Sibuk dengan lamunan yang kemana-mana, Liora di kejutkan dengan sebuah pelukan. Liora menoleh melihat kevinlah dalang dari pelukan tersebut, Liora berdiri dari duduknya.
“Sejak kapan Pak Kevin pulang?” tanya nya.
“Baru aja sampai. Aku kangen banget sama kamu jadi gak bisa nunggu dua hari lagi.” Kevin akan kembali memeluk Liora, tidak tau kenapa tapi rasanya pengen semakin dekat dengan perempuan mungil berwajah menggemaskan ini.
Tapi Liora segera mendorong Kevin, kernyitan menguasai kening Kevin, ia terlihat bingung sampai Liora bersuara.
“Kamu mandi sana, kamu tuh dari perjalanan jauh masa pulang langsung meluk sih, bau tau.” omel nya, Kevin mengacak rambut poni Liora pelan sambil terkekeh.
“Oke,
Kevin terbangun lebih dulu dari Liora, istrinya yang mungil tapi cantik itu masih tidur dengan lelap tanpa busana di balik selimut tebal yang mereka pakai. Kevin tersenyum, semalam terasa nyata, bukan mimpi seperti apa yang pernah ia lakukan pada Liora sebelumnya.Ternyata rasanya seperti itu, baru kali ini dengan sangat sadar Kevin melakukannya dengan wanita dan itu pada istrinya sendiri yang sedang hamil. Kevin segera mengusap perut Liora, seolah memastikan anaknya baik-baik saja. Tapi apa yang Kevin lakukan justru mengusik posisi tidur nyaman Liora.Tersenyum, Kevin menarik Liora lebih dekat sampai Liora membenamkan wajahnya di da-da bidang Kevin yang juga belum memakai baju. Tangan kevin mengusap bahu Liora, membiarkan Liora tetap tidur dengan nyaman.Sesekali Kevin mengecup puncak kepala Liora, kemungkinan setelah apa yang terjadi semalam Kevin akan lebih sering memintanya lagi. Perutnya terasa geli, seperti ada yang menggelitik di dalamnya.Beberapa
Sore hari hujan turun cukup deras, Liora diam-diam memperhatikan Kevin yang sedang sibuk memangku laptop untuk membantu pekerjaan yang di lakukan dari jauh. Jika di perhatikan, dan semakin di perhatikan. Debaran jantung Liora selalu bergemuruh berlebihan ketika menatap Kevin.Lelaki tampan yang baik hati. Liora seperti mendapatkan pangeran berkuda putih yang sering muncul dalam fantasinya selama ini. Tersenyum dalam lamunan, tak sadar kalau Kevin sekarang balas menatapnya.“Kamu kenapa? Cinta sama suami sendiri?” kata Kevin menggoda, dan Karena Liora tipe orang yang sulit berbohong, kepalanya mengangguk mengiyakan.“Pak Kevin ganteng, baik lagi. Gak salah kan kalau aku suka sama Pak Kevin?” Liora malas berdalih, berkata jujur sepertinya akan jauh lebih baik. Kevin meletakan laptop ke meja, tersenyum tipis sambil menggeser duduknya mendekati Liora yang duduk di seberang sofa panjang di ruang kerja Kevin.Tangan Kevin mencubit
Tak terasa kini kandungan Liora sudah memasuki bulan ke enam. Sifat manja Liora semakin menjadi-jadi, Kevin sampai kualahan menghadapi sikap manja Liora yang semakin hari semakin tidak bisa di kendalikan. Kevin bahkan tidak punya waktu untuk ke jakarta, semua pekerjaan di limpahkan pada asisten demi bisa menjaga Liora.Saat ini Liora baru saja tidur setelah seharian Kevin di buat kebingungan, Liora yang tiba-tiba menangis tanpa sebab, Liora yang tiba-tiba ingin ini dan itu dan harus di turuti saat itu juga, Liora yang ingin di manja dengan di usap perutnya dengan kata-kata manis yang tidak pernah Kevin pikirkan sebelumnya.Kegiatan itu jelas menguras tenaga extra, Kevin harus menghela nafas sabar berkali-kali demi kesenangan calon anaknya yang akan lahir tidak lama lagi. Di tambah lagi di usia kandungan Liora yang semakin membesar, Liora butuh olahraga khusus ibu hamil, setiap tiga hari seminggu Kevin akan menemani Liora untuk olahraga rutin agar anaknya nanti la
Musim penghujan di bulan april, jalanan becek dan dedaunan basah akibat hujan yang turun mengguyur. Kendaraan beroda empat berwarna putih milik Kevin membelah jalanan becek dengan hati-hati di belakang setir kemudi.Batang pohon yang tumbang menutupi jalan menghambat perjalanan Kevin, sekitar hampir satu jam Kevin menunggu kemacetan agar bisa kembali lancar, tak lama Kevin mendapat panggilan di sela kemacetan. Kevin tidak langsung menerima panggilan tersebut, ia lebih dulu mencari ponselnya yang berdering di dalam tas kerja.Hari ini Kevin baru saja kembali dari jakarta, urusan mendesak pekerjaan mengharuskan Kevin meninggalkan Liora yang sudah memasuki bulan ke delapan sebelum kelahiran anak mereka.“Iya, Ma.” ucap Kevin begitu sudah mendapatkan ponsel.“Kevin, kamu di mana?”“Kevin lagi di perjalanan pulang ke Bandung. Sekitar setengah jam lagi kayaknya baru sampai, ini aku kejebak macet.” Kevin m
Dua ibu hamil, berbagai macam snack di hadapannya. Dua lelaki yang berperan sebagai suami hanya memandang tanpa menggangu, Kevin menoleh ke arah Altar.“Kamu udah tau anak kamu cewek atau cowok?” tanya nya.Altar menggeleng. “Biarlah jadi kejutan pas lahiran nanti. Lah kamu sendiri gimana?” Tanya balik Altar.“Ya sama, biar jadi kejutan aja pas dia lahir nanti.” jawab Kevin. “Kita bikinnya gak janjian loh padahal ya, tapi mereka ini kayaknya nanti lahirannya hanya berjarak beberapa hari deh. Karin sama Liora udah sama-sama bulat gitu.” tambah Kevin dan tentu saja percakapannya dengan Altar tak sampai ke telinga istri-istri mereka.Altar mengangguk pelan, Karin dan Liora sangat akur menyantap makanan mereka. Semua makanan ringan di beli oleh Karin karena bosan memakan cemilan ibu hamil terus menerus, sedangkan Liora jelas tidak berani memakan cemilan tanpa ijin dari Kevin tentunya.
Bayangan gadis belasan tahun yang imut, berpakaian cantik memamerkan lekuk tubuhnya. Senyum tipis di bibir kecil berisi. Rambut hitam sedikit bergelombang alami di tata secantik mungkin, mempercantik wajahnya yang memang sudah cantik.Namun, dia bukan sepenuhnya anak belasan tahun. Perut buncitnya menandakan ia bukanlah anak kecil. Di depan layar kamera, jepretan gambar dengan silau blitz kamera menangkap pose Kevin dan Liora.Karin dan Altar berdiri di belakang fotografer untuk menunggu giliran mereka foto juga. Karin tak berhenti tersenyum, menatap Kevin dan Liora, sang fotografer sendiri mengarahkan pose apa yang harus Kevin dan Liora lakukan.“Kak Kevin biasa foto formal buat isi berita kantor, sekarang dia harus foto kayak gini pasti canggung banget.” Karin tertawa pelan membuat Altar suaminya menoleh.“Kamu ini kalau mau ngerjain kakak kamu emang gak nanggung-nanggung.”“Ini bukan ngerjain tau. Lagian gak tiap ha
Waktu baru menunjukkan pukul tiga sore setelah acara pengambilan gambar selesai. Kevin mengajak Liora ke rumah sakit untuk periksa, hari ini memang waktunya periksa dan karena dokter yang sering menangani Liora sedang ada di luar kota alhasil Kevin mengajak Liora ke rumah sakit umum.“Kamu bawa buku ibu hamil?” tanya Liora karena tidak tau akan di bawa ke rumah sakit oleh Kevin.“Udah. Semua kebutuhan aku siapain biar sewaktu-waktu kita butuh gak bingung. Ayo turun, kita jumpai dokter di dalam. Dokter Widia yang sering periksa kamu lagi gak ada jadi aku bawa kamu ke sini.” Kevin menggandeng tangan Liora begitu keluar dari mobil, pintu di tutup oleh Kevin, keduanya lantas memasuki bangunan rumah sakit.Lantai putih dan dinding serba putih menyambut kedatangan Liora. Perawat dan para keluarga pasien di rumah sakit itu berlalu lalang kesana kemari sampai membuat Kevin harus mendekatkan Liora padanya agar tidak tertabrak o
Kevin turun dari lantai dua berniat untuk ke ruang kerja, ada beberapa hal yang harus ia kerjakan, Tepat menginjakkan kaki di lantai utama, Kevin langsung di hampiri oleh salah satu asisten rumah tangganya. Kevin menoleh.“Den.” panggil mbok Inem.“Ada apa mbok?” tanya Kevin.“Anu, Den. Mbok mau ijin pulang kampung, ponakan Mbok nikahan, gak enak kalau Mbok sebagai salah satu keluarga sedarah gak datang. Aden kasih ijin Mbok pulang kampung ‘kan, Den?”“Mbak Nunik juga ikut Mbok?” tanya Kevin, karena setau Kevin Nunik adalah anak dari Mbok Inem, Mbok inem mengangguk. “Mbok mau ijin berapa hari?” Kevin kembali bertanya.“Masih belum tau, Den. Kampungnya Mbok kan jauh, mungkin paling lama dua minggu. Tapi kalau Aden bisanya kasih ijin kurang dari seminggu, Mbok sama Nunik nanti bakalan usahain cepet balik.”“Gak Mbok. Tiga minggu juga Kevin kasih ijin kok. Mbok
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin
Hari sudah malam, di hari yang sama saat kehilangan sang ibu, Kevin juga harus kehilangan putranya yang di culik oleh Almira. Pihak IT yang Kevin miliki telah melacak posisi terakhir nomor Almira yang menghubunginya berada.Kevin juga tidak jadi menghubungi Polisi, jangan sampai Almira mencelakai Varka saat kondisinya terpojok.“Bawa Varka kembali dengan selamat.” pesan Liora, ia tidak ikut saat Kevin akan pergi, Liora takut jika ia ikut nantinya malah menjadi beban untuk Kevin. Tapi tetap saja Liora cemas, ia tak berhenti berdoa agar nanti Kevin kembali membawa Varka.“Aku akan berusaha bawa Varka pulang.”Kevin mengecup singkat kening Liora sebelum pergi ke lokasi Almira berada setelah tim IT berhasil mendapatkan lokasi perempuan itu.Sementara itu, Almira menatap bayi yang amat mirip dengan Kevin masih menangis di atas tempat tidur, Almira tidak diam saja, ia sudah memberikan su-su untuk Varka dan untuk beberapa saat bayi itu sem
Masalah yang di terima oleh keluarga Kevin tak berhenti begitu saja, sepulangnya mereka dari pemakaman. Seluruh penghuni rumah terlihat panik, termasuk para pembantu di rumah besar tersebut, bahkan pak security yang berjaga di luar pun ikut panik di dalam rumah.Kevin mendekati salah satu pembantu di rumahnya. “Bik, ada apa?” tanya Kevin. Tak lama mbak Nunik lari menuruni tangga dan mbak Husni lari dari arah belakang rumah.“ADEN VARKA HILANG, DEN.” seru mbak Nunik panik, kepanikan itu spontan mempengaruhi keterkejutan Kevin dan Liora.“Kok bisa?! Varka masih dua bulan, gimana caranya bayi dua bulan hilang?” Liora kini ikut mencari, si mbok terlihat mencari di kamar Liora sampai bawah kolong tempat tidur. Meskipun mustahil bayi dua bulan merangkak ke bawah tempat tidur.“Periksa keamanan CCTV!” teriak Kevin memerintah. Dan keamanan pun mulai siaga, mereka sigap mematuhi perintah yang Kevin berikan.
Varka di titpkan ke mbok di saat Kevin dan Liora bergegas ke rumah sakit yang menampung para korban kecelakaan pesawat. Kevin bahkan tidak menoleh ke arah Liora karena fokusnya hanya ke depan untuk segera melihat kondisi ibunya, memastikan Sandra baik-baik saja. Meski kemungkinan itu tipis, Kevin tau ibunya tidak bisa berenang.“Kak Kevin juga di sini?” Kevin menoleh sekilas melihat Karin juga datang bersama Altar. “Keadaan mama bagaimana kak?”Kevin juga tidak tau, ia tidak menjawab pertanyaan Karin dan langkahnya terus mencari ruangan para korban. Karin mengikuti di belakang, Liora juga mengikuti sambil berlari.Mereka tiba di ruangan di mana ada tiga mayat di ruangan tersebut yang tertutup oleh kain berwarna putih. Ada seorang penjaga di luar ruangan, satu dokter yang baru saja keluar setelah memastikan para korban tidak bisa di selamatkan.Karin tanpa takut ataupun ragu membuka satu persatu kain putih itu untuk memastikan Sandr