Tak terasa sudah dua minggu semenjak Liora melahirkan, kakinya yang membengkak sudah mulai pulih sepenuhnya. Hanya pipinya yang gembul belum pulih, masih tetap sama seperti bakpau.
Kevin mendorong kereta Varka keluar dari lift, hari ini mereka akan pergi ke rumah Karin yang akhirnya menyusul Liora melahirkan. Lagi-lagi Sandra di berikan cucu laki-laki oleh kedua anaknya, pasti rumah besarnya ini akan selalu ramai oleh peperangan anak-anak beberapa tahun lagi.
“Karin sehat kan?” tanya Liora di sela perjalanan menuju rumah Karin.
“Dia sehat, bayinya juga sehat. Kita lihat nanti kalau sudah sampai di rumahya Altar, dia pasti seneng banget jadi ayah.”
“Terus kamu sendiri seneng gak jadi ayahnya Varka?”
“Tak bisa di ungkap dengan kata-kata, yang pasti senengnya kebangetan.” jawab Kevin, Liora tersenyum sampai mereka tiba di kediaman rumah Karin. Di sana sudah ada dua sahabat Karin yang tidak begitu Liora k
“Kamu naik dulu ke kamar, aku mau ke ruang kerja sebentar.” ucap kevin, Liora mendorong kereta Varka ke lift sedangkan Kevin berjalan ke ruang kerjanya. Di sana ia berjalan membuka laci meja, mengeluarkan dokumen di map hijau tapi tatapan Kevin tak sengaja melihat secarik kertas di bawah laptop. Penasaran, Kevin pun mengambil kertas itu. Membaca tulisan di atas kertas, tulisan itu tak banyak berubah sejak bertahun-tahun berlalu, ketika membaca tulisan di kertas tersebut rasanya jantung tidak mau berdetak normal. “Aku tau kamu masih ingat tulisan ini. Jika kamu memang benar-benar ingat itu artinya kamu juga ingat tempat yang sering kita datangi saat SMA dulu, sekarang kita memang punya keluarga masing-masing, tapi aku masih memiliki perasaan yang sama besar seperti dulu, tak pernah kurang sedikit pun. Temui aku di tempat yang sering kita datangi dulu, besok aku menunggu di sana, aku harap kamu datang. Ada hal yang ingin aku bicarakan berdua denganmu, kalimat yang belum sempat aku ka
Kevin baru saja mengantarkan Liora untuk ke rumah Karin, sepertinya Liora kini lebih senang di jalan ke rumah Karin ketimbang di rumah Kevin. Di rumah Karin juga menyenangkan, ada baby baru yang belum di kasih nama. Selain itu, Liora punya teman bicara sefrekuansi, yaitu Karin.Para suami duduk di sofa ruang tamu. Kevin bersandar dengan lelah, “Al. Mira ngajak ketemuan, menurut kamu aku harus temui dia atau gak?”Altar menoleh. “Vin. Kamu udah punya istri loh, Mira cuman mantan kamu, ngapain kamu mau ketemu sama dia?” Altar balik bertanya, di jawab hembusan nafas oleh Kevin.“Aku orangnya gak enakan, Al. Dia minta ketemu di tempat dulu, ada yang mau dia omongin katanya, dan masalahnya dia belum akan pulang kalau aku gak datang ke sana, belum lagi tempat itu sekarang kalau malam bahaya.”“Terus kamu sendiri masih cinta gak sama Mira?”“Itu udah gak jelas Al. Rasanya udah lain, atau gimana kalau a
Dengan perasaan dongkol, Kevin memegang kertas di dalam sebuah amplop, benda itu belum Kevin baca isinya, Kevin mengantungi surat tersebut ketika ia meninggalkan Almira untuk kedua kalinya di tempat yang sama.Permintaan gila yang tidak akan pernah Kevin bisa lakukan. Menikahi Almira di saat Kevin masih punya Liora, itu mustahil, Kevin sudah berjanji hanya akan menjadikan Liora sebagai istrinya dan Kevin tak pernah ingkar janji mengenai hal itu.Kevin meoleh ketika mendengar ponselnya berdering. “Ya Sayang ada apa?”“Kamu di mana? Altar bilang pulang, tapi kok lama sampai dua jam?”“Aku lagi di jalan, kamu ada yang mau di titip?” tanya Kevin, ia tidak sepenuhnya berbohong karena saat ini memang sedang di perjalanan menuju ke rumah Karin.“Popoknya Varka habis, nanti kamu mampir buat beli. Ukuran yang seperti biasanya, awas kalau lupa, aku suruh kamu tukar nanti.”Kevin tertawa pelan. “Oke
“Kamu sakit?” Liora menempelkan punggung tangan di kening Kevin. “kalau sakit gak usah keja dulu, kamu istirahat aja.” katanya sambil menurunkan tangannya dari kening Kevin. Lelaki itu menoleh menata Liora yang berdiri di sampingnya.Liora memang tidak tinggi, tidak berwajah dewasa dan pertemuannya hingga terikat dengan Liora pun sangat tidak di sengaja. Namun Kevin lah orang yang membuat Liora terpaksa menikah, jika bukan karenanya, Liora pasti masih jadi gadis yang bebas tanpa terikan oleh suami dan harus membesarkan anak.“Kamu kenapa? Mau aku buatin teh? Kopi? Atau minuman yang lain?” ucap Liora menawarkan.Kevin menghembuskan nafas. “Ini sudah malam, kamu ke kamar dan tidur. Aku harus selesain kerjaan dulu.”“Kamu yakin gak kenapa-napa? Wajah kamu pucat loh, badan kamu juga agak hangat.”“Aku gak papa.” Kevin lagi-lagi berbohong, nyatanya ia sedang tidak baik-baik sa
Pukul selapan pagi, Kevin mengintip di kamar mandi melihat Liora memandikan Varka sebelum Kevin pun ikut masuk ke dalam kamar mandi. Varka mengedip kedipkan mata, tangannya mengepal seperti mau meninju, mulutnya bergerak menggemaskan di saat bagian tubuh yang lain di penuhi busa sabun.Liora dengan penuh hati-hati memandikan Varka seperti yang Sandra ajarkan. Air hangat yang sudah di atur kadar panasnya, sabun dan peralatan mandi untuk Varka pun sudah Liora ingat dengan jelas.“Awas kena mata.” Kevin segera menyeka busa di kening Varka, Liora hanya tersenyum.Kevin berjongkok, bola mata Varka melihat ke arah Kevin sembari menggerakkan tangannya. “Ih anak papi, pinter banget di mandiin sama mami gak nangis. Tambah ganteng deh.” Kevin menoel hidung Varka, bayi itu sepertinya memprotes karena yang tadinya diam kini Varka seolah sedang mengoceh lewat bibir mungilnya.“Kamu keluar aja sana.”“Nanti ah. Aku penge
Hujan turun cukup deras, Varka pun tidak berhenti menangis. Tangisnya sangat kencang berbaur dengan hujan yang turun. Kevin dan Liora kebingungan mendiamkan Varka, bayi itu juga menolak di susui, sedangkan Sandra sedang di rumah Karin jadi tidak ada yang membantu mendiamkan Varka.“Aduh-duh anak papi, jangan nangis dong.” Kevin menggendong Varka kesana kemari, tapi Varka bahkan bukannya berhenti menangis, justru tangisnya semakin keras.Liora mengecek suhu badan Varka yang hangat. Liora mencoba mengingat obat apa yang dulu ibunya pakai untuk mengobati bayi yang demam. Tapi Liora dulu tidak begitu peduli tentang mengurus bayi, jadi ia tidak begitu ingat tentang obat bayi yang sedang demam.“Aku panggilin dokter ya?” saran Kevin.“Yaudah. Varka biar aku yang gendong. Badannya anget, aku jadi khawatir.” Liora menyetuh kening Varka, bayinya masih tidak mau berhenti menangis dan itu membuat Liora sedih. Liora duduk men
Pagi hari Varka kembali rewel, tangisnya kembali seperti semalam yang membuat Liora serta Kevin jadi cemas lagi. Lima menit kemudian Sandra datang, wanita itu di beritahu beberapa saat lalu jika Varka masuk rumah sakit.“Kevin, Liora, Varka kenapa?”“Demamnya Varka sejak semalam gak turun, Ma. Semalam Varka sempat mau di susui, tapi pagi ini gak mau lagi. Nangis terus kayak gini, Liora harus bagaimana, Ma? Kasian Varka.”Sandra melihat tangan cucunya yang di infus, Liora menggedong Varka berusaha menenangkan tangis anaknya. Wajah Varka merah, tangannya mengepal dan matanya terpejam erat.“Apa kata dokter?” tanya Sandra.“Dokter bilang Varka punya sedikit masalah di bagian perut, tapi hasil tes belum keluar.”“Varka gak masuk angin, kan?”Liora dan Kevin saling tatap kemudian menggeleng bersamaan. Sandra menghela nafas, dua orang itu belum lama jadi orang tua, jadi mana
Varka sudah pulang dengan kondisi yang jauh lebih baik, Kevin membawa barang Varka sedangkan Liora sudah turun dari mobil menggendong Varka yang tertidur. Di rumah tersebut ada Karin dan Altar yang juga sedang menjaga Saga.“Dari tadi, Rin?” tanya Kevin, tas yang ia bawa di letakkan di meja.“Aku dengar Varka sakit, keadannya bagaimana?” Karin balik bertanya.“Sudah baikan.” Kevin melihat Liora, duduk di samping Karin sembari membaringkan Varka di samping Saga yang anteng meski tidak tidur.Karin menatap Varka, mau di lihat dari manapun, semakin bertambahnya usia Varka, bayi itu semakin terlihat sangat mirip dengan Kevin, tak ada yang mirip dengan Liora kecuali pipinya yang gembul, mungkin kalau besar nanti Varka tidak akan mirip dengan Liora sama sekali.Tangan Karin terulur, menyentuh pipi Varka, memastikan jika bayi itu tidak sedang kondisi demam. Varka sendiri tetap tidur dengan nyaman, di selimuti oleh selim
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin
Hari sudah malam, di hari yang sama saat kehilangan sang ibu, Kevin juga harus kehilangan putranya yang di culik oleh Almira. Pihak IT yang Kevin miliki telah melacak posisi terakhir nomor Almira yang menghubunginya berada.Kevin juga tidak jadi menghubungi Polisi, jangan sampai Almira mencelakai Varka saat kondisinya terpojok.“Bawa Varka kembali dengan selamat.” pesan Liora, ia tidak ikut saat Kevin akan pergi, Liora takut jika ia ikut nantinya malah menjadi beban untuk Kevin. Tapi tetap saja Liora cemas, ia tak berhenti berdoa agar nanti Kevin kembali membawa Varka.“Aku akan berusaha bawa Varka pulang.”Kevin mengecup singkat kening Liora sebelum pergi ke lokasi Almira berada setelah tim IT berhasil mendapatkan lokasi perempuan itu.Sementara itu, Almira menatap bayi yang amat mirip dengan Kevin masih menangis di atas tempat tidur, Almira tidak diam saja, ia sudah memberikan su-su untuk Varka dan untuk beberapa saat bayi itu sem
Masalah yang di terima oleh keluarga Kevin tak berhenti begitu saja, sepulangnya mereka dari pemakaman. Seluruh penghuni rumah terlihat panik, termasuk para pembantu di rumah besar tersebut, bahkan pak security yang berjaga di luar pun ikut panik di dalam rumah.Kevin mendekati salah satu pembantu di rumahnya. “Bik, ada apa?” tanya Kevin. Tak lama mbak Nunik lari menuruni tangga dan mbak Husni lari dari arah belakang rumah.“ADEN VARKA HILANG, DEN.” seru mbak Nunik panik, kepanikan itu spontan mempengaruhi keterkejutan Kevin dan Liora.“Kok bisa?! Varka masih dua bulan, gimana caranya bayi dua bulan hilang?” Liora kini ikut mencari, si mbok terlihat mencari di kamar Liora sampai bawah kolong tempat tidur. Meskipun mustahil bayi dua bulan merangkak ke bawah tempat tidur.“Periksa keamanan CCTV!” teriak Kevin memerintah. Dan keamanan pun mulai siaga, mereka sigap mematuhi perintah yang Kevin berikan.
Varka di titpkan ke mbok di saat Kevin dan Liora bergegas ke rumah sakit yang menampung para korban kecelakaan pesawat. Kevin bahkan tidak menoleh ke arah Liora karena fokusnya hanya ke depan untuk segera melihat kondisi ibunya, memastikan Sandra baik-baik saja. Meski kemungkinan itu tipis, Kevin tau ibunya tidak bisa berenang.“Kak Kevin juga di sini?” Kevin menoleh sekilas melihat Karin juga datang bersama Altar. “Keadaan mama bagaimana kak?”Kevin juga tidak tau, ia tidak menjawab pertanyaan Karin dan langkahnya terus mencari ruangan para korban. Karin mengikuti di belakang, Liora juga mengikuti sambil berlari.Mereka tiba di ruangan di mana ada tiga mayat di ruangan tersebut yang tertutup oleh kain berwarna putih. Ada seorang penjaga di luar ruangan, satu dokter yang baru saja keluar setelah memastikan para korban tidak bisa di selamatkan.Karin tanpa takut ataupun ragu membuka satu persatu kain putih itu untuk memastikan Sandr