"Aku nggak akan bisa tenang sampai kamu menceraikan Kinanti, kapan kamu akan menceraikan dia! Atau kamu tidak berniat mencerahkan nya?! Aku nggak mau! Aku nggak mau punya suami dengan dua istri aku nggak mau!!!" Seru Renata histeris."Renata kamu tenang dulu.""Biar saja aku mati kalau kamu lebih memilih dia, aku lebih memilih mati bersama dengan anak ku!""Renata kamu bicara apa?"Sarah pun mengerti dengan perasaan menantunya tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur tak akan mungkin kembali menjadi beras.Semua tak bisa di ubah lagi, keadaan ini bukan hanya membuat Renata yang terluka tapi semua anggota keluarga termasuk juga dirinya.Sarah juga terluka sekalipun hanya seorang mertua, ia ikut merasakan penderitaan dua wanita yang kini terjebak dalam rumah tangga penuh duri.Siapa yang salah.Adam?Renata?Kinanti?Tidak ada.Tidak ada yang salah dari ketinggiannya, semua terjadi begitu saja.Semua terjadi karena, memiliki alasan tanpa tau arah.Sarah tak berpihak pada Adam, tidak
Selama beberapa hari di rumah sakit Adam terus menemani Renata, hingga hari ini Renata di bawa pulang ke rumah.Waktu Adam hanya untuk Renata, bahkan untuk menghubungi Kinanti saja tidak bisa sebab, Renata terus berada bersamanya selama 24 jam penuh.Jika tidak maka Renata meminta ponsel Adam untuk di pegang nya.Adam tak mempermasalahkan nya mengingat kondisi Renata yang memang harus di perhatikan."Adam, aku mau peluk dan kita fhoto." "Buat apa?""Kamu nggak mau?" Adam memeluk Renata sesuai dengan arahan Renata berfoto bersama dengan mesra.Setelah itu tanpa sepengetahuan Adam ia memasang di stori hingga Kinanti melihatnya."Sssstttt....." perut Kinanti sudah berhari-hari terasa tidak nyaman tapi, memilih untuk tetap berada di rumah.Sudah satu Minggu ini Adam tak pernah melihatnya, sekalipun hanya menghubungi pun tak pernah, ada rasa kesal dan juga marah tapi, apa daya dirinya bukan siapa-siapa sehingga kini Kinanti sadar ia tak ada apa-apa bila dibandingkan dengan Renata.Lihat
Renata terkapar di atas ranjang setelah mendapatkan kepuasan, bahkan untuk membuka matanya saja sudah tak lagi sanggup.Adam langsung turun, segera mandi, sudah menjadi kebiasaannya setelah bercinta sekalipun sudah malam seperti sekarang ini.Selesai dengan ritual mandi ia segera memakai pakaian dan naik kembali ke atas ranjang namun, terdengar suara ponselnya bergetar lagi.Awalnya Adam merasa tak tertarik, sudah lelah dan ingin beristirahat tapi rasa penasaran muncul saat ponselnya terus saja berdering tanpa henti.Segera mengambil ponselnya dan menjawab nya."Halo," jawab Adam."Dokter Adam, saya Serena, tiga puluh menit yang lalu Kinanti tidak sadarkan diri dia pendarahan Dok dan sekarang sudah berada di rumah sakit, Dokter Zidan menyarankan untuk mengangkat janinnya segera dan membutuhkan persetujuan suami atau keluarganya," jelas Serena dari sebrang sana tanpa basa basi.Sudah berulangkali kali Serena mencoba untuk menghubungi Adam, tapi berulangkali pula di tolak dan kali ini m
Keesokan harinya Kinanti mulai sadarkan diri, matanya perlahan terbuka dan tersadar kini berada di rumah sakit.Hatinya begitu was-was takut akan kemungkinan terburuk mengenai anaknya.Dengan gerakan cepat memegang perutnya, memastikan bahwa janinnya masih berada di dalam sana.Tapi tunggu, Kinanti merasa perutnya mengempis artinya sudah tidak ada janin di dalamnya.Pikiran buruk mulai menghantui seketika itu juga.Kinanti menangis tersedu-sedu merasa bersalah karena, sudah gagal menjaga janin tak bersalah tersebut. Padahal hanya janin itu alasannya untuk tetap bertahan hidup.Alasan untuk tetap berpijak di bumi yang kejam ini, berharap bisa bahagia hidup berdua saja.Kinanti tak kuasa menahan kesedihannya.Adam tersadar dari lamunannya, segera ia bangun dari sofa sebelumnya menjadi tempat duduk nya dan berjalan mendekati brankar tempat di mana Kinanti berbaring."Syukurlah kamu sudah sadar," Adam benar-benar merasa lega setelah melihat mata Kinanti terbuka.Sejak operasi di lakukan
Hari ini Kinanti sudah di perbolehkan untuk melihat keadaan bayinya karena, keadaannya yang mulai membaik sekalipun masih membutuhkan perawatan khusus.Adam dengan senang hati mendorong kursi roda Kinanti menuju ruang rawat bayi mereka.Mata Kinanti berkaca-kaca melihat anaknya di dalam inkubator."Siapa nama yang di berikan Papa Agatha Mas?""Fikri Agatha Sanjaya.""Fikri," Kinanti tersenyum memanggil nama anaknya, tak menyangka bahwa kini sudah menjadi seorang Ibu.Air mata haru menetes dari pelupuk mata indahnya, tak pernah terbayangkan akan melahirkan seorang bayi dengan keadaan yang sangat memprihatikan.Bayi malang yang sudah ikut dalam penderitaan belum sampai di lahirkan pun ke dunia, banyak perjuangan yang di lalu.Air mata yang terbuang dengan sia-sia tanpa bisa di tahan, Kinanti berharap bisa membahagiakan anaknya tak ingin terus menderita."Sampai kapan dia terus berada di sini Mas?""Sampai dokter yang menanganinya mengatakan sudah siap untuk di bawa pulang.""Aku pun tid
Sudah satu Minggu berlalu Renata merasa dirinya di acuhkan dan tidak mendapatkan perhatian sama sekali.Hingga hari ini memutuskan untuk datang ke rumah sakit meminta Adam untuk memiliki sedikit waktu untuk dirinya.Tapi sampai di sana justru emosinya mendidih melihat Adam yang tengah menyuapi Kinanti, segera masuk tanpa permisi hingga Kinanti dan Adam beralih menatap Renata yang tiba-tiba sudah muncul."Adam, kamu pulang sekarang!"Renata mengambil piring dari tangan Adam lalu, memberikannya pada Kinanti."Nggak usah manja, kamu bisa makan sendiri. Ingat anak mu sudah lahir artinya, sudah tidak ada alasan untuk tetap bersama Adam!"Renata menarik Adam untuk ikut bersamanya, membawa pergi dan tak lagi terus bersama dengan Kinanti.Sampai di parkiran rumah sakit, Adam masih mengikuti Renata menimbang banyak orang yang berada di sekitarnya.Kemudian ia masuk ke dalam mobil pun hanya menurut saja, hingga keduanya duduk di dalam mobil."Adam, kamu bilang akan menceraikan dia! Mana? Yang a
Satu Minggu berlalu Kinanti pun sudah kembali ke rumah bersama dengan anaknya yang bernama Fikri.Sekalipun bayi itu terlahir prematur, dengan berat badan di bawah rata-rata tapi Kinanti terlihat begitu telaten dalam mengurusnya. Tak sulit bagi Kinanti merawat bayinya yang berusia 3 Minggu tersebut, apa lagi ia adalah seorang perawat membuatnya cukup memiliki potensi dalam mengurus bayi.Selesai dengan mengurus bayinya berlanjut membersihkan diri, belum sempat memakai pakaian Fikri sudah menangis.Sebagai seorang Ibu Kinanti akan mengutamakan anaknya terlebih dahulu, dengan senyuman bahagia segera berjalan menuju ranjang sekalipun masih memakai balutan handuk pada tubuhnya.Perlahan Kinanti mengambil Fikri kemudian memberikan asi hingga bayi mungil itu berhenti menangis, menyusui dengan lahapnya.Sesaat kemudian pintu terbuka, Adam masuk dengan jas putri di tangannya berjalan mendekati Kinanti yang tengah menyusui Fikri."Anak Ayah," Adam langsung berjongkok dan mencolek pipi Fikri d
Berhari-hari Adam tak pulang ke rumah, saat ini Renata hanya mondar-mandir di dalam kamarnya menantikan kepulangan Adam yang entah kapan akan pulang ke rumah.Cukup sudah Renata bersabar hingga tiba-tiba pintu kamarnya terbuka terlihat Adam masuk."Sudah cukup aku bersabar Adam, janji mu menceraikan Kinanti sampai detik ini pun belum juga terjadi. Anak itu sudah lahir dan apa lagi? Sebentar lagi masa nifasnya juga akan berakhir!!!"Baru saja Adam sampai di rumah tapi Renata sudah menyambutnya dengan pertengkaran."Kapan Adam? Kapan kamu akan membuktikan janji mu?"Adam melempar tubuhnya ke atas ranjang, berbaring di sana mungkin bisa membuat perasaan menjadi lebih baik."Adam, jawab aku. Sampai saat ini justru kamu bukan menceraikan dia, yang ada kamu malah jarang pulang! Bagaimana dengan aku?""Aku nggak tau Renata, wajah Fikri terlalu membuat bingung," jawab Adam."Maksud kamu apa? Jangan bilang kamu ragu untuk menceraikan Kinanti?"Renata berjalan mendekati Adam, ingin mendengar se