“Hasil lab dari kopinya sudah keluar. Benar sesuai dugaanmu, Yuna ... ini sama seperti sampel kopi yang kamu bawa dulu,” jelas Rina, perawat rumah sakit sekaligus sahabat baiknya Yuna. “Campurannya takaran kopi dan kadar arseniknya sama. Sepertinya memang mereka berencana untuk membuat tuan Brian mati secara perlahan, dan bisa saja kematiannya direkayasa karena sebuah penyakit ... yang sebenarnya efek dari racun arsenik tersebut,” tambahnya seraya menyerahkan selembar kertas hasil pemeriksaan tersebut.Tentu saja Yuna langsung menerimanya dan meneliti rincian data pada lembaran kertas tersebut. Sesekali keningnya mengkerut dan kedua bola matanya menyipit, mengartikan seberapa bahayanya dampak racun tersebut jika digunakan dalam jangka panjang. Tiba-tiba Rina yang sedari tadi memandangi wajah cantik Yuna langsung tersentak, hingga perawat cantik itu menutup mulutnya.“Ada apa?” tanya Yuna terkejut dengan raut wajah sahabatnya.“Y—yuna, jika kopi beracun yang kamu terima dulu sama denga
“Dokter Yuna, saya Jamal. Tuan Jason memberitahu saya kalau Dokter akan datang.” Seorang polisi berusia 40 tahun langsung menghadang Yuna yang baru saja turun dari mobil di parkiran gedung tahanan.Hampir saja Yuna terkejut. Namun, ia segera memasang senyuman ramah pada polisi tersebut. Bukan karena dia menyebut nama Jason, tetapi Yuna ingat saat di rumah sakit ... Adam menyebut nama petugas polisi bernama Jamal.“Ada apa, Pak Jamal? Sepertinya ada berita buruk,” tebak Yuna cemas. Terlihat jelas dari wajah Jamal yang tampak jelas panik.“I—itu, nona Vina mengalami pendarahan di klinik tahanan. Dokter jaga kami sudah pulang sekitar satu jam yang lalu,” jelas Jamal gagap dan sedikit terburu seraya menunjuk ke arah dalam bangunan di belakangnya.Kedua bola mata Yuna refleks membulat sempurna. Tentu saja Yuna panik. “Bawa aku ke kliniknya!” pinta Yuna langsung. Yuna lantas meminta untuk mengambil tas kerjanya di bagasi belakang mobilnya sebelum mengikuti polisi tersebut memasuki gedung t
“Bagaimana keadaanmu, Vina?” tanya Yuna dengan tatapan berat dan penuh sesal.Wanita cantik itu baru saja selesai menjalani kuret. Wajahnya masih pucat, sepucat semangat hidupnya. Terlihat jelas wajah kecewa dan nelangsanya Vina.Yuna langsung menunduk, tak tega melihat wajah mantan sahabatnya itu. Hatinya terasa perih dan ini adalah kali pertamanya ia merasa bersalah pada Vina. Rasa bencinya yang selama ini meninggi berubah dengan penuh penuh sesal, walaupun ia tahu ini bukanlah kesalahannya.“Maafkan aku, Vina,” ucap Yuna lirih dan hampir tak terdengar.Namun, wanita cantik itu dapat menangkap jelas. Vina yang semula menatap kosong ke arah langit-langit, langsung menoleh. “Maaf untuk apa?” tanyanya.Air mata Yuna menetes tanpa bisa ditahan. Dadanya terasa sesak, hingga ia menghela napas panjang nan berat dan harus membuka mulutnya agar saluran pernapasannya terbuka. Dokter cantik itu menghapus air matanya cepat, lalu menaikkan pandangannya membalas tatapan nelangsanya Vina.“Maaf k
Yuna kembali menatap lekat wajah Vina. Terlihat jelas raut wajah kecewa dan nelangsanya memudar. Tentu saja dokter cantik itu keheranan.“Apa yang terjadi? Kamu tidak ingin menanyakan penyebab janinmu harus dikeluarkan?” tanya Yuna memastikan.Dari cerita teman seprofesinya, terutama dokter kandungan yang kini menangani Vina. Pasien mereka mengalami syok dan terguncang cukup lama setelah tahu janin yang mereka kasihi tak bisa diselamatkan. Yuna memang melihat raut wajah syok dan kecewanya Vina, tetapi kini sudah berubah. Tentu saja ia curiga.Sadar Yuna menatapnya waspada, Vina memberanikan diri bangkit dari pembaringannya. Sontak saja Yuna refleks bangkit dan membantu wanita di hadapannya yang berstatus pasien untuk bangkit. Dokter cantik itu bahkan mengatur posisi duduknya Vina agar terasa nyaman.
“Tamara. Sepupunya tuan Jason ... wanita itu lebih licik dariku,” terang Vina dengan tatapan sungguh-sungguh.Yuna tersentak. Jujur saja ia sedikit tak percaya dengan jawaban Vina. Akan tetapi, ia dapat melihat wanita di hadapannya tak ada rasa ragu sedikit pun.Vina memang munafik, tetapi hatinya lebih percaya dengannya. Kedua bola mata Yuna bergerak ke kanan dan ke kiri, seolah mencerna dan berpikir tentang ucapan mantan sahabatnya atau menyingkirkan rasa ragu yang masih menahannya untuk percaya. Ia lantas menunduk dengan pikiran yang berkecamuk.Bukankah Jason mengatakan jika Tamara terjebak dalam jeratnya Arka dan dia tak bisa lepas lalu meminta bantuan Adam. Penjelasan Jason terdengar sangat meyakinkan, tetapi tatapan wanita di hadapannya sama meyakinkan juga. Sadar Yuna tak merespon, Vina tahu mantan sahabatnya ragu.“Yuna, kamu harus percaya padaku! Jangan biarkan Jason salah jalan!” pinta Vina memohon seraya meraih tangan dokter cantik itu.Sontak saja Yuna langsung membuka ma
Di depan ruangan rawat Vina sudah dijaga oleh dua petugas keamanan. Mereka bahkan menahan Yuna yang hendak masuk ke dalam sana. Sontak saja dokter cantik itu terkejut dengan reaksi mereka.“Mohon maaf, Dokter Yuna tak diizinkan masuk sesuai instruksi yang baru saja saya terima,” jelas salah satu petugas tersebut seraya menahan tubuh Yuna agar tak memaksa masuk.Sementara petugas sebelahnya mengizinkan para dokter lain masuk ke dalam. Yuna lantas menghela napas sebentar dengan raut wajah bingung dan panik. Ia lantas menatap petugas yang menahannya setelah semua dokter masuk ke dalam. Setidaknya Vina pasti akan mendapatkan penanganan yang tepat.“Kenapa saya tak boleh masuk?” cecar Yuna langsung. Ia bahkan memberikan tatapan kesal.“Berdasarkan laporan perawat yang terakhir masuk, pasien mengalami kejang setelah Dokter Yuna keluar. Jadi, kami diminta untuk memastikan keselamatan pasien di dalam. Bukankah saat ini Dokter Yuna bukanlah dokter tetap di rumah sakit ini, jadi Dokter tak ada
“Aku akan mencoba menghubungi Adam. Saat ini dia sedang bersama dengan Tamara “ Jason berkata dengan tatapan cemas seraya menggulir beberapa kali layar ponselnya.Yuna hanya mengangguk. Wajahnya pun tak kalah cemas dengan lelakinya. Ia lantas menoleh ke arah ujung lorong tempat pria mencurigakan tadi menghilang.Tampaknya mereka lebih waspada atau sadar jika keberadaannya sudah diketahui. Yuna lantas menatap Jason yang tiba-tiba tersentak dengan kedua bola mata melotot. “Ada apa, Jason?” tanya Yuna langsung.“Adam menolak panggilanku,” sahut Jason langsung. “Akan kucoba lagi,” ujarnya seraya mengulang panggilan teleponnya.“Mungkin Adam tak sengaja menggeser ke tolak.” Yuna mencoba menenangkan.Jason mengangguk. Namun, ia kembali tersentak. Ponsel Adam tak bisa dihubungi. Pria tampan itu masih penasaran dan mencobanya sekali lagi.“Adam mematikan ponselnya,” tebak Jason disusul helaan napas berat. “Sepertinya Tamara sedang bersamanya,” tambahnya seraya memijat ujung alisnya.“Bagaiman
“Sepertinya habis batre. Aku selalu lupa charger ponsel dan biasanya diisi daya jika sedang dalam perjalanan di mobil,” ucap Adam diakhiri senyuman canggung.“Bisa tolong buka laci dasbor di hadapanmu? Aku menyimpan alat pengisi dayanya di sana.” Adam menunjuk laci di hadapan Tamara.Wajah wanita cantik itu yang semula tegang kini tampak terlihat lega. Ia bahkan segera menuruti permintaan Adam, mengeluarkan alat mengisi daya ponselnya. “Berikan ponselmu padaku! Biarkan aku yang memasangkannya,” ujarnya.Adam mengangguk dan memberikan ponselnya pada Tamara. Wanita itu tampak cekatan dan memang sudah terbiasa melakukannya. Tanpa disadari Adam masih meliriknya curiga.Tentu saja yang dilakukan Adam tadi hanyalah pura-pura. Ia bukanlah pria bodoh seperti yang dikatakan Jason. Adam lebih mengandalkan intuisi dan nalurinya dalam berbisnis.Ya, pria tampan itu memiliki pemikiran yang sama dengan Jason. Tak ada sesuatu hal di dunia ini yang kebetulan, pemikiran mereka. Mungkin karena mereka s