Sesaat kemudian Sarah pun muncul dan melihat ada banyak sekali benda kecil bertaburan di lantai."Ini apa? Tisu?" tanya Sarah pada dirinya sendiri.Sarah pun membukanya, kemudian bingung dengan benda tersebut."Sepertinya ini balon," tebak Sarah, "punya siapa ya?" Sarah melihat sekelilingnya tidak ada orang, hingga akhirnya memungut semuanya karena bisa membagikannya pada anak kecil yang bermain di jalanan saat pulang nanti.Benar saja, saat perjalanan pulang menuju rumah Sarah benar-benar menepikan sepeda motornya sejenak ketika bertemu dengan anak kecil di jalanan.Sarah pun membagikannya, senyuman di bibir anak-anak itu membuatnya ikut merasakan kebahagiaan yang tidak terkira.Sedangkan dirinya juga menyisakan beberapa buah dan meniupnya seperti balon."Balon, anti pecah ini. Bagus sekali bahannya, nggak kaya balon biasanya," kata Sarah dengan bodohnya.Yang dia tahu begitu bahagia bisa berbagi pada anak-anak yang ada di pinggir jalan.Bahkan anak-anak itu pun tampak kegirangan saa
Sedangkan di tempat lainnya banyak anak-anak yang dimarahi oleh orang tua mereka, penyebabnya adalah anak-anak mereka meniup balon yang diberikan oleh Sarah.Orang-orang tua itu begitu terkejut melihat mainan anak-anak mereka yang terbilang cukup ekstrim itu.Dan asal benda itu adalah karena Tama, lantas bagaimana dengan keadaan pria itu saat ini.Wajahnya tampak lesu menahan kesedihan bercampur dengan rasa malu."Mas," Nada pun duduk di samping Tama.Setelah menidurkan putri cantik mereka. Wajah suaminya itu tampak tidak bersemangat karena mengingat kejadian beberapa saat lalu."Aduh Mas malu sekali, malunya nggak tanggung banget. Betul-betul malu sekali," Tama tak dapat meluapkan perasaannya saat ini, tapi apa yang dia rasakan tentu begitu terasa menyiksa diri."Gimana bisa Ayah yang menerima kondomnya?" Lagi-lagi Tama tidak habis pikir akan itu semua.Tidak pernah bermimpi akan dipandang sebagai menantu memalukan namun sepertinya kini itulah yang terjadi.Bagaimana selanjutnya saat
Tubuh segar, wajah berseri-seri dan tampak penuh percaya diri.Siapa lagi kalau bukan Tama, duda tampan penuh karisma yang sudah resmi melepaskan status dudanya.Sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya akhirnya semua bisa menjadi lebih indah, karena rasa cinta yang kian membawa pada sebuah cahaya kebahagiaan.Semua itu tampak nyata terlihat oleh siapa saja yang menyaksikannya, tak terkecuali Fikri yang melihat Tama baru saja keluar dari kamar.Tatapan sinis pun tampak nyata dilayangkan tanpa ada rasa bersalah.Tapi bagaimana pun Tama tetap membalasnya dengan senyuman manisnya.Mungkin karena suasana hatinya yang tengah begitu hangat.Setelah meluapkan sesuatu yang tertahan, bahkan bukan hanya satu kali, dua kali, atau pun tiga kali.Tapi sudah beberapa kali, sepertinya pria itu lupa jika awalnya hanya mengatakan satu kali saja.Sekali lagi mohon di mengerti, Tama adalah mantan duda yang lama kesepian dan haus belayan.Jadi, itu tidaklah terlalu aneh di mata orang sekitarnya bukan.
Mentari pun menyandarkan tubuhnya pada kursi yang dia duduki, hasilnya tampaknya masih saja sama.Dirinya yang bermasalah bukan Fikri, membuat perasaannya semakin terasa begitu perih.Sedangkan dokter yang duduk di hadapannya ikut merasakan kesedihan yang sama, namun apa daya, hasilnya memang seperti ini.Ini adalah tes untuk kedua kalinya, setelah beberapa waktu yang lalu Mentari diam-diam memeriksakan keadaannya.Untuk apa Mentari memeriksakan keadaannya lagi? Untuk berharap ada kesalahan? Rasanya begitu lucu.Mungkin karena dirinya sudah begitu ingin memiliki seorang anak yang dapat mengingat pernikahannya dan juga Fikri menjadi lebih erat."Sayang, jangan bersedih. Mungkin belum waktunya," Fikri pun mengusap punggung Mentari, berharap istrinya itu baik-baik saja.Meskipun rasanya tak mungkin semua bisa semudah itu.Fikri menyadari dirinya juga menginginkan seorang anak, bagaimana pun keinginan seseorang setelah menikah adalah kehadiran anak.Untuk melengkapi keluarga kecil mereka.
Hari kian semakin gelap Dava pun akhirnya selesai dengan pekerjaannya, akhirnya memutuskan untuk pulang.Namun, saat masuk ke dalam mobil malah melihat Sarah yang tertidur pulas di sana."Aku kira dia sudah pulang," gumam Dava.Dava cukup lama berada di dalam sana, bahkan banyak sekali urusan yang harus dia selesaikan.Bahkan tidak menyangka jika Sarah masih menunggunya, awalnya Dava yakin jika Sarah sudah pulang sejak tadi karena kesal terlalu lama menunggu dirinya.Sepertinya perkiraan Dava salah besar, tapi ada yang aneh di sini.Sarah terlelap dengan mendengkur, kemudian ada air liur yang tumpah dari sudut bibirnya.Dava pun mengambil ponselnya dan merekamnya, sesaat kemudian Sarah pun mulai bergerak.Artinya wanita itu akan terbangun dari tidurnya, cepat-cepat Dava menyimpan ponselnya."Aku ketiduran?" Sarah benar-benar shock karena dirinya masih saja berada di dalam mobil Dava.Kemudian melihat sekelilingnya yang ternyata sudah gelap."Udah jam berapa ini?" Sarah pun menarik per
Dava hanya menahan tawa melihat Sarah yang ketakutan, hingga akhirnya dirinya melihat Sarah menyusul masuk ke dalam restoran.Dava menyembunyikan senyumannya melihat wajah Sarah yang tampak begitu ketakutan, wajah wanita itu terlihat sedikit lucu di matanya.Tak menyangka ternyata wanita aneh itu bisa juga ketakutan, ditambah lagi percaya dengan hal-hal yang dia katakan barusan.Tapi tidak masalah juga, mengerjai sedikit lebih baik.Dari pada terus mengikuti Sarah entah kenapa arahnya tidak jelas sama sekali."Kamu mau pesan apa?" "Makanan dong Pak, nggak mungkin pesan sepatu futsal di sini kan!" jawab Sarah dengan ketus.Tetapi Dava hanya diam saja, semakin banyak berdebat hanya membuat perutnya semakin lapar saja karena energi yang terbuang demi sia-sia.Sarah pun melihat daftar menu dan harganya yang tertera di sana.Harganya pun cukup gila bagi seorang Sarah, belum lagi nama dari menu makanan yang membuatnya bingung."Rp.10.000.00, ini serius?" Sarah tak menyangka jika satu pors
Sarah melihat begitu banyak tugas kuliah yang harus diselesaikan.Membuatnya kembali merasa tidak bersemangat, padahal seharusnya pagi ini dirinya sudah lebih baik."Gimana ya, tugasnya mana banyak banget lagi."Sarah pun mengambilnya ponselnya, bermaksud untuk menghubungi Dava.Tapi tidak, kejadian malam tadi membuatnya urung untuk melakukan hal tersebut."Tapi inikan urusan kuliah. Jadi, dia dosen dan aku mahasiswa. Tidak ada urusan lainya."Sarah pun mangguk-mangguk tanpa alasan yang jelas.Baginya apa yang dia pikirkan adalah sebuah keputusan terbaik.Dengan segera memakai tas ranselnya kemudian berjalan ke luar.Tapi lagi-lagi Sarah mendesus mengingat sepeda motornya yang belum juga dibawa pulang."Masa iya aku harus naik ojek, dia memang sangat menjengkelkan sekali!" umpat Sarah.Karena tak ingin mengalami kerugian, akhirnya Sarah pun memilih untuk menghubungi Dava.Satu kali, dua kali dan tiga kali.Tak juga mendapatkan jawaban.Akhirnya Sarah pun harus merelakan dirinya untuk
"Aku besar begini di katakan tuyul, dasar dosen nggak ada etika!" seru Sarah dengan penuh kekesalan.Sedangkan Ferdian dan juga Zahra hanya terdiam melihat dua orang di hadapannya.Sesaat kemudian keduanya pun saling pandang, seakan berbicara dalam diam."Apa Papi memikirkan sesuatu?" tebak Zahra.Ferdian pun menjawabnya dengan anggukan kepala, sebab memang ada yang terlintas di benaknya."Apa pikiran kita sama?" tanya Zahra lagi."Mereka seperti mengingatkan kita pada jaman dulu," jawab Ferdian."Benar," jawab Zahra dengan yakin.Kemudian keduanya kembali melihat dua orang yang masih saja bersitegang di sana.Entah seperti apa kedekatan keduanya, tapi siapa pun yang menyaksikan ini pasti mengira ada kedekatan yang cukup baik.Tetapi, keduanya tetap saja menepis itu semua. Mungkinkah mereka tak menyadari kedekatan mereka yang menimbulkan tanya."Dasar!" pekik Sarah yang akhirnya menghentikan pukulannya setelah mulai menyadari sesuatu.Sarah pun menjauh dan melihat dua orang yang baru
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada