Shawn tiba di kediaman ibunya setelah terbang sekitar 1,5 jam dan mendarat dengan selamat. Sementara Kiriko memang tidak kemana-mana. Ia berbohong pada Shawn dengan mengatakan jika tengah bersama teman-temannya. Kiriko tak ingin membuat putranya itu curiga, jadi ia ingin terlihat seperti sedang menikmati hidup seperti biasa.
Dari jauh terlihat Shawn keluar dari pesawat latih kecil miliknya itu dan berjalan separuh berlari ke arah dalam mansionnya. Setelah masuk, sang Ibu terlihat keluar dan dengan manisnya menyambutnya.
"Kamu sudah tiba, Shawn. Ayo masuk ... sebaiknya kita bersiap untuk makan malam." Shawn menggelengkan kepala pada ajakan ibunya itu. Kiriko terdiam, Shawn tak pernah lagi mau makan dengannya kecuali saat terakhir ia datang bersama Kiran.
"Apa kamu tidak lapar?"
"Aku perlu bicara denganmu!" jawab Shawn dengan nada dingin dan dengusan sedikit keras seperti biasa. Ia berjalan begitu saja melewati ibunya dan berjalan ke ruang salah satu ruanga
Sekarang setelah Shawn gagal memberikan uang pada Yousef Kanishka, ia jadi lebih sedikit paranoid dan gampang cemburu. Bagaimana caranya agar ia bisa mengurung Kiran di rumah tanpa keluar bekerja? Tapi apa itu mungkin.Kiran pasti akan curiga. Meski tanpa sepengetahuan Shawn, Kiran memang sudah mulai curiga. Ia merasa seperti sudah diikuti oleh beberapa orang. Tapi kecurigaan itu terus ditepisnya. Sampai ketika ia dibantu oleh seseorang saat beberapa berkasnya jatuh, sepertinya ia pernah melihat wajah pria tersebut.Kiran mencoba mengingat sampai akhirnya ia tahu jika pria itu adalah salah satu siswa di akademi militer. Kiran memang sudah curiga jika suaminya mungkin memerintahkan beberapa orang untuk mengikutinya namun ia belum memiliki bukti. Sampai akhirnya, Kiran membuat Shawn mengakui semuanya.Malam itu, Kiran membuatkan susu madu seperti biasa dan masuk ke dalam ruang kerja Shawn. Shawn yang tengah berbicara dengan teman-temannya lalu tersenyum saat melih
Shawn sebenarnya cukup lelah hari ini. Selain karena ia harus rapat internal mengenai latihan bersama negara-negara yang tergabung dalam pakta atlantik utara NATO, juga karena hal-hal administratif lainnya yang menyita seluruh waktunya hari ini. Tapi begitu ia sedikit lenggang dan bisa pulang untuk beristirahat, Shawn tak lupa membeli bunga dan beberapa makanan untuk Kiran di rumah. Setidaknya Kiran pasti sudah pulang dari pekerjaannya mengingat belakangan Shawn memang sangat sibuk. Ia kerap pulang malam. “Sampai jumpa besok, Blue!” ujar Shawn begitu Blue mengantar hingga lobi apartemen. “Selamat malam, Admiral!” balas Blue memberikan buket bunga dan sebuah paper bag berisi beberapa cemilan kesukaan Kiran. Shawn lalu berbalik dan berjalan ke arah lift sambil menenteng paper bag dan membawa bunga. Setelah memastikan Shawn masuk ke dalam lift barulah Blue pergi dari lobi apartemen mewah tersebut. Sementara Shawn dengan senyuman dan rasa lelah yang membu
Kiran tau jika firasatnya memang benar. Shawn menyembunyikan sesuatu darinya dan itu melibatkan ayahnya. Kiran sesungguhnya mulai curiga dengan pernikahannya sejak awal. Tapi ia tak ingin menduga apapun sama sekali. Tak ada bukti yang menyatakan jika pernikahannya palsu. Ia menandatangani semua surat dan akta pernikahan yang sah di mata hukum. Lalu apa yang salah?Firasat akan terjadinya sesuatu yang aneh dirasakannya kembali saat malam pengantinnya. Ketika Shawn bahkan tak mau melihat wajahnya sama sekali. Tapi semuanya seperti sirna saat ia dan Shawn dipertemukan dalam pertemuan yang manis setelahnya.Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dirasakan Kiran saat melihat Shawn untuk pertama kali. Ia mungkin memang Jaksa yang sudah bertemu banyak orang, namun baru kali itu Kiran melihat foto seorang pria dalam balutan seragam putih Navy yang gagah dan membuat hatinya berdegup.Jantungnya bahkan hampir copot ketika Shawn pertama kali memergokinya di ruang sauna
Kiran Kanishka pulang dari beraktifitas setelah lelah bekerja seharian. Ada banyak kasus yang harus ia diskusikan dengan para jaksa sebelum memulai proses perkara di pengadilan. Meskipun demikian, Kiran tetap mementingkan suaminya. Setidaknya ia bisa memasak makan malam untuk suaminya.Sesibuk apapun Shawn selama ini, ia selalu berusaha untuk makan malam di rumah. Terlebih saat ancaman dari Kanishka makin membuatnya tak bisa berlama-lama di luar.Begitu Kiran tiba di depan koridor hendak masuk ke Penthouse-nya, seorang pria yang sangat Kiran kenal sudah berdiri bersandar pada dinding depan pintu Penthouse.“Ayah?” Yousef lalu menengakkan posisi tubuhnya dan tersenyum menghadap Kiran.“Kamu baru pulang, Nak?” sapa Yousef pada putrinya. Ia pun berjalan menghampiri dan Kiran membalas dengan senyuman manis yang sama.“Iya, Ayah. Apa yang Ayah lakukan disini? Ayah mencari siapa?”“Ayah mencarimu. Ayah dat
Shawn masih tak bergeming soal surat permohonan cerai yang seharusnya ia tandatangani sebelum besok. Sudah satu hari berlalu dan Shawn masih bersikap seperti tak ada yang terjadi di depan Kiran. Padahal Shawn nyaris tak tidur meski sudah lelah berhubungan dengan Kiran.Saat istrinya tertidur di pelukannya usai bercinta seperti biasa, Shawn tak memejamkan matanya sama sekali. Ia terus memeluk Kiran dan membelai rambut indahnya. Bibir Shawn ikut mengecup kening Kiran berkali-kali.“Aku takkan pernah menceraikanmu, lebih baik aku mati!” gumam Shawn di atas ubun-ubun Kiran. Shawn mungkin mengira Kiran tak mendengar yang dikatakan oleh suaminya. Tapi mata cantik itu terbuka saat Shawn bicara.“Cerai?” tanya Kiran dalam hatinya. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ada kata-kata cerai? Namun Kiran tak bergerak sama sekali sehingga Shawn tak mengetahui jika istrinya itu mendengar gumaman lembutnya.Shawn sudah tak punya cara lain.
Shawn tak percaya yang ia lihat di kamar walk in closet miliknya. Seluruh pakaian Kiran tak ada lagi di sana.“Tidak ...”“KIRAN!” teriak Shawn langsung keluar dari walk in closet dan berjalan ke seluruh penthouse mencari Kiran ke seluruh sudut rumah. Shawn jadi tersengal dan panik.Tidak mungkin Kiran meninggalkannya begitu saja. Shawn tak percaya semua itu, Kiran begitu menghormatinya. Ia tak keluar Penthouse bahkan untuk ke lobi jika Shawn tak mengijinkan.“Little Flower ... kamu di mana Sayang?” gumam Shawn mulai menggeledah kamera pengawas di dalam rumah. Shawn membuka semua file dan memutarnya.Yousef Kanishka terlihat masuk ke dalam rumah dan Shawn tak mengetahuinya. Ia tak mengecek Kiran hari ini dan terjadi selama ia teledor.Shawn menonton semuanya, termasuk saat Kiran terlihat berbicara dengan Yousef dan ia tampak menangis. Ada secarik kertas yang dibaca oleh Kiran dan itu membuat Shawn benar-benar kesal. Ia mengepalkan tangan saat Yousef kemudian menarik tangan Kiran yang
Kiran tak masuk kerja hari ini. ia hanya menghabiskan waktu duduk atau berbaring di ranjangnya. Kiran kembali ke kamar lamanya di kediaman Kanishka. Kamar itu dulu juga pernah diinapi oleh Shawn selama satu malam namun kini Kiran tidur sendirian.Hatinya begitu merindukan Shawn, suaminya. Meskipun rasa kecewa itu memang ada, tapi Kiran ingin mendengar penjelasan dari Shawn. Ia tak boleh egois dan hanya berpikir untuk dirinya sendiri. Shawn seharusnya diberikan kesempatan untuk membela dirinya.Kiran lantas mengambil ponsel yang ia letakkan dibawah bantal. Ia tak menyadari jika baterai ponselnya sudah mati semenjak kemarin. Kiran pun mengecas kembali ponsel tersebut karena khawatir akan pekerjaannya.Setelah menghidupkannya, berbagai pesan masuk. Entah dari email ataupun pesan pada kolom chat. Salah satu yang terbanyak adalah dari Shawn.“Little Flower, tolong jawab aku, Sayang!”“Little Flower, kamu ada dimana. Jawab
Kiran berbalik meninggalkan lobi depan sambil berlari ke kamarnya. Ia mengurung diri dan menangis sejadinya. Hati Kiran begitu sakit begitu melihat suaminya datang meminta maaf dengan berlutut. Kiran sebenarnya ingin memberikan kesempatan pada Shawn untuk bisa menjelaskan yang sebenarnya.Tapi seakan suara di dalam dirinya tak menginginkan hal itu. Shawn benar-benar sudah berbohong dengan semua bukti yang sudah diberikan oleh Yousef, Ayahnya.Kiran tak pernah menyangka jika dirinya hanyalah sebuah jaminan. Ia tak ubahnya sebuah kertas kontrak yang tak berharga. Bibi Shimla yang berusaha mengetuk pintu untuk masuk, bahkan tak diindahkan oleh Kiran sama sekali. Ia terus menangis dan tak perduli pada apapun.Sementara Shawn yang sedang berlutut di depan mansion Kanishka dihampiri oleh Yousef dengan senyuman kemenangan.“Aku sudah bilang, jika kamu takkan pernah menang melawanku, Admiral Miller!” Shawn menaikkan pandangannya dan menatap Yousef den
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber
Napas Andrew tersengal hebat dan wajahnya memerah. Ia benar-benar kesal karena niatnya dihalangi oleh ketiga sahabatnya. Begitu pula dengan Aldrich yang begitu terengah dan marah menatap Andrew. Andrew masih tak berpakaian hanya memakai celana jeans-nya saja."Apa yang kamu lakukan, Andy?" tanya Ares lagi dengan suara lebih rendah dan lebih tenang. Isakan Chloe masih terdengar dan Jupiter masih terus memeluk untuk melindunginya."Itu bukan urusanmu!""INI URUSANKU!" teriak Ares tak sabar dan terengah. Mata Andrew dan Ares kini beradu dalam amarah yang terbakar."Kamu sudah hampir melecehkan Chloe, Andy!" Andrew malah mendengus dengan sinis mengejek Ares yang benar-benar marah padanya."Kamu bilang aku melecehkannya! DIA ITU PACARKU!" balas Andrew berteriak bahkan sampai menunjuk Ares di depannya."BERANINYA KAMU BILANG DIA PACARMU!" sahut Aldrich ikut meledak marah dan menunjuk wajah Andrew."Apa! Apa urusanmu!" sahut Andrew membalas
Shawn mulai memeriksa kamera pengawas dan hal-hal yang berhubungan dengan kedatangan Rohan ke penthouse-nya. Sebaliknya, ia tak lagi menaruh curiga pada Andrew dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Shawn terlalu fokus pada Rohan dan mulai meneruskan keinginannya untuk menyingkirkan pria itu."Hey, Andy! Apa kamu akan membuat pesta ulang tahun juga?" tanya Aldrich iseng menepuk pundak Andrew saat ia tengah menutup pintu loker. Andrew yang tak tersenyum lalu membanting pintu loker di depan Aldrich sampai membuat ia mengernyit."Kenapa memangnya?" sahut Andrew dengan rahang mengeras."Aku hanya bertanya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich lagi masih dengan wajah kebingungan dan tak mengerti. Andrew tak mau menjawab selain hanya memandangi Aldrich tajam lalu pergi begitu saja. Aldrich jadi berpaling dan melihat Andrew berlalu begitu saja.Andrew juga berpapasan dengan Jupiter di koridor yang sama dan melewatinya begitu saja."Andy?" panggil Ju
Erikkson menghela napasnya di depan Andrew usai menelepon Shawn dan melaporkan yang sudah terjadi."Sudah malam, saatnya kamu tidur!" perintah Erikkson pada Andrew tanpa tersenyum."Tidak ... jelaskan dulu padaku. Baru aku akan pergi!" sahut Andrew bersikeras. Erikkson menghela napas kesal sambil berkacak pinggang."Andy, jangan membuatku kesal. Masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Aku akan menunggu Ayahmu pulang. Dia akan tiba dalam satu atau dua jam lagi!" Andy masih mengernyitkan keningnya dan menatap Erikkson dengan pandangan tidak suka."Aku ingin penjelasan Uncle!" Erikkson menggelengkan kepalanya."Apa yang ingin kamu tahu?""Siapa Rohan Kanishka?""Dia adalah penembak ibumu!" jawab Erikkson cepat. Namun ia kemudian membuang muka dan mengusapnya dengan rasa cemas."Apa yang kamu sembunyikan?""Tidak ada, Nak! Kumohon masuklah ke kamarmu!" Andrew masih mendelik pada Erikkson yang benar-benar mendelik padanya agar ia