Mars mendekat pada Bryan dan Jayden yang melihat Shawn tengah berhadapan dengan Ramdash Kanishka namun belum tahu apa yang mereka bicarakan. Jarak mereka cukup jauh untuk menguping.
"Aku gatal mau membunuh!" bisik Mars pada Bryan. Bryan lalu melirik pada sahabatnya itu.
"Apa kamu bawa senjata? Mau mencoba milikku?" tawar Bryan dengan ekspresi datar. Jayden ikut mendengus dan melirik pada Bryan.
"Jangan kotori upacara kematian yang suci ini dengan tingkah kalian!" tegur Jayden dengan suara rendah. Mars sedikit mendesis kesal.
"Apa yang dilakukan Kanishka di sini? Mau menawar agar adiknya tak ditangkap?" sahut Mars berhasil membuat Bryan dan Jayden menoleh.
"Apa maksudmu? Apa sudah ada buktinya?" tanya Jayden pada Mars. Mars mengangguk.
"Jose baru saja mengirimkan aku pesan. Peluru yang digunakan oleh untuk menembak Kiran berasal dari sebuah senjata laras panjang buatan Rusia. Dan Rohan diketahui memiliki senjata itu. Jadi mereka akan menggele
Chloe Harristian berjalan pelan dengan segelas jus ke arah Andrew yang tengah duduk bersama Ares usai makan malam di acara pemakaman ibunya, Kiran Miller. Alis Ares langsung naik begitu melihat Chloe mendekat dan tersenyum.Andrew yang melihat wajah Ares sedikit berubah lalu memalingkan wajahnya dan melihat Chloe tengah datang mendekatinya."Aku cari Jupiter dulu!" bisik Ares langsung bangun meninggalkan Andrew di sofa. Chloe pun makin mendekat dan tersenyum manis pada Andrew. Ia lalu ikut duduk di sebelah Andrew dengan sikap sedikit malu-malu."Apa kamu mau minum orange juice?" tawar Chloe dengan sikapnya yang lembut. Andrew tersenyum lalu mengambil gelas jus yang disodorkan Chloe padanya. Tapi Andrew tak langsung meminumnya. Apapun rasanya sudah tak lagi berselera untuk dilakukan. Ia malah memandang kosong ke lantai di depannya."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Chloe lagi. Andrew menoleh pada Chloe dengan matanya yang masih agak bengkak dan tersenyum ti
Rohan yang terbukti memiliki senjata untuk menembak Kiran Miller langsung ditahan di penjara NYPD untuk memproses kasusnya. Seperti layaknya tersangka lainnya, ia juga memanggil pengacara yang akan mendampinginya menyelesaikan kasus tersebut.Rohan juga hanya menjawab seperlunya saat para Detektif bertanya soal kejadian saat itu. Pada intinya dirinya tidak mengakui perbuatan tersebut meskipun peluru yang digunakan cocok.Hasil dari tim penyidik baru diterima Jose hampir dua hari kemudian. Ternyata terdapat sidik jari orang lain di pegangan dan pelatuk senjata tersebut. Dan itu membuat tanda tanya besar karena CCTV hanya bisa menangkap satu orang yang tengah menodongkan senjatanya di atap sebuah bangunan pada hari itu. Itu pun tak begitu jelas dan cukup bias.Jose sudah melakukan segala cara untuk mencari video pembanding namun tak mendapatkannya sama sekali. Bukti yang ia dapat tak cukup bisa digunakan untuk menjerat Rohan ke hukuman maksimal.Sedangkan k
Andrew memandang tajam pada Ares yang merebut ponsel yang tengah ia tonton. Ia terlihat kesal dan marah pada Ares yang begitu saja menarik benda itu."Apa yang kamu lakukan, Ares!" tanya Andrew lagi dengan ekspresi yang tak berubah."Tidak ada. Aku hanya tidak ingin kamu jadi stres gara-gara masalah itu," jawab Ares beralasan. Keduanya masih tetap saling menatap tajam satu sama lain."Siapa yang menyuruhmu melakukan ini padaku? Aku hanya ingin tahu kebenarannya!""Untuk apa? Biarkan The Seven Wolves yang mengatasinya!" jawab Ares cepat dan membuat Andrew jadi melebarkan matanya."Aku tidak peduli. Berikan padaku, aku harus tahu siapa pembunuh ibuku!""Andy ... " Ares menggeleng pada Andrew dengan raut wajah cemas. Tapi Andrew tak peduli dan memilih berjalan ke arah Ares lalu merebut ponsel yang tengah ia pegang dan menonton berita lagi.Ares hanya bisa diam dan masih tersengal. Ia tak mungkin bisa melarang Andrew atau mereka bisa bert
Kalimat menyakitkan didengar oleh Shawn pada pengambilan keputusan atas kejahatan dan vonis hukuman untuk Rohan beberapa minggu kemudian. Setelah melewati beberapa kali persidangan yang cukup menguras tenaga, akhirnya juri harus memberikan kesimpulannya agar Hakim bisa mengambil keputusannya.Sambil mengepalkan tangannya, Shawn harus menyaksikan pembunuh istrinya dihukum bukan untuk kasus pembunuhan melainkan kepemilikan senjata ilegal.Untuk itu, Rohan dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Sementara untuk pembunuhan, Rohan dianggap tidak terbukti bersalah. Bukti DNA dari darah yang sebenarnya dengan sidik jari yang tertinggal pada pelatuk senjata adalah cocok. Artinya pembunuh yang sebenarnya dibunuh setelah membunuh Kiran.Rasanya kepala Shawn sudah hampir meledak ingin segera menghabisi Rohan yang duduk diam di tempatnya tanpa bicara atau menunjukkan ekspresi apa pun.Di hari pembacaan vonis, Ramdash juga ikut datang untuk mendengar vonis bagi adiknya.
Bunyi piano organ milik Andrew memulai latihan band hari ini. Kali ini mereka akan membawakan lagu Heathens milik 21 pilots di studio latihan yang merupakan hadiah dari salah satu Paman mereka, Arjoona Harristian.Suara Ares yang mulai pecah di usia yang sudah remaja membuat lagu tersebut jadi terdengar manis namun sangar. Lalu suara Andrew mengikuti lirik chorus yang sedang dinyanyikan Ares begitu terdengar gebukan drum kaki milik Aldrich.Jupiter langsung menyelaraskan dengan bass miliknya sehingga tercipta harmoni yang membuat lagu berjalan dengan baik. Ares memiliki kemampuan memetik gitar di atas anak-anak sebayanya terutama gitar elektrik yang mulai dikoleksinya. Begitu pula dengan Andrew yang bisa memainkan berbagai macam jenis piano bahkan organ klasik.Band diberi nama The Skylar itu membuat nama keempat personelnya jadi terkenal di sekolah menengah pertama tempat mereka bersekolah kini. Selain sebagai band, mereka juga bersahabat satu sam
"Ehm ... Shawn. Mereka sudah di sini jadi tak perlu menyusul. Setelah latihan aku sendiri yang akan mengantarkan mereka semua pulang," ujar Jayden menatap satu persatu anak-anaknya dengan pandangan tajam. Dari seberang sana terdengar suara helaan napas lega Shawn."Bisa aku bicara dengan Andrew?" tanya Shawn kemudian. Jayden melepaskan ponselnya dan menyodorkan ponselnya pada Andrew."Tenangkan napasmu!" bisik Jayden merapal dengan gerakan mulutnya. Andrew menarik napasnya yang tersengal dengan lebih tenang lalu mengambil ponsel dan bicara pada ayahnya."Dad ...""Andy, kemana saja kamu? Daddy berusaha menghubungimu, tapi ponselmu sekarang malah tak aktif." Andrew terlihat menoleh ke arah Jupiter yang memandanginya dengan napas tersengal."Aku ... makan dengan Ares dan yang lainnya. Kami ... terlalu lama mengobrol dan lupa waktu, jadi kami terlambat," jawab Andrew mencoba beralasan. Pandangan mata Andrew lalu beralih pada Jayden yang sudah melipat
Ares masih menatap tajam pada Andrew usai ia menyalahkan kelompok rahasia yang juga melibatkan ayahnya sebagai salah satu anggota. Andrew akhirnya sedikit menundukkan pandangannya dan melihat ke arah lain."Tapi ... apa urusan kita dengan mereka. Kita kan cuma anak-anak!" sahut Aldrich berpaling lagi pada Andrew."Justru karena kita anak-anak. Mungkin mereka berharap bisa mendapatkan sesuatu dari kita," jawab Andrew ikut menoleh pada Aldrich."Kita tidak bisa bicara seperti itu. The Seven Wolves adalah keluarga kita. Kita semua bersaudara. Jika ada masalah, maka kita semua harus saling membantu," tambah Jupiter kemudian."Kalau begitu ayo kita laporkan pada Ayah kita masing-masing!" usul Aldrich lagi memotong dengan cepat."Jangan! Kita tidak bisa melibatkan orang tua kita seperti itu!" bantah Ares baru bicara. Aldrich jadi mengernyitkan kening dan mendesis kesal."Memangnya kenapa?" Ares masih diam dan berpikir sejenak."Aku tidak ya
"Baik, jika kalian mau main rahasia, kita akan melakukannya. Tapi dengan adil. Jika kalian tidak ingin buka mulut atas apa yang terjadi, Om akan bawa kalian ke rumah sakit sekarang!" ancam Jayden membuat ke empat anak itu melihat ke arahnya.Ujung bibir Jayden sedikit naik membentuk cengiran jahat yang paling ditakuti anak-anak itu. Jika Jayden sudah berekspresi seperti itu, mereka tak kan bisa lepas."Kalian dikejar oleh siapa?" tanya Jayden dengan nada suara yang tegas. Ares masih mengaduh kesakitan meski sudah mulai agak tenang karena rasa ngilu yang masih tersisa.Sedangkan Aldrich masih terengah ingin membuka mulutnya tapi Andrew maju terlebih dahulu."Kami tidak dikejar siapa pun, Om. Kami hanya ... berlari karena terlambat untuk ujian kenaikan sabuk!" jawab Andrew mulai berbohong. Aldrich sampai kaget membuka mulutnya. Andrew terkenal dengan kejujurannya. Ia tak kan pernah berbohong dalam keadaan apa pun. Tapi mengapa kali ini ia malah berbohong pa
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber
Napas Andrew tersengal hebat dan wajahnya memerah. Ia benar-benar kesal karena niatnya dihalangi oleh ketiga sahabatnya. Begitu pula dengan Aldrich yang begitu terengah dan marah menatap Andrew. Andrew masih tak berpakaian hanya memakai celana jeans-nya saja."Apa yang kamu lakukan, Andy?" tanya Ares lagi dengan suara lebih rendah dan lebih tenang. Isakan Chloe masih terdengar dan Jupiter masih terus memeluk untuk melindunginya."Itu bukan urusanmu!""INI URUSANKU!" teriak Ares tak sabar dan terengah. Mata Andrew dan Ares kini beradu dalam amarah yang terbakar."Kamu sudah hampir melecehkan Chloe, Andy!" Andrew malah mendengus dengan sinis mengejek Ares yang benar-benar marah padanya."Kamu bilang aku melecehkannya! DIA ITU PACARKU!" balas Andrew berteriak bahkan sampai menunjuk Ares di depannya."BERANINYA KAMU BILANG DIA PACARMU!" sahut Aldrich ikut meledak marah dan menunjuk wajah Andrew."Apa! Apa urusanmu!" sahut Andrew membalas
Shawn mulai memeriksa kamera pengawas dan hal-hal yang berhubungan dengan kedatangan Rohan ke penthouse-nya. Sebaliknya, ia tak lagi menaruh curiga pada Andrew dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Shawn terlalu fokus pada Rohan dan mulai meneruskan keinginannya untuk menyingkirkan pria itu."Hey, Andy! Apa kamu akan membuat pesta ulang tahun juga?" tanya Aldrich iseng menepuk pundak Andrew saat ia tengah menutup pintu loker. Andrew yang tak tersenyum lalu membanting pintu loker di depan Aldrich sampai membuat ia mengernyit."Kenapa memangnya?" sahut Andrew dengan rahang mengeras."Aku hanya bertanya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich lagi masih dengan wajah kebingungan dan tak mengerti. Andrew tak mau menjawab selain hanya memandangi Aldrich tajam lalu pergi begitu saja. Aldrich jadi berpaling dan melihat Andrew berlalu begitu saja.Andrew juga berpapasan dengan Jupiter di koridor yang sama dan melewatinya begitu saja."Andy?" panggil Ju
Erikkson menghela napasnya di depan Andrew usai menelepon Shawn dan melaporkan yang sudah terjadi."Sudah malam, saatnya kamu tidur!" perintah Erikkson pada Andrew tanpa tersenyum."Tidak ... jelaskan dulu padaku. Baru aku akan pergi!" sahut Andrew bersikeras. Erikkson menghela napas kesal sambil berkacak pinggang."Andy, jangan membuatku kesal. Masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Aku akan menunggu Ayahmu pulang. Dia akan tiba dalam satu atau dua jam lagi!" Andy masih mengernyitkan keningnya dan menatap Erikkson dengan pandangan tidak suka."Aku ingin penjelasan Uncle!" Erikkson menggelengkan kepalanya."Apa yang ingin kamu tahu?""Siapa Rohan Kanishka?""Dia adalah penembak ibumu!" jawab Erikkson cepat. Namun ia kemudian membuang muka dan mengusapnya dengan rasa cemas."Apa yang kamu sembunyikan?""Tidak ada, Nak! Kumohon masuklah ke kamarmu!" Andrew masih mendelik pada Erikkson yang benar-benar mendelik padanya agar ia