"Sarah!" Sarah yang hendak keluar dari gerbang pun menoleh, ternyata yang memanggilnya adalah Dava.Dava lagi dan lagi, apa tidak ada yang lain?Huuuufff.Lagi-lagi masalah akan datang pikirnya, entah mengapa Dava terus saja berusaha untuk mendekatinya.Bukankah seharusnya itu tidak perlu, Sarah sangat benci ketika mendapatkan hinaan.Apa lagi sampai akhirnya dituduh bermain api dengan Dava.Lagi pula Dava juga harus bertanggung jawab dengan Zira yang sangat membutuhkan tanggung jawab bukan?"Ada apa, Pak?""Kamu tidak naik motor? Kemana motor kamu?" tanya Dava.Sarah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dirinya sedang menunggu Hilman yang menjemputnya.Sampai akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba, Sarah merasa bisa bernapas lebih lega."Nggak Pak, soalnya Sarah pagi tadi di antar. Dan, pulang juga di jemput," Sarah pun menunjuk mobil Hilman yang terparkir tak jauh darinya dan Dava berada.Meskipun mobil Hilman tidak semahal mobil Dava tapi paling tidak keduanya sama
Tiba-tiba terdengar suara ponsel Sarah berbunyi, ternyata Ibunya yang menghuninya."Sebentar ya, Pak Dava."Sarah pun menjawab panggilan tersebut, kemudian berbicara dengan sang Ibu melalui sambungan telepon.Setelah selesai Sarah pun kembali melihat Dava, sambil memasukkan ponselnya ke dalam sakunya."Maaf Pak, kita ngomongnya lain waktu aja. Soalnya Ibu minta di jemput sekarang," tanpa menunggu persetujuan dari Dava pun Sarah langsung mengunci pintu rumahnya, kemudian pergi dengan mengendarai sepeda motornya.Dava hanya terdiam saat melihat Sarah yang sudah pergi.Bahkan wanita itu sudah tidak tampak di pandangan matanya.Dava sangat rindu dengan Sarah yang dulu, banyak tingkah dan sangat usil padanya.Tapi kini itu semua mungkin tak akan pernah lagi bisa terulang, apa lagi Sarah yang akan menikah dengan seorang pria lain.Ada apa dengan Dava, mengapa mendadak perasaannya menjadi begitu terluka karena pernikahan Sarah yang akan terjadi dalam waktu dekat ini.***Akhirnya pernikahan
Dengan senang hati Nada memberikan undangan pernikahan Sarah pada Dava."Ini undangan pernikahan Sarah, jangan lupa bawa kekasih tercinta mu itu!"Nada pun meletakan undangan tersebut pada meja makan di mana Dava sedang makan malam sendirian di rumahnya.Bahkan dengan sengaja Nada mendatangi kediaman Zahra, khusus untuk memberikan sebuah undangan.Dirinya sangat kesal, sebab sahabatnya Sarah dianggap sebagai perusak hubungan antara Dava dan Zira.Dava pun menatap undangan tersebut, kemudian membukanya.Tertulis jelas nama Sarah dan Hilman di sana."Tentu," Dava pun tersenyum pada Nada.Tampak dirinya ikut bahagia dengan pernikahan Sarah."Jangan lupa bawa pacar mu!""Apakah itu penting?" tanya Dava dengan santainya."Penting dong, gara-gara pacar mu itu satu kampus menganggap bahwa Sarah adalah perusak hubungan antara kalian!" pekik Nada."Baiklah, aku akan datang. Pernikahannya akan di langsung di rumah Sarah?""Iya, aku permisi dulu!"Kehadiran Nada khusus untuk memberikan undangan,
Hari ini adalah hari pernikahan antara Sarah dan juga Hilman, semuanya tampak bahagia. Tersenyum manis menyambut hari yang bahagia ini.Pernikahan pun di langsungkan di kediaman Buk Sumi, padahal Kinanti menyarankan di langsungkan di salah satu hotel ternama miliknya.Tapi, di tolak oleh Buk Sumi sendiri. Alasannya adalah karena tetangga.Tetangganya yang hanya hidup sederhana tidak akan hadir di gedung mewah itu, apa lagi rumahnya yang baru selesai di bangun.Meskipun sebenarnya hanya rumah sederhana, namun cukup membuat ketenangan di sana.Apa lagi gaji Buk Sumi dan suaminya selama bekerja dengan Kinanti yang membuat keduanya bisa membangun rumah tersebut.Sarah adalah putri satu-satunya, Buk Sumi sendiri ingin pernikahan anaknya terjadi di dalam rumah hasil kerja kerasnya dengan suaminya.Lagi pula suatu hari nanti rumah itupun akan menjadi milik Sarah, sehingga Sarah pun tak akan pernah bisa melupakan kenangan saat dirinya menikah di rumah tersebut."Hay, calon istri orang," sapa
"Masih lama ya Bu, pernikahannya?" tanya Nada pada Bu Sumi.Jam sudah masuk waktu siang hari, tapi pernikahan belum juga dilangsungkan.Membuat Nada pun menjadi bertanya-tanya.Belum juga Bu Sumi menjawab pertanyaan Nada, sudah datang lagi pertanyaan dari anggota keluarga."Sumi, apakah calon suami anak mu membatalkan pernikahan ini sepihak? Ini akan malu sekali," kata Naima yang tak lain adalah Kakak dari Buk Sumi sendiri."Di batalkan?" tanya Buk Sumi yang tampaknya begitu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Kakaknya."Iya, karena sampai jam segini belum juga tiba.""Enggak, dong Mbak. Itu calon besan dan keluarga Hilman sudah sampai," kata Buk Sumi dengan yakin."Kamu tanya Ibunya Hilman langsung, soalnya Mbak curiga ada sesuatu. Lagi pula para tamu juga udah mau pulang, karena pernikahan ini belum juga dilangsungkan.""Sebentar ya Mbak."Buk Sumi pun segera menuju di mana Buk Wati berada.Bertanya langsung mengapa sampai saat ini pun Hilman belum juga tiba."Buk Wati, apa H
Degh!Sejenak Sarah merasa tidak dapat menahan rasa bingung yang melanda.Bagaimana tidak, karena kini dirinya melihat seorang pria yang bernama Dava duduk di hadapannya.Itu bukan wajah Hilman, seorang pria yang seharusnya kini sudah menjadi suaminya.Tapi Sarah pun kembali melihat dengan tatapan pasti, mata yang melebar, memastikan apakah dirinya yang salah dalam melihat wajah seseorang.Mungkin karena dirinya ada sedikit perasaan untuk Dava, meskipun sebenarnya sudah tidak berharap sama sekali.Mengingat ada Hilman seseorang yang akan menjadi teman hidupnya untuk saat ini dan seterusnya.Demi kebahagiaan, tidak boleh ada pengulangan yang menjadi pembatas.Sarah ingin bahagia dengan pernikahannya, tanpa bayang-bayang seorang Dava sama sekali.Tetapi, saat ini hanya wajah Dava yang berada di pandangan matanya. Tidak berubah menjadi wajah Hilman.Tapi kenapa bisa demikian, mengapa bisa ada Dava?Sepertinya ini nyata bukan hanya ilusi semata, tapi alasnya apa?Adakah yang dapat menjel
"Tidak, ini nyata dan Dava adalah suami mu!" kata Adam dengan tegas.Sarah tahu jika Adam tidak suka berbasa-basi, apa lagi hanya sekedar bercanda saja.Karena hal ini tidak bisa dikatakan sebagai lelucon, ini hal yang serius."Tapi, kenapa? Mas Hilman, ke mana?""Dia tidak datang, dia pergi dan mengatakan tidak ingin menikah dengan kamu," papar Kinanti meyakinkan Sarah.Apa?Huuuufff.Ini tidak lucu.Apa Hilman sedang bercanda?Tapi, tidak ada alasan untuk itu semua.Namun, untuk tidak hadir di hari pernikahan yang sudah jauh-jauh hari sebelumnya di persiapkan dengan matang ini untuk apa?Dendam?Tidak!Sarah dan Hilman baru saling mengenal, kemudian memutuskan untuk menikah.Selamat keduanya bersejarah pun tidak pernah ada perselisihan yang terjadi.Apa lagi Hilman sangat menghormati dan menghargai Sarah.Lalu apa?Apa alasannya?Sarah pun ingin sekali bertemu langsung dengan Hilman, kemudian mempertentangkan secara langsung.Jika ragu akan semuanya, mengapa melanjutkan. Mengapa tid
Mengapa setiap kata yang dia dengar bukan seperti sekedar ucapan semata, tetapi malah seperti bom yang akan meledak.Bahkan mungkin lebih dari sekedar bom yang meledak tepat pada waktunya, melainkan seperti petir yang menyambar tanpa waktu dan juga keadaan yang pasti.Ini sangat mengejutkan."Kenapa?" tanya Dava melihat reaksi Sarah yang tampaknya tidak biasa saat mendengar apa yang dia katakan barusan."Kita? Maksudnya saya dan Bapak?" Sarah pun mencoba untuk bertanya agar lebih jelas."Aku sudah menikahi mu, apa lagi?"Suasana ini benar-benar sangat menegangkan, bagi seorang Sarah."Tapi, nggak papa kok, Pak. Saya tidur di luar saja.""Sejak kapan kamu menjadi formal berbicara pada ku? Apa lagi sekarang ini kita sudah menikah, kamu adalah istri ku!" Papar Dava.Istri?Waw, tidak pernah bermimpi untuk berada di posisi seperti ini. Namun, kenyataan membawanya pada posisi yang teramat menegangkan ini.Bisakah untuk meloloskan diri?Sulit."Istri?" tanya Sarah dengan bodohnya."Iya!"Sa