"Dokter Adam mau bicara," Serena memberikan ponselnya pada Kinanti."CK!" Kinanti mendorong ponsel Serena tidak ada rasa tertarik untuk berbicara dengan Adam.Kinanti lebih memilih fokus pada makanan nya dan mulai makan dengan lahap dan berdoa semoga setelah ini tidak akan muntah lagi.Seharian muntah-muntah membuat nya menjadi lemas, bahkan bergerak saja begitu sulit."Kinan," Serena kembali memberikan ponselnya, berharap Kinanti mau berbicara walaupun hanya sebentar."Aku sedang makan."Kinanti menunjukkan piring yang kini berada di atas ranjang, dan ia duduk bersila, menyendok nasi dengan tangan kanan yang masih terpasang selang infus.Sebenarnya kemarin selan infus nya ada di tangan sebelah kiri tetapi, siang tadi Serena memindahkan ke tangan kanan karena tangannya kiri Kinanti mulai bengkak.Hampir satu Minggu sudah tangan Kinanti terpaksa di pasang infus, karena keadaan nya yang kadang-kadang mengkhawatirkan.Sehingga Adam belum mengijinkan Serena untuk melepas selang infusnya.
"Sayang."Adam tersentak saat tangan Renata dilingkarkan di perutnya, seketika itu pula ia memutuskan panggilan telpon yang masih terhubung dengan istri gelapnya. Kinanti.Adam masih bersyukur karena sudah tidak lagi memegang pisang keramatnya tapi, sejak kapan Renata keluar dari kamar."Adam," Renata memutari tubuh Adam, berpindah ke depan dengan perlahan tangannya melingkar di leher suaminya.Perlahan Adam pun memasukkan ponselnya ke dalam celana, memasang senyuman sekalipun masih di kuasai ketengan."Kamu kenapa? Kok, panik gitu?" "Kamu kenapa bangun?" Adam lebih memilih mengalihkan pembicaraan dibandingkan harus membahas hal yang bisa membuatnya bingung dengan jawaban dari setiap pertanyaan Renata."Aku, terbangun dan aku lihat kamu nggak ada, akhirnya aku nyariin kamu, ternyata kamu di luar," jelas Renata dengan senyum manja, "tapi, aku dengar barusan kamu teleponan, sama siapa?" Tanya Renata penuh selidik."Em, barusan Kak Hanna telpon, nanyain kamu," bohong Adam."Kak Hanna?"
Tiga hari ini Adam benar-benar meluangkan waktunya untuk Renata, membuat istri pertamanya bahagia tanpa ada bayang-bayang istrinya kedua Kinanti.Adam memfokuskan waktunya berlibur berdua untuk Renata, menjadikan istrinya seperti ratu sebagai ucapan maaf yang tak langsung keluar dari bibirnya."Sayang, aku sedang tidak ingin kembali ke Jakarta," Renata bergelayut manja pada lengan Adam.Beberapa hari ini Renata merasa Adam benar-benar setia padanya tanpa ada yang lain, sekalipun sebenarnya Renata masih ingin menanyakan mengenai ponsel Adam.Tapi, tidak masalah Renata lebih memilih bahagia dari pada terus menderita karena curiga."Sayang, nanti kita bisa kembali lagi, apa kau tidak rindu pada dua kurcaci kecil yang cerewet itu," Adam menarik Renata, mengecup beberapa kali."Vina?""Iya, siapa lagi kalau bukan suntel kentut itu.""Iya sih, ya udah kita balik."Renata mengangguk setuju, Adam memang sangat dekat dengan dua keponakan apa lagi Davina.Sehingga ia tidak bisa egois, lagi pula
"Sayang kamu mau kemana lagi?""Aku ada urusan sebentar, udah beberapa hari kita liburan, aku banyak menelantarkan pekerjaan ku, aku pergi dulu."Baru saja keduanya sampai di rumah tapi, Adam sudah berpamitan lagi untuk alasan pekerjaan."Adam, ini sudah malam, besok bisa, kan?" Renata menatap Adam yang sudah duduk di kursi kemudi dengan pintu mobil yang masih terbuka."Tidak bisa, Dokter Zidan ternyata menghubungi ku semenjak kemarin, barusan juga dia menelpon menanyakan beberapa data pasien.Renata mendadak diam tidak lagi bisa menahan suaminya untuk pergi."Aku pergi ya, kamu tidur dulu, aku tahu kamu capek, kan?" Renata mengangguk lemah, setelah tersadar dari lamunannya ternyata mobil Adam sudah keluar dari gerbang rumah.Dreett.Sebuah suara dari ponsel yang berada di dalam tas nya berdering, Renata tahu itu ponsel Adam yang tadinya di letakan di tasnya."Sayang!!!" Renata berseru dengan suara sekencang mungkin tetapi, Adam sudah jauh dan tak mendengar sama sekali.Perlahan ne
Belum sempat Renata menjawab suara Serena sudah terlebih dahulu terdengar."Dokter, saya sedang sakit dan Kinanti barusan mencari makan sendiri sampai sekarang belum pulang, saya khawatir," ujar Serena tanpa tahu siapa yang kini menerima panggilan nya.Beberapa hari ini Adam tidak bisa di hubungi, sehingga Serena bingung, dan saat panggil terhubung mulutnya langsung berujar dengan tidak sabar."Kinanti?!" Tanya Renata.Seketika itu tiba-tiba ponsel Adam mati kehabisan baterai."Kenapa dia menyebut Kinanti, apa hubungannya Adam dan Kinanti."Renata mengambil ponselnya dan menghubungi Dokter Zidan."Halo Dok," kata Renata setelah panggilan terhubung."Ya Ibu Renata ada yang bisa di bantu?" Tanya Dokter Zidan di sebrang."Apa anda menghubungi suami saya dan memintanya ke rumah sakit?" Tanya Renata dengan perasaan was-was."Tidak, beberapa hari ini Dokter Adam sudah mengatakan bahwa dia berlibur bersama istrinya dan semua di serahkan pada saya," jelas Dokter Zidan dengan sebenarnya."Baru
Perlahan kaki Renata melangkah masuk, kedua tangannya menggantung terkepal erat, seiring emosi dan air mata yang mulai membuncah."Apa ini?" Lirih Renata dengan perasaan hancur, "kau memanggil suami ku siapa tadi?" Renata berharap telinganya salah mendengar, hingga ia ingin Kinanti mengulangi lagi."Jawab!!!" Kinanti terdiam, tidak ada kalimat penjelasan untuk semua ini. Sekeras apapun berusaha membela diri tidak mungkin bisa di anggap benar."Dasar wanita rendahan!"Plakkk!!!Tangan Renata langsung menampar wajah Kinanti, kali ini Renata menyaksikan sendiri antara suaminya dan juga seorang wanita yang dulu menjadi pengasuh keponakan nya.Renata sudah merasa ada yang tidak beres pada Adam, dan ternyata Kinanti adalah alasannya. Bahkan waktu yang di luangkan Adam juga sudah tidak seperti dulu lagi, Renata tidak bisa lagi diam saat semua bukti mengarah pada Kinanti yang menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya."Renata."Adam tidak tahu harus membela siapa, ia menginginkan Kinanti. Ak
Sampai di rumah Renata langsung berlari menuju kamarnya, meluapkan kekecewaan menusuk tajam tanpa belas kasih. "Kau jahat Adam!!!"Renata melempar semua benda yang ada di dekatnya, kamarnya sudah seperti kapal pecah. Sejak kembalinya dari rumah Kinanti, Renata meluapkan emosi nya di kamarnya sendiri, kamar bersama Adam tempat melepaskan lelah."Mana janji mu dulu?!! Kalau untuk kau sakiti mengapa kau nikahi aku, kalau kau mencintai nya, menginginkan dia kenapa menjadikan aku istri mu, menjadikan aku ratu satu-satunya di hatinya!!!"Renata seperti orang gila, berbagi cinta dengan wanita lain membuatnya jatuh pada jurang luka teramat dalam.Tidak pernah terpikirkan memiliki suami dengan dua istri, memberikan dirinya seorang madu tak lain orang yang sangat di kenali-nya."Di mana perasaan mu? Jawab aku, apa kau tidak mencintai ku?!!" Teriak Renata."Aku mencintaimu Renata, tolong maafkan aku," pinta Adam berusaha menggapai tangan Renata.Renata menepis tangan Adam, merasa benci karena ta
Permasalahan semakin rumit, bahkan tanpa ada titik terang. Renata masih saja menghampiri Kinanti, bahkan memperingati agar tidak lagi meminta Adam untuk menemuinya."Jangan pernah kau meminta suami ku menemui mu lagi, kau itu bukan siapa-siapa dan kau hanya parasit dalam rumah tangga kami!"Renata tidak puas setelah semalam menghina Kinanti saat memergoki keduanya, pagi ini sebelum Adam bangun dari tidurnya ia sudah terlebih dahulu menghampiri Kinanti."Kau lihat tadi malam, bahkan dia tidak membela mu sama sekali karena, dia sadar kau hanya sebuah kesalahan!" Papar Renata lagi penuh kemarahan.Kinanti hanya diam mematung di tempatnya, aktivitas pagi terasa berat. Perlahan tangannya mematikan api kompor dengan nasi goreng di atasnya.Mencoba tetap kuat demi janinnya, bertahan di atas kerapuhan tanpa ada tempat bersandar. Menerima segala hinaan dengan hati rela tanpa bantahan.Renata menatap punggung Kinanti, hatinya terlalu sakit sehingga tak mampu berpikir dengan jernih.Baginya Kina