Sudah berlalu tiga jam dan Liora belum sadar, sedangkan Varka terus menangis berharap agar bisa mendapat asi dari Liora. Namun karena Liora masih tak kunjung sadar alhasil Varka harus menerima su-su bubuk khusus bayi berumur kurang dari satu hari dari pihak rumah sakit.
Kevin masih kepikiran apa yang dokter katakan, Kevin menyesali tindakannya yang meninggalkan Liora, harusnya tadi ia meminta pak Said atau yang lain untuk membeli makanan yang Liora mau agar Kevin bisa sepenuhnya menjaga Liora.
Sekarang, bahkan tanpa Kevin tau apa yang terjadi dengan Liora, sampai Liora mendapat luka cukup serius didinding rahimnya, setidaknya Kevin bersyukur Liora berhasil menjaga Varka sampai lahir selamat.
Varka sudah tidak menangis lagi. Kevin menatap wajah Varka yang masih kemerahan, lalu pada Liora yang masih belum sadar. Kevin takut jika sampai Liora harus menerima pengangkatan rahim yang artinya Liora tidak akan bisa mengandung ataupun melahirkan lagi.
Merasa sanga
Pukul sepuluh pagi, Kevin baru saja memastikan Liora sudah mendapatkan pemeriksaan yang di maksud dokter kemarin, Kevin penasaran apa jawaban dokter, apapun itu semoga saja rahim Liora tidak benar-benar di angkat.Liora kini ada di ruang rawatnya bersama Sandra dan sang bayi, sedangkan Kevin di ruang dokter, bersiap mendengar kemungkinan apapun yang akan ia dengar.Dokter menghela nafas, di bawah meja tangan Kevin sudah gemetar. “Jadi bagaimana, Dok? Istri saya tidak akan kehilangan rahimnya kan?” tanya Kevin yang sudah sangat penasaran.“Pak Kevin ingat apa yang pernah saya katakan saat pertama kali bapak membawa istri bapak yang pingsan ke rumah sakit ini?” tanya dokter, Kevin mengangguk, yang di katakan dokter adalah saat Kevin belum menikahi Liora dan itu adalah hari pertama di mana Kevin tau jika Liora tengah menangandung.“Tapi istri saya bukan anak lima belas tahun, Dok. Dia udah dua puluh dua tahun, saya sendiri
Sementara Kevin dan Liora masih berada di rumah sakit, Almira di rumah Kevin merasa cemas, ia tau kejadian Liora bisa tiba-tiba jatuh karena ulahnya. Tapi bukan karena Liora masuk rumah sakit yang membuat Almira cemas, melainkan ia takut jika Liora mengatakan kebenarannya pada Kevin jika sebelum jatuh Almira adalah orang terakhir yang Liora ajak bicara.“Ngelamun terus, cucian di belakang banyak tuh. Kalau sampai Bu Sandra tau kamu malas-malasan buat kerja, pasti bakalan di pecat kamu.” tegur mbak Husni. Almira sampai terkejut tapi tak sempat untuk memprotes.Almira menghela nafas rendah, ia juga tau jika Liora sempat kritis setelah melahirkan. Entah kenapa tapi Almira merasa akan jauh lebih bagus jika Liora sekalian saja melepaskan nyawanya. Maka dengan begitu Almira punya kesempatan mendekati Kevin lagi, Almira masih sangat yakin jika Kevin juga menyimpan perasaan padanya sisa dari masa lalu.Tidak tau kenapa pikiran kejam muncul di otaknya,
Menjadi orang tua baru jelas bukan perkara mudah, yang tadinya bisa santai dengan mata terpejam nyenyak tanpa di ganggu oleh siapapun kini harus di pinggirkan lebih dulu untuk sementara. Tangis bayi pada pukul dua dini hari mengharuskan Kevin bangun, matanya terbuka melihat Liora yang sudah menggendong Varka.“Varka kenapa?” tanya Kevin serak, bergerak duduk dengan mata menyipit.“Gak tau. Tiba-tiba aja bangun terus rewel, udah aku susui juga tapi Varka tetep gak berhenti nangis.” Liora pun demikian bingung, ia juga baru menjadi orang tua.“Dia gak pipis kan?”“Enggak. Tapi badan Varka agak hangat.”Kevin mengucek sebentar kelopak mata sebelum beranjak turun dari tempat tidur, menyentuh kening Varka yang tidak hangat seperti kata Liora, justru tubuh Liora-lah yang terasa hangat menurut Kevin.“Aku yang gendong, siapa tau kalau Varka di gendong papa-nya mau diam.”
Saat malam, Liora di temani oleh Sandra untuk mengurus Varka. Bayi itu kembali terbangun tepat saat tengah malam seperti kemarin, dan kali ini Liora berhasil menidurkan Varka dan tentunya dengan bantuan Sandra.Tengah malam Varka sudah terbangun dua kali, yang tadinya kelaparan lalu pipis, Liora ekstra sabar menjadi orang tua. Ini adalah kali pertama menjadi ibu bagi Liora. Ke esokan harinya, Sandra terpaksa harus keluar dari rumah dan mempercayakan Liora pada mbak Husni.Sandra pergi untuk menjenguk Karin setelah mendapat kabar dari Altar kalau Karin mengalami kontraksi, entah itu gejala akan melahirkan atau bagaimana sehingga Sandra pagi-pagi sekali sudah pergi ke rumah Karin.Di rumah, Liora berasa sendirian, tak ada yang bisa ia ajak bicara, Varka masih bayi dan ketika bayi itu tidur, Liora hanya bisa menatapinya dengan terkagum-kagum jika saat itu Varka berada di dalam perutnya.Ceklek.! Suara pintu terbuka, Liora pikir itu mbak Husni tapi Liora sala
Tak terasa sudah dua minggu semenjak Liora melahirkan, kakinya yang membengkak sudah mulai pulih sepenuhnya. Hanya pipinya yang gembul belum pulih, masih tetap sama seperti bakpau.Kevin mendorong kereta Varka keluar dari lift, hari ini mereka akan pergi ke rumah Karin yang akhirnya menyusul Liora melahirkan. Lagi-lagi Sandra di berikan cucu laki-laki oleh kedua anaknya, pasti rumah besarnya ini akan selalu ramai oleh peperangan anak-anak beberapa tahun lagi.“Karin sehat kan?” tanya Liora di sela perjalanan menuju rumah Karin.“Dia sehat, bayinya juga sehat. Kita lihat nanti kalau sudah sampai di rumahya Altar, dia pasti seneng banget jadi ayah.”“Terus kamu sendiri seneng gak jadi ayahnya Varka?”“Tak bisa di ungkap dengan kata-kata, yang pasti senengnya kebangetan.” jawab Kevin, Liora tersenyum sampai mereka tiba di kediaman rumah Karin. Di sana sudah ada dua sahabat Karin yang tidak begitu Liora k
“Kamu naik dulu ke kamar, aku mau ke ruang kerja sebentar.” ucap kevin, Liora mendorong kereta Varka ke lift sedangkan Kevin berjalan ke ruang kerjanya. Di sana ia berjalan membuka laci meja, mengeluarkan dokumen di map hijau tapi tatapan Kevin tak sengaja melihat secarik kertas di bawah laptop.Penasaran, Kevin pun mengambil kertas itu. Membaca tulisan di atas kertas, tulisan itu tak banyak berubah sejak bertahun-tahun berlalu, ketika membaca tulisan di kertas tersebut rasanya jantung tidak mau berdetak normal.“Aku tau kamu masih ingat tulisan ini. Jika kamu memang benar-benar ingat itu artinya kamu juga ingat tempat yang sering kita datangi saat SMA dulu, sekarang kita memang punya keluarga masing-masing, tapi aku masih memiliki perasaan yang sama besar seperti dulu, tak pernah kurang sedikit pun. Temui aku di tempat yang sering kita datangi dulu, besok aku menunggu di sana, aku harap kamu datang. Ada hal yang ingin aku bicarakan berdua denganmu, k
Kevin baru saja mengantarkan Liora untuk ke rumah Karin, sepertinya Liora kini lebih senang di jalan ke rumah Karin ketimbang di rumah Kevin. Di rumah Karin juga menyenangkan, ada baby baru yang belum di kasih nama. Selain itu, Liora punya teman bicara sefrekuansi, yaitu Karin.Para suami duduk di sofa ruang tamu. Kevin bersandar dengan lelah, “Al. Mira ngajak ketemuan, menurut kamu aku harus temui dia atau gak?”Altar menoleh. “Vin. Kamu udah punya istri loh, Mira cuman mantan kamu, ngapain kamu mau ketemu sama dia?” Altar balik bertanya, di jawab hembusan nafas oleh Kevin.“Aku orangnya gak enakan, Al. Dia minta ketemu di tempat dulu, ada yang mau dia omongin katanya, dan masalahnya dia belum akan pulang kalau aku gak datang ke sana, belum lagi tempat itu sekarang kalau malam bahaya.”“Terus kamu sendiri masih cinta gak sama Mira?”“Itu udah gak jelas Al. Rasanya udah lain, atau gimana kalau a
Dengan perasaan dongkol, Kevin memegang kertas di dalam sebuah amplop, benda itu belum Kevin baca isinya, Kevin mengantungi surat tersebut ketika ia meninggalkan Almira untuk kedua kalinya di tempat yang sama.Permintaan gila yang tidak akan pernah Kevin bisa lakukan. Menikahi Almira di saat Kevin masih punya Liora, itu mustahil, Kevin sudah berjanji hanya akan menjadikan Liora sebagai istrinya dan Kevin tak pernah ingkar janji mengenai hal itu.Kevin meoleh ketika mendengar ponselnya berdering. “Ya Sayang ada apa?”“Kamu di mana? Altar bilang pulang, tapi kok lama sampai dua jam?”“Aku lagi di jalan, kamu ada yang mau di titip?” tanya Kevin, ia tidak sepenuhnya berbohong karena saat ini memang sedang di perjalanan menuju ke rumah Karin.“Popoknya Varka habis, nanti kamu mampir buat beli. Ukuran yang seperti biasanya, awas kalau lupa, aku suruh kamu tukar nanti.”Kevin tertawa pelan. “Oke