Tapi itulah Sarah dan sepertinya Nada dapat menyimpulkan bahwa Dava dan Sarah sudah begitu akrab.Baiklah, terserah keduanya saja. Baginya kedua orang itu adalah orang-orang yang baik.Lagi pula tidak ada yang salah, karena keduanya sama-sama belum menikah juga bukan?Jadi tak ada hati yang harus di jaga.Hingga sesaat kemudian Nada pun melihat ke arah Tama yang melihatnya juga dari sana, dimana mobil terparkir, hingga akhirnya mendapatkan sebuah ide yang cukup bagus dan menguntungkan dirinya."Sebentar ya, tunggu di sini," kata Nada."Memangnya kenapa?" tanya Sarah penasaran.Tapi Nada memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Sarah.Hingga Sarah yang hanya diam menunggu Nada di sana seperti apa yang diinginkan oleh Nada barusan.Begitu pun dengan Nada yang kini berdiri di hadapan Tama."Mas, ada baby sitter dadakan," kata Nada sambil menunjuk mobil Dava."Setuju, hanya untuk dua jam kedepankan?" Tama pun mengangguk dan bibirnya tersenyum simpul, membayangkan bisa bermesraan dengan Nad
"Bapak, ngapain bawa aku ke sini?"Sarah pun meneguk saliva sambil memeluk baby Amanda dan memperhatikan sekitarnya.Bagaimana tidak sampai meneguk saliva, karena saat ini dirinya berada di sebuah apartemen.Sarah baru tersadar setelah masuk ke dalam ruangan tersebut.Apartemen?Pikiran Sarah langsung saja tertuju pada sebuah kekejaman.Ataukah saat ini Dava akan melakukan sesuatu hal pada dirinya?Seperti melecehkan dirinya?Tidak.Sarah pun kini menatap Dava dengan horor, pikirannya benar-benar dipenuhi dengan berbagai kemungkinan yang akan segera menimpa dirinya."Tidak usah berpikir aneh-aneh!" Dari raut wajah Sarah sepertinya Dava dapat menyimpulkan satu hal, yaitu sesuatu yang negatif tengah berkeliaran di benak Sarah.Dava pun memilih untuk duduk di sofa, menyalakan televisi dan bersantai di sana."Aku tidak seperti yang kau pikirkan!" tambah Dava tanpa melihat ke arah Sarah.Sebab, dirinya hanya melihat televisi yang menyala."Gimana nggak mikir aneh-aneh coba, lihat," Sarah
"Lepaskan Pak!" seru Sarah semakin meninggi seiring dengan kekesalan terhadap Dava.Lelaki itu tampak begitu lancang melakukan itu pada dirinya.Hingga tidur baby Amanda pun terusik, bayi itu menangis.Membuat Dava pun segera melepaskan Sarah dengan segera."Dasar aneh!" Sarah pun melayangkan tangannya, ingin memukul wajah Dava.Tapi tangan Dava berhasil menghalanginya, hingga membuat Sarah merasa kecewa."Amanda menangis!" kata Dava sambil menunjuk bayi itu.Dengan segera Sarah pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan ke arah baby Amanda."Masalah kita belum selesai!" ancaman masih saja keluar dari bibir Sarah.Karena Dava yang belum mendapatkan pukulan dengan tangannya sendiri.Bagaimana pun Sarah harus membalas apa yang barusan diperbuat oleh Dava.Tapi untuk kali ini tidak, Sarah harus bersabar untuk sejenak demi memenangkan baby Amanda."Aku mandi dulu!" Dava pun segera masuk ke dalam kamar, terserah pada wanita itu mau mengatakan apa pada dirinya."Pak, ini Amanda gimana?""
"Apa yang kau lakukan?" Bertapa shock nya Dava melihat Sarah yang sudah melepas kemejanya, kemudian kembali mengguyur tubuhnya di bawah shower.Mungkin saja wanita itu belum sadar dengan apa yang sedang dia lakukan saat ini.Tapi bagaimana dengan Dava?Meskipun Dava punya prinsip dasar untuk tidak menyentuh wanita sebelum dinikahinya tapi bukan berarti dirinya tidak bisa merasa panas dingin jika sudah melihat wanita di hadapannya hanya dengan memakai bra saja."Akhirnya," Sarah pun merasa lebih baik, karena kini tak lagi merasa kepanasan, "ini gara-gara Bapak! Lihat!" Sarah pun membusungkan dadanya.Di sana tampak ada sesuatu yang terlihat akibat terkena air panas."Dasar wanita aneh, apa kau tidak sadar dengan yang kau lakukan? Kau tidak lihat tubuh mu sekarang?" Dava pun menunjuk Sarah.Akhirnya Sarah pun tersadar dengan dirinya saat ini."Ya ampun," Sarah pun menyilangkan kedua tangannya di dada, dirinya juga bingung mengapa bisa begitu."Sudahlah, aku keluar dulu. Aku ambilkan ha
"Bapak! Sakit tahu!" ringis Sarah sambil menggosok kepalanya yang terasa cukup nyut-nyutan itu.Tapi apakah Dava perduli? Sepertinya tidak sama sekali."Apa yang sedang kamu pikirkan tentang aku?""Aku curiga Bapak ini sebenarnya tidak normal!" akhirnya Sarah pun menyampaikan apa yang membuatnya melihat Dava tanpa hentinya.Mungkin saja ada satu hal yang mengganjal hingga dirinya butuh penjelasan.Tentu."Maksud mu?""Bapak, bahkan nggak ada rasa apa-apa waktu lihat perempuan? Padahal tadi--" Sarah pun lagi-lagi terdiam.Bertanya-tanya tentang Dava yang mungkin memiliki selera yang berbeda dari lelaki normal pada umumnya.Itu sepertinya tidak lagi diragukan, karena memang sangat tidak mungkin seorang pria hanya biasa saja melihat wajah berpenampilan seperti tadi di depan matanya sendiri."Memang begitu!" jawab Dava dengan pasti."Nggak mungkin, Sarah curiga kalau Bapak itu sebenarnya pencinta sesama, 'kan! Akui aja! Sarah sudah benar-benar yakin!" kali ini Sarah tampak begitu yakin ak
Sarah yang kini berada di dalam kamarnya cukup kesal memikirkan ponselnya yang masih tertinggal di apartemen Dava.Padahal dirinya sangat membutuhkan ponselnya tersebut.Bagaimana pula bisa teledor seperti ini, melupakan sesuatu yang selalu saja berada di tangannya.Sarah benar-benar tidak mengerti mengapa ini bisa terjadi."Kesel banget sih, gimana nggak kesal coba? Mampus aja tuh orang sekalian!" ucap Sarah penuh dengan kekesalan, bahkan sambil membayangkan Dava sedang di hadapannya langsung, mungkin bisa mencabik-cabik wajah pria gila itu."Kamu ngomong sama siapa?" Buk Sumi yang baru saja masuk ke kamar anaknya juga bingung melihat mulut Sarah yang komat-kamit.Bahkan Sarah tak memiliki lawan bicara di sana, artinya putrinya itu bicara sendirian."Ibu?" Sarah pun terkejut melihat kehadiran Buk Sumi yang tiba-tiba."Kamu itu kenapa lho, kok tiba-tiba ngomong sendiri tidak jelas begitu?""Itu Buk, Pak Dava. Ngeselin banget, ngasih tugas banyak, motor Sarah belum di balikin, sekarang
"Itu dia!"Sarah tersenyum saat melihat punggung Dava yang tengah berdiri di depan daun pintu ruangan.Tangan pria itu tampaknya akan memutar gagang pintu, agar bisa masuk ke dalam sana.Tapi Sarah dengan cepat menghampiri Dava, membuat pria itu sejenak urung untuk masuk ke ruangannya."Pak!" Huuuufff.Dava pun menarik napas dengan berat, pagi-pagi sekali sudah dikejutkan dengan seorang wanita aneh, padahal untuk malam tadi saja dirinya sudah begitu pusing.Penyebabnya tak lain adalah Sarah.Mengapa Sarah? Padahal wanita itu berada di rumahnya, jelas keduanya berada di tempat yang berbeda.Tentu penyebabnya karena bayangan wanita aneh itu terus saja membayanginya."Pak Dava, ponsel Sarah ketinggalan di Apartemen. Ada bawakan?" tanya Sarah sambil melihat ke arah tangan Dava.Tanpa tahu jika sebenarnya orang yang ada di hadapannya itu tidak baik-baik saja karena masalahnya saat malam tadi."Ponsel?""Iya, kayaknya ketinggalan di apartemen," jelas Sarah lagi sambil mangguk-mangguk.Men
Sarah meletakan bolpoin pada hidungnya, dengan sedikit menghimpit bagian bibirnya ke atas.Agar bolpoin itu tidak terjatuh, dirinya terus fokus mengerjakan tugas yang diberikan oleh Dava.Demi dua hal.Pertama ponsel dan kedua bisa ditemani menghadiri acara pernikahan mantan kekasihnya.Sedangkan Dava hanya memperhatikan gerak-gerik Sarah.Hingga Sarah pun menoleh padanya tanpa sengaja, bahkan membuat tatapan mata keduanya saling bertemu.Sejenak keduanya terdiam tanpa ada yang memutuskan terlebih dahulu, namun sesaat kemudian Sarah pun kembali melihat ke depan.Fokus pada tugasnya."Kenapa tugas mu tidak pernah selesai tepat waktu?""Gimana mau selesai tepat waktu Pak? Kemarin itu motor Sarah lecet, pulangnya terpaksa dengan Bapak. Bahkan, sampai tengah malam, abis itu kemarin juga udah jagain anaknya Nada. Terus pulang ke rumah Sarah udah kecapean banget, gimana dong Pak?" tanya Sarah dengan malasnya.Dirinya benar-benar merasa kesal jika di salahkan terus-menerus, apa lagi keadaann
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada