"Eh ada apa itu sama mertuamu? Kenapa teriak-teriak gitu?" tanya Kak Alfa cemas.Aku menggeleng kepala dan bergegas masuk."Kenapa, Bu? Ada apa?""Si Neng Cep, si Neng teh sepertinya pingsan Cep, dia teh gak mau makan gak mau minum dari semalam," jawab Ibu mertua sambil terisak-isak."Ya Allah." Cepat kuangkat Asmi ke kamar tamu."Asmii bisa-bisanya kamu sampe pingsan gini, ya Tuhaan." Kak Alfa dan ibu mertua sibuk mengurus Asmi. Sementara aku cepat menghubungi dokter."Istri saya gak sadarkan diri Dok, gak memungkinkan juga untuk dibawa ke klinik, apa Dokter bisa ke rumah saya?""Baik Mas, tolong kirim saja alamatnya, kebetulan saya sedang kosong hari ini.""Baik, Dok."Tut."Dokternya bentar lagi dateng, semoga Asmi gak kenapa-kenapa," ucapku panik, kugosok telapak tangan Asmi berkali-kali.-"Bu Asmi sangat lemah, saya hanya takut itu akan berdampak terhadap kandungannya, makanya saya sarankan agar Bu Asni untuk infus saja, bagaimana?""Lakukan saja Dok, asal istri dan anak saya b
Aku menarik napas dalam. Antara percaya atau enggak sebetulnya mau pergi ke sana, tapi apa salahnya nyoba 'kan?***Esok hari, pagi-pagi sekali Kak Alfa udah pamitan mau pergi ke patanyaan. Sementara aku gak bisa ikut karena harus buka warung.Di rumah Asmi dijaga ibu mertua, bapak dan papa mertua seperti biasa, mereka tetap masuk kerja.Untunglah Bi Mae juga kerjanya cekatan, diajarin sekali langsung ngerti dan gak pake banyak nanya lagi. Atau apa mungkin juga Bi Mae ngerti kondisiku sekarang.Kondisi warung alhamdulillah seperti biasanya, rame dan ada aja yang jajan es.Pukul 10 saat nunggu Bi Mae bersih-bersih aku penasaran, kutelepon Kak Alfa."Gimana, Kak? Apa kata patanyaannya?""Beres, tar malem dibacain do'a, tunggu aja katanya entar juga ngaku itu penculiknya karena kepalanya bakal mendidih panas."Aku menggeleng kepala, agak lebay sebenernya, tapi biarin ajalah terserah Kak Alfa, selagi dia melakukannya agar Hasjun cepet ketemu aku sih oke aja, udah buntu juga otakku sekaran
"Si Neng teh mau loncat ke jendela karena pintunya dikunci terus, Cep," jawab Ibu mertua dengan wajah panik."Ya Allah Neng jangan dong, kasihan utun, Sayang."Asmi tak hiraukan, ia terus saja maksa ingin loncat ke jendela. Akhirnya mau tak mau kami paksa Asmi turun dengan menariknya kembali ke kasur."Neng teh mau nyariin Ajun A, awas!" teriaknya. Asmi bener-bener berontak dan terus menerus berteriak seperti orang yang sedang dalam gangguan jiwa."Ya Allah Neng kenapa jadi gini sih?" lirihku."Ini si Asmi kayaknya harus diikat deh," celetuk Kak Alfa. Aku nenyeringai."Diikat?""Iya, daripada dia bahayain dirinya sendiri?"Astagfirullah, aku mengembuskan napas berat. Diikat? Apa perlu istriku diikat seperti orang gila? Ya Allah."Sementara aja, sampe dia beneran bisa ngendaliin diri, karena kasihan juga bayi dalam kandungannya kalau Asmi terus-terusan begini," ujar Kak Alfa lagi.Kutengok wajah ibu mertua, ia sama syok dan bimbangnya denganku."Jangan diikat Neng Alfa, lebih baik teh
Kami terperangah."Heh stres apa ya kamu Pipit?!" sembur Kak Alfa lagi."Coba aja almarhumah ibu saya masih ada, udah habis kamu sama dia, dasar perempuan gak tahu diri," timpalnya lagi.Cepat kurebut ponselku kembali, dan tut, kumatikan sambungan telepon itu lagi."Gak usah diladeni, dia perempuan stres.""Cep Hasan gimana ini? Gimana cucu saya?" Ibu mertua cemas dan kembali berurai air mata."Dengan bantuan polisi secepatnya Hasan akan cari si Pipit sampai dapat dan akan bawa Hasjun ke rumah ini lagi," ujarku seraya bergegas menghampiri Asmi yang masih dipegangi Papa mertua di ranjang."Kamu jangan gegabah Hasan, kamu gak denger tadi apa kata perempuan stres itu? Dia gak akan segan-segan nyakitin Hasjun kalau kamu berani bawa-bawa polisi," cegah Kak Alfa.Aku diam sebentar, benar juga, perempuan stres itu tadi sempat mengancam, dan gimana kalau ternyata ancaman si Pipit itu gak main-main? Ah tapi aku gak peduli, aku hanya ingin Hasjunku cepat kembali demi Asmi."Hasan gak peduli, Ha
"Ini marbot musholla, orang yang tadi sedang asuh anak Mbak Pipit," jawab ustaz itu.Hatiku terjun bebas. Marbot musholla? Tadi kata si Pipit Hasjun lagi diasuh sama marbot 'kan? Itu artinya Hasjun ..?Astagfirullah. Hasjun, Ya Allah, apa sesuatu terjadi sama anakku? Cepat kutengok si Pipit, dia sedang teriak-teriak di jalanan sambil menarik hoodie seseorang yang tak kulihat wajahnya."Kembalikan Hasjun!""Pergi!" Brak. Si Pipit didorong kencang hingga terjerembab ke bawah. Spontan aku dan kedua orang yang berdiri di samping Pak Ustaz berlari ke arah si Pipit."Abaang kejar dia! Dia mau ambil anak Abang!" teriak si Pipit kencang.Refleks kukerahkan semua tenaga dan duarrr, suara tembakan peluru terdengar menggelegar di antara kami. Dalam sekejap pria berhoodie itu pun ambruk di aspal. Sejurus kemudian kudengar Hasjun menangis sambil menjerit. "Yayaaah!"Cepat kuambil Hasjun dari tangan pria yang belum kulihat wajahnya itu, sementara tak lama petugas kepolisian datang mengepung."Jan
"Iya Neng Alfa makanya itu kita harus ekstra banget jaga anak di zaman sekarang mah."Selesai mengobrol, ibu mertua dan Kak Alfa keluar kamar. Sementara Asmi masih serius bawa Hasjun main di karpet."Neng istirahat gih, biar Ajun Aa yang jagain," titahku. Untungnya Asmi mengangguk dan segera naik ke atas kasur. Keadaannya sudah semakin baik sejak Hasjun pulang. Tapi rasa traumanya gak bisa disembunyikan, Asmi masih sering kagetan dan cemas kalau Hasjun gak kelihatan oleh matanya.Maklum, aku ngerti banget gimana perasaan Asmi, jangankan Asmi yang posisinya seorang ibu, aku aja merasakan hal sama, hanya aku lebih bisa mengontrol diri dan sekuat tenaga meyakinkan diriku sendiri bahwa Hasjun udah aman sekarang dan akan baik-baik aja."Aa jagain Ajun baik-baik loh, awas kalau Ajun teh pergi lagi," katanya sebelum mata Asmi terpejam."Iya, Neng, siap."Barulah Asmi bisa mengistirahatkan dirinya sendiri. Kasihan, aku sedih sebenernya, apalagi ada bayi yang makin besar dalam kandungan Asmi,
"Itu anu Neng, Bapaknya Neng Asmi itu ....""Kenapa, Bi? Ada apa? Kenapa sama Papa?" desak Asmi sambil mengguncang kedua bahu Bi Mae."Bapaknya Neng Asmi dibawa ke rumah sakit, Neng."Aku dan Asmi terperangah, "ke rumah sakit? Kenapa emangnya?" tanyaku cepat."Katanya jatuh di kamar mandi, Cep.""Ya Allah Aa, Aa gimana ini, A?" Asmi panik dan spontan berurai air mata. Cepat kuusap-usap bahunya."Neng teh mau lihat Papa A, Neng teh mau lihat Papa tapi Neng takut A, gimana kalau ada orang jahat bawa Hasjun lagi? Ya Allah harus gimana ini teh, A?" cecarnya panik."Ya udah ya udah gini aja, Neng di rumah aja sama Bi Mae ya, biar Aa yang pergi ke sana."Asmi mengangguk setuju, sementara aku bergegas ambil jaket dan pergi ke rumah sakit yang disebutkan Bi Mae.Sampai di sana ibu mertua tengah terisak-isak di depan ruang UGD bersama Pak Amet alias Kak Amet karena dia udah jadi kakaknya istriku sekarang."Cep Hasaan." Ibu mertua langsung tak bisa membendung kesedihannya ketika melihatku datan
Cepat aku menarik kembali kakiku ke dalam toilet, sementara kedua mataku mengintip dari pintu yang sengaja tak kututup sampai rapat."Kenapa? Papa gak suka, hah? Hmh memang Papa mau apa? Papa bisa apa, hah? Jangan sok jago Pa, Sekarang Papa udah payah, gak berdaya dan pastinya secepat mungkin akan segera pergi ke pangkuan Tuhan," ujarnya lagi dengan suara tertahan.Sementara aku terbelalak, mataku melebar penuh. Dadaku juga mendadak bergemuruh, Pak Amet? Dia kenapa? Kenapa dia ngomong gitu sama papa mertua? Apa yang sebenernya terjadi?Kuintip lagi dia, ternyata dia masih menunduk mendekatkan wajahnya ke telinga papa mertua yang masih terpejam."Maafkan Amet Pa, tapi karena Papa keras kepala, egois dan gak mau dengerin Amet akhirnya semua harus berakhir seperti ini, maaf, tolong maafin Amet."Kulihat tangan kiri Pak Amet memegang selang infusan papa mertua, lalu mengangkat sebelah tangannya lagi yang tengah memegang alat suntik.Mataku kembali melebar, dadaku makin berdebar tak karuan