samping kedai. Ada anak perempuan seusiaku yang melayani pelanggan yang belanja di kedainya.

 

Sesekali, Mbak Rena tampak mengusap bagian mata. Apakah ia menangis lagi? Sepertinya, ia sedang curhat pada Bude Ratmi.

 

 Aku menebak, selama tinggal di sini, Mbak Rena selalu bercerita pada wanita itu tentang keresahan hatinya. Bukanlah perkara mudah jauh dari keluarga dan hanya ikut suami di luar pulau. Satu hal yang kusadari, kalau Mbak Rena butuh teman.

 

“Sudahlah, kamu sabar aja. Semoga nanti suamimu bisa berubah,” kata Bude Ratmi sembari mengelus pundak Mbak Rena.

 

“Enggak mungkin, Bude. Enggak mungkin itu terjadi,” sahut Mbak Rena sedih.

 

Nah, pasti ada rahasia dalam pernikahan mereka yang sengaja disembunyikan dari keluarga. Namun, aku tak mungkin bisa langsung menodong dengan pertanyaan-pertanyaan yang bukan ranahku. Walau bagaimanapun mereka tetap punya privasi. 

 

“Sudah belanjanya?”

 

“Sudah, Mbak. Sudah lengkap semua.”

 

“Yuk, kita pulang. Apakah gak mau belanja lagi?” Mbak Rena bangkit dari duduknya. Wajahnya tampak mengembangkan senyum terpaksa.

 

“Ini saja cukup, Mbak.”

 

“Kami permisi pulang dulu, Bude. Yani, Mbak pulang,” pamit Mbak Rena.

 

“Iya, hati-hati.”

 

Oh, rupanya gadis yang melayani pembeli di kedai tadi bernama Yani. Mungkin itu anak bungsunya Bude Ratmi, aku mencoba menerka.

 

Sepanjang jalan, kami hanya diam. Tak ada obrolan apa-apa, aku hanyut dalam pikiran sendiri. Bude Ratmi adalah orang yang tahu tentang apa saja kisah rumah tangga Kak Heru dan Mbak Rena. 

 

Logika saja, kalau tak ada masalah mana mungkin kita ingin bercerita dan meminta pendapat orang lain. Dengan bercerita, kita akan merasa nyaman dan lega. Itulah yang dilakukan Mbak Rena. 

 

“Bude Ratmi itu temannya, Mbak?” tanyaku saat kami telah sampai rumah.

 

“Iya, Siti. Beliau orang baik walaupun bukan saudara.”

 

Aku mengangguk paham dan langsung masuk ke dalam rumah membawa belanjaan. Ada Kak Heru sedang melayani para pelanggan. 

 

Pagi-pagi saja sudah ada beberapa yang antre buat beli beras. Lokasi tikungan pun tak jadi halangan kalau sudah rezekinya. 

 

“Siti,” panggil Mbak Rena. 

 

Aku yang sedang menyimpan belanjaan di dapur pun segera menoleh. Ia tersenyum dingin. Matanya membulat seolah hendak menegaskan sesuatu.

 

“Ingat, ya! Kalau salat pintu kamar dikunci. Kalau ngaji jangan bersuara. Habis ibadah langsung simpan semuanya dalam lemari dan kunci.”

 

Aku memutar bola mata karena bingung. Banyak sekali pertanyaan yang hendak kulontarkan, tetapi tertahan di tenggorokan. Mengapa ibadah harus seperti sembunyi-sembunyi? Persis zaman PKI. Haruskah begitu?

 

“Satu lagi, di rumah ini dilarang makan kepiting,” sambung Mbak Rena. 

 

 

Bab terkait

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 4

    PART 4“Ini kembaliannya, Bu,” ucapku ramah pada pembeli beras.“Makasih, Neng. Neng ini orang baru kerja di sini, ya?” tanyanya.“Saya bukan orang kerja, Bu. Saya adik dari Kak Heru.”“Oh, begitu.”Aku menyimpan uang di dalam laci, tampak Kak Heru juga sedang sibuk melayani pembeli beras. Di saat begini, Mbak Rena malah tidak keluar. Ia berdiam diri di dalam kamarnya.Apa salahnya membantu kami berdagang? Ah, sudahlah. Mungkin Mbak Rena lelah. Beberapa saat kemudian, toko sudah cukup sepi. Pelanggan sudah pulang membawa belanjaannya.“Hai, Heru! Lancar sekali penjualannya, ya?” sapa seorang lelaki berkumis tebal yang baru saja turun dari mobil pick up.Aku ngeri melihat posisi mobilnya yang menepi di pinggir jalan, takut terjadi kecelakaan. Aneh, udah

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-19
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 5

    PART 5jam delapan malam HP-ku berdering. Ada panggilan dari Ayah. Segera kuangkat dengan perasaan senang.“Assalamualaikum, Nduk. Gimana kabar kamu?” tanya Ayah dari seberang sana.“Waalaikumsalam, Siti baik. Ibu mana?”“Syukurlah kalau begitu. Ibu ada di sebelah Ayah ini, katanya mau dengar suara kamu.”“Nduk, gimana keadaan di sana?” Kali ini Ibu yang berbicara.“Semuanya sehat, Buk. Kakak dan Mbak Rena sehat, penjualan beras juga lancar. Pelanggan mereka banyak, Siti sampai keringatan.”“Alhamdulillah kalau begitu. Baik-baik di sana, ya. Salam buat Kakak dan Mbak Rena. Ibu gak bisa telepon lama-lama, masih mengikat sayuran.&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-19
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 6

    PART 6Sejak bangun, aku tak ada menyapa Kakak. Hati masih terasa sedih karena sikapnya tadi malam, beberapa kali membentakku. Biasanya ia tak pernah bersikap kasar, selalu baik walaupun otaknya sedang kacau. Seberat apa pun masalahnya, ia berusaha menahan emosi, tetapi tidak untuk tadi malam. Bukan seperti Kakak yang kukenal.Aku menjalani hari seperti biasanya, membereskan pekerjaan rumah sampai semuanya selesai. Kali ini rasanya lebih lelah karena tidak dibantu Mbak Rena sama sekali. Kalau berdua akan lebih cepat selesai, bukan? Lagian tumben jam segini istri Kakak belum bangun. Kasihan memang, ia tetap bangun subuh walaupun enggan menjalankan salat.Entahlah, kasihan dan sedih jadi satu. Baru tiga tahun usia pernikahan mereka, tetapi kenyataannya sekarang seperti tak saling cinta. Terlalu cuek dan tidak perduli.“Mbak, bangun. Siti udah selesai masak, kalau

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-24
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 7

    PART 7“Apanya yang enggak? Saya tukang nguping juga, Neng. Saya hafal semua jurus nguping, hehehe. Ini esnya,” candanya sambil menyerahkan es.“Ini uangnya. Makasih, Bang.” Segera kuberi uang pas untuk membayar es.“Judes amat. Awas, nanti jatuh cinta sama saya.”Aku tak memperdulikan candaan dari abang penjual es itu. Memang manis, sih. Eh, aku mikir apaan?Segera kupercepat langkah kaki agar sampai toko. Kedai es ini tak jauh jaraknya, hanya dua puluh meter. Jalanan terasa gerah karena matahari bersinar menyengat kulit. Aku selalu berhati-hati saat menyeberang jalan sebab tikungan depan toko sangat mengerikan. Mengapa pula Kakak memilih tempat seperti ini. Mengerikan.Kuletakkan satu bungkus es di meja Kakak. Rupanya si Mas Parno kembali datang hari ini. Mau beli apa? Bukannya kemarin sudah beli beras banyak? Lelaki yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 8

    Tak berselang lama, pintu kamar pun dibuka. Kakak berhasil masuk dari jendela dan membuka pintu. Setelah masuk, tampaklah Mbak Rena masih tiduran dengan mata basah. Bantalnya pun basah karena air mata. Kusentuh keningnya, tak ada gejala demam. Biasa saja. Apa ia tak punya tenaga untuk menyahut panggilanku tadi? Sampai cemas dibuatnya.“Mbak? Mbak kenapa? Jangan nangis.”“Mbak pusing, mual.” Suara Mbak Rena terdengar sengau, kasihan.“Jangan khawatir, Siti. Mbak kamu itu lagi hamil, setiap kali hamil memang begitu dia. Nangisnya makin jadi.”Aku menatap Kak Heru heran. Dari mana ia tahu kalau Mbak Rena sekarang sedang hamil? Kami baru masuk kamar ini dan Mbak Rena tak bilang apa-apa tentang itu. Kakak sok tahu banget! Masa ada orang hamil yang gejalanya suka nangis-nangis kejer kayak orang sawan.&

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 9

    PART 9“Permisi … permisi ….” Terdengar suara seseorang dari luar.Siapa lagi yang datang sudah mau magrib begini. Ada-ada saja, untungnya masih sore. Kalau malam hari mungkin aku akan merasakan takut. Dengan malas, kulangkahkan kaki menuju depan.“Mas Heru ada, Neng?” ucap lelaki bertopi merah itu.“Oh, ada. Tapi, masih di belakang. Memangnya ada perlu apa, Om?”“Ini, saya datang nganterin sepasang angsa pesanannya.”Benar, dia membawa sepasang angsa putih yang ditali. Buat apa Kakak beli sepasang angsa? Lama kupandang. Menarik.“Sudah dibayar belum?”“Sudah, Neng. Saya tinggal nganterin aja, nih. Biasanya disuruh ikat di situ,” tunjuknya mengarah ke cantelan besi.“Oh, langsung ikatin

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 10

    “Aduh, gawat!” gumam Kakak terlihat bingung.Gawat! Kakak bilang gawat, apa artinya ada pencuri yang datang hendak mengambil beras?“Kak, maling. Kayaknya ada maling di gudang beras,” ucapku cemas.“Hahaha, kamu lucu kalau panik. Matanya bulat sempurna! Jangan takut, Siti. Itu bukan suara maling, itu hanya suara karung beras jatuh. Sudah terbiasa, kok. Dah magrib, kamu salatlah di kamar. Kakak mau ke gudang.”“Siti ikut,” pintaku.Kakak hanya menjawab dengan gelengan kepala, isyarat jangan mengikutinya. Oh, baiklah. Aku hanya menatapnya membawa angsa itu ikut bersamanya ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 11

    PART 11Tak terasa sudah satu bulan aku tinggal di tempat ini. Sudah mulai terbiasa dengan rumah tangga aneh Kak Heru dan Mbak Rena. Aku pun makin hafal jalan daerah sini, sudah sering bepergian sendiri naik motor. Kadang diminta mengantar beras barang sekarung dua karung. Aku selalu tersenyum kala melewati universitas kota ini. Tahun depan aku akan kuliah di sana.Sekarang sedang menikmati waktu kebebasan tanpa harus belajar dan bikin tugas yang bikin pusing. Tahun depan, aku sudah benar-benar siap memeras otak untuk belajar lagi. Bayangan wajah Ayah dan Ibu makin membuat semangat.“Neng, beras satu karung.”Aku terkejut melihat wanita paruh baya yang ingin membeli beras satu karung. Heran bukan sembarang heran, tapi karena baru beberapa hari yang lalu ia ke sini dan membeli sekarung beras. Tak mungkin secepat itu habisnya. Apa mungkin di rumahnya banyak orang? Entahlah. 

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11

Bab terbaru

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 22

    Hai, kita jumpa lagi. Happy reading yahh.PART 15“Siti, kamu udah sadar? Alhamdulillah,” kata Mbak Rena.Aku bingung saat menatap sekeliling. Ruangan putih, di mana ini? Lamunan ini terhenti kala merasa sekujur tubuh ngilu. Seperti habis dipukul kayu berat di bagian tengkuk dan punggung. Kepala juga terasa pusing tak karuan.“Kamu di rumah sakit. Tadi malam kamu pingsan di ladang tebu,” timpal Mbak Rena seolah paham kebingunganku.Aku menatapnya lekat. Beberapa saat kemudian, aku baru ingat kejadian tadi malam. Aku berusaha mencari keberadaan Mbak Rena dan kakak yang tiba-tiba menghilang. Menerobos hujan hanya mengkhawatirkan mereka.Namun, bukannya mereka yang kutemui. Malah menemukan keanehan yang baru. Masih jelas terbayang apa yang terjadi dalam gubuk itu. Siapa lelaki itu?“Kamu kena

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 21

    PART 21“Siti, kamu kembali,” kata Kakak seperti heran.Berkali-kali ia mengucek mata. Terakhir, ia mencubit pipiku.“Ini kamu, Siti?”“Apaan, sih, cubit-cubit. Sakit, tau.”Wajah Kakak sembab seperti baru habis menangis, dikantong bajunya ada HP yang masih menyala cahayanya.“Kakak baru aja mau hubungin keluarga di desa,” ucapnya tiba-tiba.Memang apa hubungannya kedatanganku dengan keluarga di desa? Mengapa pula Kakak menangis. Apa kecelakaan di tempat ini disebabkan oleh Kakak? Aku mulai curiga. Namun, aku masih belum bisa menjadikan ini sebagaii petunjuk. Belum ada bukti nyata.Lagian masa iya Kakak tega menumbalkan aku yang adik kandungnya. Jangan-jangan ini gara-gara Mbak Rena?“Siti, kamu kenapa luka-luka?&r

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 20

    Tiba-tiba firasatku tak enak, segera kubaca ayat kursi sebanyak-banyaknya dalam hati dan memohon perlindungan dengan Allah. Mataku berkedut-kedut tak karuan. Filosofi orang dahulu, artinya akan menangis. Aku jadi takut dan gelisah.“Siti, kamu antarkan kacang tanah ini ke rumah Bi Inah.” Kakak menyerahkan kantong berisi kacang tanah.Tak berat, mungkin hanya sekitar tiga cupak. Bi Inah adalah wanita penjual peyek, aku pernah beberapa kali diminta Kakak mengantarkan kacang tanah ke rumahnya. Tak jauh, seberang jalan dan masuk gang sedikit.“Iya, Kak.”Aku berjalan untuk menjalankan perintah Kakak, tapi entah mengapa ia terus menatapku tanpa henti. Tak berkedip dengan wajah sendu. Aneh. Lalu, ia segera

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 19

    PART 19Kami pulang ke rumah setelah melewati kejadian menjengkelkan itu. Mbak Rena kumaki habis-habisan dan tak segan-segan kuancam layaknya seorang narapidana. Ia tak melawan, hanya diam sambil menangis. Mungkin menyesali diri atau mungkin menyesal telah membawaku ikut ke tempat terkutuk itu.Sangat tak mampu diterima akal sehat, perbuatan yang bejat moral. Makin berat saja tugasku harus pula menjaga kandungan Mbak Rena. aku sangat tidak ikhlas kalau bayi itu digugurkan. Sungguh, tak akan segan melaporkan ke pihak berwajib.“Ingat, Mbak. Kalau berani macam-macam lagi, Siti tak segan melaporkan kalian berdua ke polisi!” ancamku.“Mbak sadar kalau salah. Maafkan, ini tidak akan terulang kembali.” Mbak Rena menyahut saat motor sudah di depan toko.Kami turun dan melihat Kakak sedang duduk manis. Tatapan mata mereka bertemu, seketika aku

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 18

    Jangan-jangan semua isi plastik di sana itu adalah janin yang diaborsi. Ya Allah! Siapa pelakunya? Jangan-jangan Mak Pia itu dukun aborsi! Entah mengapa pikiran negatif itu langsung menghampiriku. Saat ini aku sangat mengkhawatirkan nasib Mbak Rena.Apa mungkin ia datang untuk menggugurkan janinnya? Gila, sungguh gila! Kresek itu kubawa berlari ke rumah Mak Pia. Ngos-ngosan karena lelah pun tak kuperdulikan, dalam kepala hanya ada keselamatan Mbak Rena.“Aduh! Pintu terkunci lagi.”&nb

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 17

    PART 17HAPPY READING.Seusai salat subuh, aku merasa pusing. Bayangan kejadian tadi malam membuat kesal sekaligus tegang. Setelah berpikir panjang, aku mengajak Yani pulang ke rumahnya tadi malam. Dengan keyakinan kalau semua akan baik-baik saja, sebuah keributan itu tidak akan mencelakakan salah satu dari kakak atau Mbak Rena.“Kamu gak pa-pa?” tanya Yani khawatir.“Enggak, kok.”“Sebenarnya kejadian tadi malam itu aib keluarga, semoga kamu tak memberi tahu siapapun. Hanya kamu dan Bude Ratmi yang tahu. Tolong rahasiakan dan jangan takut denganku,” ucapku sambil menatap wajah Yani lekat-lekat.“Iya, aku gak akan. Kamu dalam masalah besar, selidikilah. Kalau ada apa-apa hubungi nomorku atau langsung datang ke sini. selama Allah di hati, kamu akan selamat.”&l

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 16

    “Kecelakaan yang sering terjadi apakah ada hubungannya kalau orang memakai ilmu hitam?” tanyaku pada Bude.Bude diam, ia tampak bingung menatap langit-langit rumahnya.“Bude tak tahu soal itu. Kamu cari tahu, pelan-pelan selidiki.”“Siti mau berangkat sekarang,” pintaku.Bude mengangguk, ia memerintahkan Yani untuk mengantarkanku dengan sepeda motornya. Sepanjang jalan, kami tak banyak berbicara. Sepertinya Yani takut setelah mendengar obrolan di rumahnya tadi. Apa ia juga jadi takut denganku? Tak berselang lama, kami telah sampai. Mengapa toko gelap sekali. Tak dihidupkan lampunya, padahal tetangga lain rumahnya terang.&ldqu

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 15

    PART 15“Masuk, Nduk Siti.”Aku pun mengikuti Bude Ratmi dan Yani masuk ruang tamu. Pikiranku kacau tak menentu. Jangan-jangan Kak Heru memakai jasa tuyul atau penglaris. Entah mengapa pikiran itu seolah menghantui, apalagi desas-desus sudah banyak terdengar.“Ada masalah apa?” tanya Bude Ratmi serius.“Enggak tahu, Bude. Nanti malam Siti boleh pinjam motor gak? Mau pulang sebentar.”“Oh, boleh. Jangan sendirian, berdua sama Yani biar ada kawannya.”“Alhamdulillah, makasih, Bude.”“Sekarang solat magrib dulu, ayok! Nanti habis makan malam, kalian pergi.”“Iya, Mak. Nanti Yani akan temenin Siti pulang,” sahut Yani.Hari memang sudah gelap, terdengar suara azan dari masjid. Sejenak, kutenangka

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 14

    Brak! Brak!Suara berisik terdengar dari gudang beras. Duh, jangan-jangan beras pada berjatuhan lagi. Mana Kakak belum pulang lagi, apa mobilnya macet atau ada masalah apa di jalanan. Setiap ada keributan, Mbak Rena tak pernah perduli. Ia tetap berdiam diri di dalam kamarnya.“Suara apaan? Apa suara maling?”Cepat-cepat kutinggalkan toko dan menuju gudang beras. Pintunya memang tak dikunci kalau siang karena Kakak sering masuk untuk ambil beras. Setelah pintu terbuka, tak ada kekacauan apa-pun. Semua tampak biasa-biasa saja.“Mana suara beras jatuh tadi, ya? Kok, enggak ada.” Aku terus berjalan memeriksa ruangan.Karena lelah, aku d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status