Andrew membuka matanya perlahan. Rasanya begitu silau karena tirai kaca jendela yang berada di depannya. Perlahan matanya mulai membuka sempurna tapi tirai itu bukanlah berwarna biru dengan ornamen awan melainkan putih tanpa pola apa pun.
'Ini bukan kamarku,' gumam Andrew dalam hatinya.
Andrew masih di posisi menyamping dan ia belum bergerak dari posisinya itu. Rasanya ia baru saja bermimpi buruk soal ibunya. Tapi keningnya mengernyit ketika melihat ada katup infus di salah satu punggung tangannya.
Dengan wajah kebingungan ia bertanya-tanya pada dirinya, apa yang sebenarnya terjadi sehingga ia bisa terbaring dan dipasangi infus seperti ini. Sejak kapan ia sakit?
Andrew mencoba memandang ke sekitarnya sambil mengingat yang sudah terjadi. Rasanya beberapa menit lalu dia masih berada di sekolah. Terakhir ia bicara dengan Jupiter dan masih bisa mengingat dengan jelas senyuman sahabatnya itu.
Namun dia akhirnya keluar dan sempat melihat lalu melambai pa
Mars memisahkan diri dari teman-temannya dan Shawn yang masih mencoba ditenangkan. Ia mengambil ponsel dan menghubungi Jose Gonzales. Mars harus tahu apa yang sudah terjadi di luar sana termasuk siapa pembunuh Kiran. "Katakan padaku kabar baik!" ujar Mars tanpa basa basi begitu sambungan telepon tersambung. "Kami masih mencari penembaknya, tim forensik tengah menyelidiki selongsong peluru yang digunakan. Diperkirakan Nyonya Miller ditembak dari bangunan seberang SD Wollington," jawab Jose memberikan laporannya. "Lalu siapa calon tersangka kalian?" Jose terdengar menghela napas berat beberapa detik sebelum menjawab. "Belum ada." "Kamu gila ya? Seorang Hakim Mahkamah Konstitusi dibunuh dan kamu belum punya calon tersangka atau orang yang kalian curigai?" hardik Mars dengan suara tertahan. Ia menggeram marah dan rasanya bisa menghantam sesuatu. "Kita tidak boleh bergerak karena emosi. Aku tahu kalian semua marah, tapi jika tidak ada bukti
"AAAAHKKK!" Rohan melempar dengan kesal ponsel yang ia gunakan untuk menerima panggilan dari Ramdash sebelumnya ke dinding di depannya sampai benda itu pecah dan hancur. Ia tersengal marah namun juga sakit dan menyesal.Kini perbuatannya mulai menuai konsekuensi yang tak kan ia sukai. Kakaknya Ramdash sudah jelas-jelas akan menentangnya sekarang. Rohan hanya tinggal menunggu waktu dirinya akan ditangkap oleh pihak kepolisian karena dituduh membunuh seorang Hakim Mahkamah Konstitusi.Tak cukup ponsel, tangannya juga menyapu apa pun yang ada di atas meja kerjanya. Sampai sebuah amplop melayang dari balik sebuah kotak tepat ke atas meja di depannya. Rohan tertegun melihat amplop yang ia ketahui diberikan oleh Arjan kemarin. Ia belum membuang surat yang dikirimkan oleh Kiran tersebut.Setelah menelan ludah, tangan Rohan menjulur dan mengambil amplop tersebut untuk membukanya. Ia jadi ingin tahu apa yang sebenarnya dituliskan Kiran untuk dirinya.Rohan membuka
Shawn perlahan menoleh pada Nathan atas apa yang diucapkannya baru saja. Kalimat tercekat di tenggorokannya dan tak mau keluar, rasanya menelan ludah saja jadi begitu sulit.Nathan masih memandang Shawn dan tak bicara lagi setelah mengatakan sebuah kenyataan."Jadi dia sedang hamil dan tak bilang padaku?" gumam Shawn masih memandang tajam pada Nathan."Aku rasa dia tak tahu jika sedang hamil." Shawn memalingkan wajahnya dari Nathan dan menegakkan punggungnya bersandar di kursi tunggu dengan sebelah lengannya tengah diinfus."Kiran adalah wanita terbaik yang pernah aku temui dalam hidupku. Sampai akhirnya pun dia akan tetap jadi yang terbaik." Nathan mengatupkan bibirnya dan ikut bersandar seperti Shawn."Sudah ada yang menemaninya sekarang. Harusnya kamu tak perlu khawatir lagi. Andrew lebih membutuhkan Ayahnya." Air mata Shawn kembali menetes.Kenangan saat Kiran hamil anak pertama mereka, Andrew, terlintas di benaknya. Semua sikap manis Ki
Acara pemakaman Kiran telah disepakati dilakukan tiga hari setelah penembakan itu. Arjoona sudah berkonsultasi dengan pendeta Hindu yang akan memimpin proses pemakaman Kiran.Oleh karena Kiran ternyata diketahui tengah hamil, ia boleh tidak menjalani proses kremasi seperti layaknya penganut Hindu lainnya. Shawn akhirnya memutuskan untuk tetap mengikuti adat pemakaman Hindu dengan mengremasinya lalu menanamkan abunya di salah satu sudut mansion Miller yang telah disiapkan.Sebelumnya, Shawn akan menemui Andrew yang sudah berada di rumah sakit hampir dua hari. Ia sudah menguatkan hati akan menemui putranya dan hidup bersama. Begitu ia membuka pintu, Shawn tersenyum dan Andrew yang tengah mengobrol dengan Darren Alexander dan Anthony Lin lantas menoleh ke arahnya.Ia semringah menyengir dan langsung bangun dari tempat tidurnya. Shawn tersenyum lebih lebar dan membuka kedua lengannya."Daddy!" pekik Andrew begitu bahagia bertemu dengan Ayahnya lagi. Shawn lan
Mars mendekat pada Bryan dan Jayden yang melihat Shawn tengah berhadapan dengan Ramdash Kanishka namun belum tahu apa yang mereka bicarakan. Jarak mereka cukup jauh untuk menguping."Aku gatal mau membunuh!" bisik Mars pada Bryan. Bryan lalu melirik pada sahabatnya itu."Apa kamu bawa senjata? Mau mencoba milikku?" tawar Bryan dengan ekspresi datar. Jayden ikut mendengus dan melirik pada Bryan."Jangan kotori upacara kematian yang suci ini dengan tingkah kalian!" tegur Jayden dengan suara rendah. Mars sedikit mendesis kesal."Apa yang dilakukan Kanishka di sini? Mau menawar agar adiknya tak ditangkap?" sahut Mars berhasil membuat Bryan dan Jayden menoleh."Apa maksudmu? Apa sudah ada buktinya?" tanya Jayden pada Mars. Mars mengangguk."Jose baru saja mengirimkan aku pesan. Peluru yang digunakan oleh untuk menembak Kiran berasal dari sebuah senjata laras panjang buatan Rusia. Dan Rohan diketahui memiliki senjata itu. Jadi mereka akan menggele
Chloe Harristian berjalan pelan dengan segelas jus ke arah Andrew yang tengah duduk bersama Ares usai makan malam di acara pemakaman ibunya, Kiran Miller. Alis Ares langsung naik begitu melihat Chloe mendekat dan tersenyum.Andrew yang melihat wajah Ares sedikit berubah lalu memalingkan wajahnya dan melihat Chloe tengah datang mendekatinya."Aku cari Jupiter dulu!" bisik Ares langsung bangun meninggalkan Andrew di sofa. Chloe pun makin mendekat dan tersenyum manis pada Andrew. Ia lalu ikut duduk di sebelah Andrew dengan sikap sedikit malu-malu."Apa kamu mau minum orange juice?" tawar Chloe dengan sikapnya yang lembut. Andrew tersenyum lalu mengambil gelas jus yang disodorkan Chloe padanya. Tapi Andrew tak langsung meminumnya. Apapun rasanya sudah tak lagi berselera untuk dilakukan. Ia malah memandang kosong ke lantai di depannya."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Chloe lagi. Andrew menoleh pada Chloe dengan matanya yang masih agak bengkak dan tersenyum ti
Rohan yang terbukti memiliki senjata untuk menembak Kiran Miller langsung ditahan di penjara NYPD untuk memproses kasusnya. Seperti layaknya tersangka lainnya, ia juga memanggil pengacara yang akan mendampinginya menyelesaikan kasus tersebut.Rohan juga hanya menjawab seperlunya saat para Detektif bertanya soal kejadian saat itu. Pada intinya dirinya tidak mengakui perbuatan tersebut meskipun peluru yang digunakan cocok.Hasil dari tim penyidik baru diterima Jose hampir dua hari kemudian. Ternyata terdapat sidik jari orang lain di pegangan dan pelatuk senjata tersebut. Dan itu membuat tanda tanya besar karena CCTV hanya bisa menangkap satu orang yang tengah menodongkan senjatanya di atap sebuah bangunan pada hari itu. Itu pun tak begitu jelas dan cukup bias.Jose sudah melakukan segala cara untuk mencari video pembanding namun tak mendapatkannya sama sekali. Bukti yang ia dapat tak cukup bisa digunakan untuk menjerat Rohan ke hukuman maksimal.Sedangkan k
Andrew memandang tajam pada Ares yang merebut ponsel yang tengah ia tonton. Ia terlihat kesal dan marah pada Ares yang begitu saja menarik benda itu."Apa yang kamu lakukan, Ares!" tanya Andrew lagi dengan ekspresi yang tak berubah."Tidak ada. Aku hanya tidak ingin kamu jadi stres gara-gara masalah itu," jawab Ares beralasan. Keduanya masih tetap saling menatap tajam satu sama lain."Siapa yang menyuruhmu melakukan ini padaku? Aku hanya ingin tahu kebenarannya!""Untuk apa? Biarkan The Seven Wolves yang mengatasinya!" jawab Ares cepat dan membuat Andrew jadi melebarkan matanya."Aku tidak peduli. Berikan padaku, aku harus tahu siapa pembunuh ibuku!""Andy ... " Ares menggeleng pada Andrew dengan raut wajah cemas. Tapi Andrew tak peduli dan memilih berjalan ke arah Ares lalu merebut ponsel yang tengah ia pegang dan menonton berita lagi.Ares hanya bisa diam dan masih tersengal. Ia tak mungkin bisa melarang Andrew atau mereka bisa bert
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber
Napas Andrew tersengal hebat dan wajahnya memerah. Ia benar-benar kesal karena niatnya dihalangi oleh ketiga sahabatnya. Begitu pula dengan Aldrich yang begitu terengah dan marah menatap Andrew. Andrew masih tak berpakaian hanya memakai celana jeans-nya saja."Apa yang kamu lakukan, Andy?" tanya Ares lagi dengan suara lebih rendah dan lebih tenang. Isakan Chloe masih terdengar dan Jupiter masih terus memeluk untuk melindunginya."Itu bukan urusanmu!""INI URUSANKU!" teriak Ares tak sabar dan terengah. Mata Andrew dan Ares kini beradu dalam amarah yang terbakar."Kamu sudah hampir melecehkan Chloe, Andy!" Andrew malah mendengus dengan sinis mengejek Ares yang benar-benar marah padanya."Kamu bilang aku melecehkannya! DIA ITU PACARKU!" balas Andrew berteriak bahkan sampai menunjuk Ares di depannya."BERANINYA KAMU BILANG DIA PACARMU!" sahut Aldrich ikut meledak marah dan menunjuk wajah Andrew."Apa! Apa urusanmu!" sahut Andrew membalas
Shawn mulai memeriksa kamera pengawas dan hal-hal yang berhubungan dengan kedatangan Rohan ke penthouse-nya. Sebaliknya, ia tak lagi menaruh curiga pada Andrew dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Shawn terlalu fokus pada Rohan dan mulai meneruskan keinginannya untuk menyingkirkan pria itu."Hey, Andy! Apa kamu akan membuat pesta ulang tahun juga?" tanya Aldrich iseng menepuk pundak Andrew saat ia tengah menutup pintu loker. Andrew yang tak tersenyum lalu membanting pintu loker di depan Aldrich sampai membuat ia mengernyit."Kenapa memangnya?" sahut Andrew dengan rahang mengeras."Aku hanya bertanya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich lagi masih dengan wajah kebingungan dan tak mengerti. Andrew tak mau menjawab selain hanya memandangi Aldrich tajam lalu pergi begitu saja. Aldrich jadi berpaling dan melihat Andrew berlalu begitu saja.Andrew juga berpapasan dengan Jupiter di koridor yang sama dan melewatinya begitu saja."Andy?" panggil Ju
Erikkson menghela napasnya di depan Andrew usai menelepon Shawn dan melaporkan yang sudah terjadi."Sudah malam, saatnya kamu tidur!" perintah Erikkson pada Andrew tanpa tersenyum."Tidak ... jelaskan dulu padaku. Baru aku akan pergi!" sahut Andrew bersikeras. Erikkson menghela napas kesal sambil berkacak pinggang."Andy, jangan membuatku kesal. Masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Aku akan menunggu Ayahmu pulang. Dia akan tiba dalam satu atau dua jam lagi!" Andy masih mengernyitkan keningnya dan menatap Erikkson dengan pandangan tidak suka."Aku ingin penjelasan Uncle!" Erikkson menggelengkan kepalanya."Apa yang ingin kamu tahu?""Siapa Rohan Kanishka?""Dia adalah penembak ibumu!" jawab Erikkson cepat. Namun ia kemudian membuang muka dan mengusapnya dengan rasa cemas."Apa yang kamu sembunyikan?""Tidak ada, Nak! Kumohon masuklah ke kamarmu!" Andrew masih mendelik pada Erikkson yang benar-benar mendelik padanya agar ia