Sebelum ke kantor untuk menyerahkan secara langsung surat pengunduran dirinya, Rena menyempatkan singgah ke rumah tempat Bu Asih dan Imah berada."Syukurlah Bu Rena sudah datang. Soalnya saya bingung, Bu Asih dari tadi menangis terus menangis terus. Dan saya tidak mengerti apa arti tangisannya itu." Imah menyambut kedatangan Rena."Lalu apa yang saya harus lakukan? Sementara saya juga tidak tahu apa maksud tangisan dari ibu itu."Rena pun tampak bingung menghadapi kelakuan ibu mertuanya itu."Apa mungkin dia kangen sama anaknya, Bu?""Bisa jadi, Mah." Rena pun berpikir demikian."Apa tidak sebaiknya ibu menelpon Mas Barra untuk datang menjenguk ibunya di sini." Imah memberikan saran pada Rena."Hmm ... Sebetulnya aku malas berurusan dengannya lagi. Karena aku sudah berbicara dengan pengacaraku dan kami besok akan melayangkan gugatan cerai. Apa tidak sebaiknya kamu saja yang menelponnya?"Rena ragu kalau harus membangun komunikasi lagi dengan orang yang sebentar lagi jadi mantan suamin
"Cukup, Mas. Suka atau tidak suka aku akan tetap mengundurkan diri. Ini adalah harga diri, dan tak bisa ditawar lagi," kata Rena berusaha tegar namun rapuh."Ren, apa tidak ada maaf untukku? Aku melakukan ini hanya untuk membahagiakanmu. Semua ini, karena rasaku tak mungkin mampu untuk meraihmu. Jadi hanya dengan melihatmu bahagia sudah merupakan hal terindah bagiku." Alvin yang selama ini masih menyimpan rasa pada Rena, tak bisa memungkiri perasaannya sendiri."Maaf, Mas. Kamu adalah suami orang. Jadi tidak pantas rasanya memikirkan kebahagiaan wanita lain. Biarkan aku dengan jalanku dan kita selesai sampai di sini. Baik hubungan perasaanmu kepadaku, ataupun hubungan kerja.""Ini surat pengunduran diriku. Mohon diterima."Setelah meletakkan surat pengumuman dirinya, Rena beranjak dari tempat duduknya. Memutuskan langsung pergi tidak ingin melihat ke belakang lagi."Rena ... Rena tunggu ...." Alvin masih berusaha untuk meluluhkan hati wanita ini. Tapi Rena sudah bertekad tidak akan tun
Rena yang sedang patah hati berjalan tanpa arah. Dia tak menghiraukan lagi keadaan sekelilingnya. Baginya saat ini melangkah menjauh dari kantor milik Alvin ini adalah hal yang paling benar.Tanpa disadari Rena sudah berjalan di ruas jalan raya. Rena sudah melangkahkan kakinya dan akan menyeberang ke sisi lainnya. Tapi jalan tetap dengan tatapan kosong. Tak disangka sebuah mobil melaju sangat kencang dari arah sebelah kanan.Sementara Rena masih juga berjalan berjalan tanpa melihat ke kanan dan ke kiri.Untungnya sang pengendara adalah sopir yang handal. Dia tepat waktu menginjak rem sehingga tidak sampai menabrak tubuh imut milik wanita yang sedang bersedih ini.Terdengar suara menderit memekakkan telinga akibat dari ban dan aspal yang beradu. Baru Rena menyadari kalau dirinya baru saja lolos dari bahaya.Rena langsung menutup telinganya. Tubuhnya bergetar hebat."Hai, Nona. Kamu mau mati ya? Kamu sengaja bunuh diri dengan menabrakkan badan ke mobil kan?" teriak sopir mobil itu sambi
'Sial ... Kenapa aku malah teringat Rena? Dia terlalu berbeda jauh dengan Silvia.' Barra menggerutu dalam hati.Setelah melihat Rena pergi bersama Baskoro, Barra malah menyadari Dia sedikit punya rasa pada wanita itu. Apalagi tingkah Silvia tadi sudah sangat membuatnya kesal. 'Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus menemui Rena. Tapi siapa laki-laki yang bersamanya tadi?' Barra belum tahu apa hubungan Rena dengan Baskoro. Tapi melihat cara laki-laki itu memperlakukan Rena tadi, Barra jadi tahu mereka punya hubungan yang sangat dekat. Dan itu ancaman bagi pernikahannya. Hal ini menimbulkan kecemburuan di hati Barra. Dan sekarang bukannya mengejar Silvia yang sudah pergi entah ke mana, Barra memutar arah menuju ke rumah Rena. Barra harus bisa membuat Rena jatuh ke dalam pelukannya lagi. Sambil jalan Barra berpikir akan memperbaiki hubungannya dengan Rena. Entah apa yang membuat lelaki itu berpikir seperti itu mungkin karena sudah muak melihat tingkah Silvia.⭐⭐⭐"Kamu mau bawa aku ke ma
"Dari mana saja kamu, Ren? Aku menunggumu dari tadi disini." Barra menyongsong kedatangan Rena dan Baskoro. Matanya menatap lekat ke arah Baskoro. Sama halnya dengan Baskoro. Mereka saling menatap, hingga apa boleh melihatnya pasti berpikir kalau mereka punya masalah dan dendam pribadi.Baskoro akhirnya berjumpa juga dengan orang yang sudah menghancurkan hati wanita yang sangat dicintainya."Apa pedulimu?" Rena menatap sinis pada orang yang sebentar lagi akan jadi mantan suaminya."Aku ini suamimu, Ren. Jelas aku harus peduli padamu. Karena kita masih ada ikatan." Barra menjawab dengan percaya diri omongan Rena."Oh, ya? Bukankah sebentar lagi semua akan lepas, segala ikatan pernikahan yang omong kosong itu? Jadi jangan sok ambil peduli tentang aku." Rena berkata tegas. "Apa karena laki-laki ini kamu berubah? " Barra kembali melotot pada Baskoro. "Kalau iya, kenapa? Kamu gak suka?" Baskoro yang sudah tahu tentang cerita pernikahan Rena sengaja menantang Barra."Rena itu istriku dan
"Kalian semua masuklah ke dalam. Kamu juga Bas, karena kamu juga 'kan sebagian dari keluarga kami. Jadi bisa mewakili dan menemani Ibu dalam pembicaraan keluarga ini."Baskoro merasa sedih mendengar ucapan orang yang sangat berjasa dalam hidupnya itu. Dia sebetulnya sangat berharap lebih dihargai oleh Bu Diana. Tapi bukan hanya sekedar sebagai keluarga mereka, tapi juga Bu Diana menyetujui Baskoro dan Rena untuk bersama meniti kebahagiaan mereka.Tapi apalah dayanya saat ini, di samping menuruti kemauan Bu Diana, Baskoro juga ingin tahu bagaimana kelanjutan tentang hubungan rumah tangga Rena dan Barra itu.Jadi akhirnya Baskoro mengikuti langkah Rena dan Barra masuk ke dalam rumah.Lain halnya dengan Barra. Laki-laki ini terlanjur kesal dengan Baskoro. Barra tahu kalau dia melepas Rena sekarang, pasti Baskoro akan segera menikahi Rena. Barra hapal betul bagaimana cara laki-laki menyukai seorang wanita. Dan laki-laki yang berada di belakangnya saat ini, sudah mengincar Rena dan menu
"Sudahlah, Ren. Ikuti saja kata hatimu. Bukankah kamu menginginkan anakmu ini ada ayahnya? Atau memang kamu mau anak ini lahir tanpa seorang ayah?" Bu Diana malah tetap mendukung Barra untuk kembali pada Rena.Sepertinya Bu Diana sudah menutup kasus yang terjadi antara mereka berdua."Tapi, Bu ...." Rena mencoba membantah."Jangan lagi pakai tapi-tapian. Tidak perlu lagi pertimbangan apapun. Ibu hanya ingin cucu Ibu ada ayahnya di sampingnya ketika dia lahir. Bukan berarti Ibu mengesampingkan semua masalah yang telah ditimbulkan oleh perbuatan ayahnya dulu. Itu tetap menjadi kesalahan Barra yang tidak harus diulangi lagi dan dia harus memperbaiki itu dengan segera." Barra tersenyum sumringah. Nampak jelas di matanya sekarang kalau Bu Diana mendukungnya untuk kembali kepada Rena. kalau begitu apalagi yang bisa membuatnya ragu, Rena pasti mau menerimanya, sedangkan ibunya saja sudah begitu bersemangat agar mereka bisa rujuk kembali.Sekarang tinggal Barra yang harus bisa meyakinkan Re
"Aku ingin kamu hanya menjadi ibu rumah tangga, dan menjalani kehamilan dengan tenang. Percaya kepadaku, aku bisa bertanggung jawab atas semua kehidupan kalian nantinya.""Tapi kalau untuk mencari pekerjaan baru dengan posisi yang seperti aku inginkan itu tidak akan sulit. Jadi aku mohon kepadamu tolong katakan pada Alvin untuk menerimaku kembali bekerja di sana." Barra meyakinkan istrinya."Aku akan coba, Mas. Tapi aku tidak janji kalau Alvin mau menerimamu lagi," Rena menyanggupi permintaan Barra."Kamu mau berusaha saja aku sudah bahagia. Apalagi kalau kamu sampai bisa meyakinkan Alvin. Aku tahu kamu bisa diandalkan karena Alvin pasti mendengarkan kata-katamu.""Terima kasih, sayang. Sekarang aku benar-benar tahu betapa berharganya kamu untukku." Barra bahagia.Sama halnya dengan Rena. Saat ini dia benar-benar terhanyut oleh situasi yang ada di depan matanya. Perlakuan Barra setelah mereka rujuk kembali benar-benar berbeda dengan ketika mereka baru saja menikah kemarin.Dan ini jug
"Mas Barra, tolong ...." Rena berteriak sekuat tenaga. Ternyata Rena bermimpi. Saat ini dia berada di atas tempat tidurnya di rumah ibunya.Sejak tragedi opor beracun itu, Rena dan Barra mengungsi ke rumah Bu Diana. Hal ini sebagai antisipasi dari serangan lain yang ditujukan untuk menghancurkan mereka.'Astaghfirullah ... Ternyata aku bermimpi. Tapi kenapa semua tampak nyata? Silvia memegang pisau berlumuran darah seperti itu. Apa artinya dia juga yang sudah mengirim opor beracun itu ke rumah dan menyebabkan Imah dan ibu meninggal?' Rena bicara dalam hati.Rena bangun dan langsung mencuci mukanya ke kamar mandi."Hai, Ren ... Sini duduk, kita sarapan pagi dulu, ya?" Bu Diana yang sudah bersiap di atas meja makan memanggil Rena yang baru turun dari kamarnya."Iya, Bu.""Mana Barra?" tanya Bu Diana. "Tadi pagi berangkat dinas ke luar kota, Bu," jawab Rena."Oh, begitu. Bagaimana dengan kandunganmu? Apakah sudah periksa dan USG ke dokter?" tanya Ibu lagi."Belum, Bu. Karena rencanan
Ternyata setelah penyelidikan polisi, diketahui kalau Imah meninggal karena keracunan.Yang paling membuat Rena syok dan menyalahkan diri sendiri adalah Imah dan mertuanya keracunan makanan yang diberikannya.Ya ... Seporsi opor ayam yang Rena terima dari seorang ojek online yang mengatasnamakan suaminya. Rena kira makanan itu benar-benar dikirim oleh suaminya, Barra. Karena Barra yang tahu kalau Rena sangat menyukai opor ayam di saat kehamilannya ini.Tapi sekarang polisi sedang menyelidiki siapa pengirim paket beracun itu. Termasuk memeriksa semua CCTV yang berada di kompleks perumahan ini.Kabar baik yang diterima mereka hari ini adalah polisi sudah mengetahui sopir ojek online yang mengantarkan paket itu ke rumah Rena.Dan sekarang orang tersebut sedang dalam pengajaran.Rena dan Barra berharap polisi segera menangkapnya dan juga mengetahui apa motifnya mengantarkan makanan itu ke rumah mereka."Bagaimana ini, Mas? Ibu belum sadar sampai sekarang malahan dokter baru saja mengat
"Imah ... Imah ...."Tak ada sahutan dari orang yang dipanggil. Rena kembali memutari dapur, tak ada juga sosok Imah disana. Setelah menghabiskan air satu gelas air, Rena kembali ke ruang tamu, tapi rumah tampak lengang seperti tidak ada penghuninya.'Kemana Imah? Apa mungkin dia membawa ibu jalan-jalan keluar? Tapi rasanya tidak mungkin hari masih siang dan cuaca panas menyengat seperti ini,' batin Rena.Akhirnya Rena menuju kamar Imah. Rena pikir Imah dan Bu Asih tidur siang.Sekilas Rena melihat pintu terbuka sedikit. Ada kaki Imah di depan pintu. Rena pun tidak habis pikir, kenapa Imah harus tidur di lantai.Perlahan-lahan Rena mendorong pintu tapi sepertinya berat, karena terhalang badan Imah yang melintang di depan pintu.Akhirnya Rena berinisiatif memegang kaki Imah untuk membangunnya."Imah ... Bangun ... Kenapa kamu tidur di depan pintu?"Tapi Imah tak kunjung bangun. Rena juga mendengar suara dengkuran yang sangat kasar. Sebelumnya Rena belum pernah mendengar Imah atau Bu As
"Kamu jangan khawatir. Aku sudah tidak berhubungan dengan Silvia lagi. Aku sudah menutup komunikasi dengannya. Tapi Kamu jangan marah, karena aku tetap harus memenuhi tanggung jawabku pada anak yang sekarang dalam pengasuhan orang tua Silvia," ucap Barra."Lalu kenapa kamu tidak mengambil anak itu saja, Mas. Dia bisa hidup bersama kita di sini," saran Rena. "Keluarganya tidak akan memberikan Randi untuk kuambil. Karena Silvia itu anak satu-satunya. Jadi bagi neneknya, cucunya itu adalah harapan satu-satunya untuk menjadi teman mereka di hari tua." "Kadang aku merasa sedih. Waktu aku susah, aku benar-benar tidak bisa berjumpa dengan Randi. Tapi kalau aku datang membawa uang yang banyak, mereka mau mempertemukan aku dengan anakku itu."Huft ... Ternyata berliku-liku juga jalan hidup yang dialami suamiku ini. sebagai istri aku harus mendukungnya untuk tetap menafkahi anak dari istri pertamanya itu' batin Rena.Meskipun mereka tidak bersama lagi, tapi kebutuhan anak tetap harus ditanggu
'Astaga ... aku tidak salah baca. ini alamat rumah Rena. apa aku harus tetap mengantar paket itu ke sana? Lalu kalau Rena sendiri yang menerimanya, aku harus bagaimana?' batin Bram.Ini masih hari pertamanya menjalani training bekerja sebagai kurir. Tapi dia harus mengalami cobaan berat seperti ini. Sudah setengah hari Bram bekerja dan semuanya aman-aman saja. Tiba saat mengantarkan salah satu paket yang ternyata itu beralamat di rumah Rena. Rumah yang seharusnya menjadi miliknya dan Rena.Tapi karena Bram yang sudah berkhianat akhirnya rumah itu menjadi milik Rena seutuhnya. Dan di rumah itu juga Bram melakukan penghianatan bersama istrinya Lila. Wanita yang sekarang tidak tahu di mana rimbanya.Bram berhenti di ujung jalan. Dari tempatnya sekarang, Bram sudah bisa melihat bentuk rumah itu. Lelaki ini tampak ragu meneruskan atau putar balik. Kalau dia putar balik itu artinya Bram gagal menjalankan pekerjaannya hari ini. Tapi kalau dia tetap meneruskan dan menyampaikan paket itu kep
Hari ini Rena sepertinya mendapatkan hidup yang baru. Rena melihat keseriusan Barra untuk memulai lembaran baru dihidup mereka. Untuk membuktikan keseriusannya itu, Barra mengajak Rena untuk tinggal sendiri terpisah dari Bu Diana. Pilihannya adalah ke rumah Rena yang disana ada Bu Asih, mertua Rena yang diurus oleh Imah. Malam itu juga mereka langsung pindah kesana.Bu Asih sangat bahagia melihat anak dan menantunya rujuk kembali. Hal ini terlihat dari raut wajah beliau. Meskipun beliau tidak bisa bicara, tapi beliau tahu dan bisa mendengar apa yang disampaikan keduanya.Barra juga menceritakan kalau dirinya sudah berpisah dari Silvia dan lebih memilih Rena. Dari cerita Barra itu, Rena tahu kalau Silvia tidak menyayangi dan tidak pernah mengurus mertuanya. Silvia tidak mau hidup susah. Dia hanya mau dengan Barra ketika Barra sudah kaya, punya uang dan jabatan bagus. Makanya tidak heran Silvia mau menerima Rena saat itu menjadi madunya.Tapi karena dulu Barra cinta mati pada Silvia, m
"Aku ingin kamu hanya menjadi ibu rumah tangga, dan menjalani kehamilan dengan tenang. Percaya kepadaku, aku bisa bertanggung jawab atas semua kehidupan kalian nantinya.""Tapi kalau untuk mencari pekerjaan baru dengan posisi yang seperti aku inginkan itu tidak akan sulit. Jadi aku mohon kepadamu tolong katakan pada Alvin untuk menerimaku kembali bekerja di sana." Barra meyakinkan istrinya."Aku akan coba, Mas. Tapi aku tidak janji kalau Alvin mau menerimamu lagi," Rena menyanggupi permintaan Barra."Kamu mau berusaha saja aku sudah bahagia. Apalagi kalau kamu sampai bisa meyakinkan Alvin. Aku tahu kamu bisa diandalkan karena Alvin pasti mendengarkan kata-katamu.""Terima kasih, sayang. Sekarang aku benar-benar tahu betapa berharganya kamu untukku." Barra bahagia.Sama halnya dengan Rena. Saat ini dia benar-benar terhanyut oleh situasi yang ada di depan matanya. Perlakuan Barra setelah mereka rujuk kembali benar-benar berbeda dengan ketika mereka baru saja menikah kemarin.Dan ini jug
"Sudahlah, Ren. Ikuti saja kata hatimu. Bukankah kamu menginginkan anakmu ini ada ayahnya? Atau memang kamu mau anak ini lahir tanpa seorang ayah?" Bu Diana malah tetap mendukung Barra untuk kembali pada Rena.Sepertinya Bu Diana sudah menutup kasus yang terjadi antara mereka berdua."Tapi, Bu ...." Rena mencoba membantah."Jangan lagi pakai tapi-tapian. Tidak perlu lagi pertimbangan apapun. Ibu hanya ingin cucu Ibu ada ayahnya di sampingnya ketika dia lahir. Bukan berarti Ibu mengesampingkan semua masalah yang telah ditimbulkan oleh perbuatan ayahnya dulu. Itu tetap menjadi kesalahan Barra yang tidak harus diulangi lagi dan dia harus memperbaiki itu dengan segera." Barra tersenyum sumringah. Nampak jelas di matanya sekarang kalau Bu Diana mendukungnya untuk kembali kepada Rena. kalau begitu apalagi yang bisa membuatnya ragu, Rena pasti mau menerimanya, sedangkan ibunya saja sudah begitu bersemangat agar mereka bisa rujuk kembali.Sekarang tinggal Barra yang harus bisa meyakinkan Re
"Kalian semua masuklah ke dalam. Kamu juga Bas, karena kamu juga 'kan sebagian dari keluarga kami. Jadi bisa mewakili dan menemani Ibu dalam pembicaraan keluarga ini."Baskoro merasa sedih mendengar ucapan orang yang sangat berjasa dalam hidupnya itu. Dia sebetulnya sangat berharap lebih dihargai oleh Bu Diana. Tapi bukan hanya sekedar sebagai keluarga mereka, tapi juga Bu Diana menyetujui Baskoro dan Rena untuk bersama meniti kebahagiaan mereka.Tapi apalah dayanya saat ini, di samping menuruti kemauan Bu Diana, Baskoro juga ingin tahu bagaimana kelanjutan tentang hubungan rumah tangga Rena dan Barra itu.Jadi akhirnya Baskoro mengikuti langkah Rena dan Barra masuk ke dalam rumah.Lain halnya dengan Barra. Laki-laki ini terlanjur kesal dengan Baskoro. Barra tahu kalau dia melepas Rena sekarang, pasti Baskoro akan segera menikahi Rena. Barra hapal betul bagaimana cara laki-laki menyukai seorang wanita. Dan laki-laki yang berada di belakangnya saat ini, sudah mengincar Rena dan menu