"Minumlah!" titah Papa mertua, beliau memasukan obat-obatan itu paksa ke dalam mulut si Anggara.Mulutnya dingangakan seperti ikan mas yang lagi kehausan.Selesai meminumkan obat itu aku diajak kembali naik dan keluar dari ruang bawah tanah itu."Duduk dulu San," kata beliau.Kami duduk di sofa yang sudah dibersihkan dan dibuka kain-kainnya sambil meminum minuman bersoda. Ke tiga anak buah papa mertua berdiri di samping kami.Meski tadi sempat ngerasa asing dan gak nyaman, tapi sekarang perasaanku jauh lebih baik ada di dekat mereka. Aku menyenderkan bobot di badan sofa, ternyata begini rasanya jadi orang penting, kemana aja diikuti anak buah haha.Kalau butuh apa-apa tinggal, halo anu halo anu. Hah emang ya keren banget papa mertuaku, aku sampai senyam-senyum sendiri ngebayanginnya."Oh ya Pa, obat apa tuh yang tadi dikasih ke si Anggara?" tanyaku seraya kembali menegapkan badan.Papa mertua tertawa, "itu cuma kapsul racikan bukan obat San, isinya jamu," jawabnya ringan sambil menye
Aku melongo, masa iya bunga cantik begini dibilang makanan kambing, ambyar emang istriku ini."Ini bunga Neng, bukan makanan kambing, ampun dah." Aku mendekatkan bouqet bunga itu, cepat Asmi pencet hidungnya."Ih Neng mah gak suka A, bau nya bikin mual, o." Asmi mau muntah.Lah, tepok jidat lagi akhirnya."Ngapain Aa susah-susah bawain Neng bunga beginian? Mubazir, di sini gak ada kambing," katanya lagi."Ini buat Neng, siapa bilang buat kambing sih? Buat dipajang aja nantinya.""Sayang A, meningan kasih kambing kayak Neng lagi di desa."Aku diam. "Ya udah Aa kasih ke orang lain aja deh.""Eh tunggu." Asmi senyum-senyum."Sejak dulu juga Neng mah emang gak suka bunga A, tapi ... kalau udah terlanjur beli ya udah taruh aja di atas nakas, soalnya utun gak suka baunya."Aku mengelus pipi istri bara-baraku sambil menaruh bunga itu di atas nakas."Jadi kalau Neng gak suka bunga, terus suka nya apa dong?" Aku bertanya lagi."Bunga sih, tapi bukan jenis bunga begituan."Keningku mengernyit,
Waktu berlalu, usia kandungan Asmirandah istri bara-baraku semakin besar.Semua orang heboh menyambut kedatangan anggota baru di keluarga kami. Ibu, bapak dan semua sodara-sodaraku yang paling heboh, beliin ini beliin itu buat Hasjun alias Hasan junior, lebih-lebih saat mereka tahu jenis kelamin si Hasjun itu laki-laki, segala macem sampe mobil-mobilan trontonnya pun udah dibeliin.Istriku dilayani sebaik yang mereka bisa, sampe kadang aku gak punya kesempatan lagi buat ngurus istri bara-baraku.Setiap harinya istriku hanya diizinkan melakukan pekerjaan di depan laptop meskipun sekarang sudah sedikit kepayahan karena kehamilan Asmi sudah masuk usia 9 bulan.Tapi semua itu tidak lantas menjadikan istriku manja dan berhenti kerja. Katanya kerja sudah menjadi bagian dari hidupnya, jadi kebiasaan itu gak akan bisa dilepaskan begitu saja.Semua pekerjaan rumah udah dijelas diambil alih oleh Hanum dan Kak Alfa, tapi yang bikin aku sampe geleng-geleng kepala adalah sampe tidurpun mereka kada
"Menyengaja? Apa iya Pak? Motifnya apa ya?" tanya Mas Fatih."Justru itu yang akan kami dalami lagi, saya juga butuh kesaksian 2 orang karyawan yang melihat langsung kejadian ini, nanti akan kami kirimkan surat permohonan kehadirannya," jawab petugas dengan suara lugas."Baik atuh, Pak." Istriku menyetujui.Setelah berbincang sebentar dengan petugas, mereka izin untuk kembali melakukam tugasnya."Ya sudah kami permisi, dulu."Kami jawab dengan anggukan.Ditatap lagi sisa-sisa kebakaran yang melahap habis semua gudang barang Asmi itu, tak ada yang tersisa, hanya kerangka rak-rak besi yang masih utuh serta beberapa jenis barang pecah belah.Asmi mengebuskan napasnya dengan berat."Sabar ya Neng Sayang, kita akan mulai semuanya dari nol lagi, Aa janji akan terus ada di samping, Neng." Aku mengelus punggung Asmi lalu menyenderkan kepalanya pada pundakku. Kuberi terus dia semangat dan kekuatan, tak tega rasanya aku melihat Asmi berada di posisi ini, semua ini tentu sangat berat baginya."
"Telepon karyawan Asmi sekarang, suruh mereka ke sini untuk membantu menyelesaikan permasalahannya, bagaimanapun caranya kita tetap harus memberitahu para buyer tentang musibah ini, bila perlu chat semua pembeli satu persatu," kata Papa mertua.Asmi mengangguk. Dan segera menelepon dua karyawan toko onlinenya.Papa mertua bangkit, kemudian berjalan mendekati istri bara-baraku. "Kamu pasti bisa melewati semua ini, Nak. Ujian, persaingan dan musibah dalam bisnis itu hal biasa, semua itu datang terkadang hanya ingin menempa mental kita apakah kita cukup kuat untuk memikul hal yang lebih besar atau tidak."Lagi, Asmi mengangguk dan memegang punggung tangan papa mertua."Anak Papa gak akan mundur atau kalah, anak Papa yang terbaik," kata beliau lagi."Uuh co cweet," seru si Hanum, ibu mencubit pahanya hingga anak itu menjerit."Aw Ibu apaan sih.""Bisa diem gak?" Selesai mengobrol dan membahas masalah kebakaran ini, kami semua akhirnya bubar barisan.Papa mertua bilang kami tidak usah k
Malam-malam sepulang dari tempat Patanyaan itu ibu datang menemuiku."San, katanya pelakunya perempuan, masih sodara sendiri, dia punya dendam sama keluargamu," bisik Ibu. Di sana hanya ada aku, ibu dan Mas Fatih karena semua orang sudah ambil posisi masing-masing untuk tidur."Bener, Mas?" tanyaku pada Mas Fatih, ia mengangguk."Tapi siapa sodara perempuan yang masih dendam sama kami? Bukannya kita semua udah akur?"Kami bertiga berpikir."Mungkin Kak Alfa? Si Hanum? Atau si Andin?" kata Mas Fatih menerka-nerka."Bisa jadi, hati manusia siapa yang tahu? Sodarapun bisa jadi musuh dalam selimut. Mungkin si Hanum merasa iri? Atau si Alfa yang masih dendam karena suaminya kalian masukan dalam penjara?" tutur Ibu.Mungkin juga, tapi ... rasanya aku kurang percaya kalau mereka yang lakukan ini, mereka kelihatan udah berubah dan kelihatan sangat tulus mengurus Asmi."Gimana kalau kita tangkap sendiri aja pelakunya, biar semuanya jelas dan gak menduga-duga lagi," usul Ibu."Ya 'kan ini juga
Tanpa menunggu lagi, wanita itu menumpahkan semua isi jeriken di depan toko Asmi. Sementara kedua bola matanya terus mengintai ke sekeliling, ia pikir semua sudah aman, padahal kami ada di pinggir toko sedang memperhatikannya dengan jelas."Rasakan kau Kak Asmi yang malang."Sejurus kemudian papa mertua memberi aba-aba agar kami maju serempak.Happ. Dalam sekali gerakan wanita itu sudah bisa ditangkap oleh papa mertua, sontak saja wanita itu melepaskan jeriken dari tangannya dan berusaha melindungi wajahnya yang masih tertutup masker."Sekarang mau lari kemana kau dasar wan-" Ucapan Papa mertua terhenti saat kubuka hoodie penutup kepala dan masker wanita itu.Tampak mata bulat meruncing menyambutku, wajahnya bengis tak santai."Nindy?" gumam Papa mertua, beliau lalu melepaskan tangan yang melingkar kencang di tubuh wanita itu.Kami semua menoleh, menatap papa mertua dan wanita itu bergantian.Nindy? Siapa itu Nindy? Kenapa papa mertua mengenalnya? Aku juga sepertinya pernah lihat wa
Ibuku nyengir."Iya nih Pak Asraja tadi si Hanum datang heboh banget, katanya ngeliat toko lagi ada yang mau bakar lagi, kami semua jadi panik dan akhirnya kami semua inisiatif ke sini bawa pasukan." "Katanya kamu mau nginep, Num?" tanyaku."Gak jadi, Kak, tadi pas Hanum lewat naik grab ke sini, Hanum lihat lagi ada orang yang lagi ancam-ancam kalian pake pemantik api, Hanum cepet-cepet suruh ibu siapin pasukan karena Hanum pikir kami juga harus ikut nangkep penjahat itu dan untunglah kami sampe tepat waktu," jawab si Hanum.Bapak menepuk pundak Hanum, "bagus, Bapak bangga sama kamu Num.""Ya untunglah kami sampai tepat waktu, meski si Hanum nyetir mobil udah kayak orang stres," seru Ibu lagi.Hanum tertawa. "Untungnya Nenek sama Neng gak kenapa-kenapa," kataku."Gak apa-apa A, cuma ...."Asmi mulai memegangi pinggangnya, wajahnya terlihat tak santai dan tampak kesakitan."Kenapa, Neng?""Cucuku mau lahir ini, ayo ayo bawa ke rumah sakit!" Ibu mulai heboh.Kami semua pun mengantar A