"Om, aku mencintai Nada," satu kalimat yang akhirnya keluar dari bibir Tama.Pria itu dari tadi tampak diam saja, kali ini tidak. Bibirnya yang berbicara sendiri.Meskipun perasaannya saat ini sangat tidak bisa mengerti keadaan yang mengejutkan ini.Nada adalah anak Adam?Lagi-lagi Tama hanya bisa mengusap wajahnya sendiri mengetahui kenyataan ini.Dari awal hanya menepis, tapi apa? Ternyata semuanya adalah kebenaran."Nada, katakan apakah kamu sudah pernah tidur bersama dengan Tama, seperti apa yang dikatakan oleh Kakak mu?" Kali ini Adam sendiri yang bertanya kepada putrinya, meskipun kini dirinya berdiri tepat di depan Tama.Ingin mendengar bukti banwa apa yang dikatakan oleh putra sulungnya benar atau tidak.Nada tentunya tidak berani untuk berucap, untuk pertama kalinya Nada melihat wajah Adam yang penuh dengan kemarahan yang begitu mengerikan.Kepalanya hanya tertunduk tanpa berani membalas tatapan mata Ayahnya."Nada, Ayah masih menunggu jawabanmu!" Kata Adam lagi, sebab putriny
Adam langsung mencekik leher Tama, sebelum menghabisi pria itu mungkin dirinya tidak akan bisa baik-baik saja.Tapi Tama tidak bisa untuk melawan, tepatnya tidak ingin melawan sama sekali.Karena Adam adalah Ayah dari Nada, semuanya benar-benar serba sulit.Tidak melawan nyawanya bisa melayang, sedangkan jika melawan restu tidak akan pernah dia dapatkan.Lantas bagaimana? Apa yang bisa dilakukan oleh Tama?Menerima tanpa perlawanan atau sebaliknya.Suasana ini sangat mencekam, sulit untuk mengambil keputusan terbaik dari semua yang terjadi.Sebab hanya ada kemarahan yang terpancar, beruntung Kinanti sadar dan berlari mendekati Adam.Dirinya tidak ingin Adam menjadi seorang pembunuh, meskipun hatinya juga kecewa pada apa yang sudah dilakukan oleh Nada."Mas, cukup. Lepaskan dia," pinta Kinanti dengan air matanya yang terus saja berlinang.Sedangkan Adam tidak sama sekali perduli pada apa yang diinginkan oleh Kinanti, dirinya masih mengingat jelas apa yang dikatakan oleh Fikri sebelumnya
Tama mengusap wajahnya yang sudah babak belur tubuhnya penuh dengan lebam. Namun, percayalah sakit di hati jauh lebih parah dari pada luka yang tampak karena Fikri dan Adam.Tama pun akhirnya memutuskan untuk pergi, dirinya sangat tidak mengerti dengan semuanya.Hingga sebelum masuk ke dalam mobil mata Tama pun tidak sengaja melihat Nada yang berdiri di balkon kamarnya.Tama pun mengangkat tangannya, sementara Nada hanya diam menatap dengan iba.Keadaan Tama benar-benar membuat Nada merasa kasihan, tapi itulah perjuangan yang harus dilakukan.Ataupun mungkin saja Tama lebih memilih mundur dari semua perjuangan, sebab tidak ingin membuat masalah dengan Adam dan Fikri.Entahlah, Nada hanya bisa menarik napas panjang. Berharap akan ada jalan terbaik untuk hubungan mereka kedepanya.Hingga sesaat kemudian Tama pun pergi, perasaannya benar-benar tidak karuan.Sepanjang perjalanan pulang Tama hanya mengingat semua yang dikatakan oleh Adam, bahkan Tama pun membenarkan semuanya.Namun, tidak j
Pagi ini Tama menerima kiriman paket, meskipun tidak tahu apa dan dari siapa.Bahkan dirinya tidak ingin tahu sepertinya, dari siapa saja terserah.Tidak perduli dan tidak ingin perduli sama sekali.Mood-nya benar-benar tidak baik. Semua karena Nada, seorang pujaan hati yang telah bertahta dalam hati.Tama pun tidak mengerti mengapa bisa bocah ingusan seperti Nada mampu membuatnya tergila-gila, bahkan membalikkan dunianya dalam sekejap saja.Sayangnya kisah cinta tidak semulus jalan tol, pada kenyataannya kerikil dan badai siap menghantam untuk menghalangi keduanya untuk bersama salam membangun mahligai rumah tangga.Tetapi tunggu dulu, seperti ada yang janggal, isi dari paket tersebut adalah benda-benda yang pernah di beli oleh Nada menggunakan uangnya, bahkan Tama sangat mengenali semuanya.Apa yang tidak udiingat tentang Nada, tidak ada. Semuanya Tama ingat tanpa terkecuali.Tas dengan harga cukup fantastis, ponsel. Semua benda itu di beli benar-benar dengan uang Tama.Tetapi ada y
"Bunda, Nada nggak ngapa-ngapain sama Om Tama. Lagian juga apa salahnya memberikan kesempatan kepada Om Tama untuk berubah, apakah tidak ada kesempatan untuk menjadi seorang yang lebih baik?" "Semua orang berhak menjadi lebih baik, tetapi tidak dengan menjadikan kamu sebagai bahan percobaannya.""Bunda," Nada pun terdiam sejenak karena Adam yang mulai memasuki kamarnya.Bahkan Nada juga melihat Sarah yang berdiri diambang pintu, dengan segera Sarah pun pergi.Sebab dirinya takut pada Adam.Lihat saja tatapan Adam sangat menusuk bahkan terkesan begitu mematikan."Ini black card, dan kartu yang lainnya. Gunakan sesuai dengan keinginanmu! Jangan pernah sekali-kali mencoba untuk mengemis pada orang lain."Adam benar-benar memberikan semua fasilitas yang dimiliki oleh Nada, asalkan putrinya itu tidak lagi berhubungan dengan Tama.Apapun akan dilakukan oleh Adam asalkan putrinya tidak menikah dengan Tama."Ayah apaan sih, Om Tama baik tahu Yah," Nada pun melemparkan tubuhnya pada ranjang, s
Sarah pun mengedarkannya pandangnya, melihat kamar Nada yang benar-benar berantakan.Bahkan melebihi kapal pecah sekalipun,. terserah saja. Menurut Sarah, orang kaya bebas melakukan apa saja tanpa terkecuali sama sekali.Namun, sesaat kemudian Nada pun memeluknya erat. Menangis kencang di pelukan Sarah."Sarah, aku nggak tahu lagi harus gimana. Aku nggak mau pisah sama Om Tama," kata Nada sambil terus menangis tanpa hentinya.Jika malam tadi Sarah hanya mendengarkan curhatan Nada melalui sambungan telepon, maka tidak dengan kali ini.Sebab kali ini Nada ada di depan matanya, memeluknya erat-erat dan bercerita dengan panjang lebar."Kenapa sih nasib percintaan aku harus begini? Aku nggak sanggup lagi Sarah. Apa orang tua aku nggak ngerti kalau aku mencintai Om Tama?""Nada sebenarnya--""--Sarah, kamu ngerti, 'kan, perasaan aku sekarang? Aku sayang banget sama Om Tama, kenapa semuanya seakan menentang hubungan kami? Sampai kapan Sarah? Kapan kami bisa mendapatkan restu," Nada terus saja
Dua hari kemudian.Dua hari berlalu tidak lantas membuat Tama benar-benar hanya menyerah, selama dua hari ini dirinya hanya sedang mencoba untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.Meredam amarah yang tengah membuncah dan semuanya mungkin saja bisa menjadi lebih baik.Lihat saja pagi ini, dengan penuh keyakinan Tama pun menuju kantor Fikri.Ingin berbicara secara langsung dan mungkin saja bisa membuahkan hasil maksimal seperti yang diinginkannya.Hidupnya kini hanya Nada, tidak ada yang lain sehingga tidak akan bisa untuk mundur apapun yang terjadi kedepanya.Tap tap tap.Terdengar suara derap langkah kaki, perlahan semakin mendekat ke arah meja kerja Fikri.Dimana Fikri tengah sibuk dengan banyaknya berkas-berkas di tangannya.Fikri bahkan sampai tidak menyadari kehadiran Tama, Fikri hanya perduli pada pekerjaannya tanpa terkecuali.Sementara Tama masih saja mudah masuk ke ruang Fikri, sebab sudah terbiasa seperti itu.Tapi sepertinya Tama lupa jika kini dirinya bukan lagi siapa-siapa
Tama pun mencoba untuk bangkit kembali, bangkit dari rasa sakit yang sebenarnya begitu menyiksa diri.Diri yang sudah rapuh kian semakin hancur, sebenarnya sudah sejak awal Tama tidak ingin jatuh hati lagi pada semua wanita mana pun di dunia ini.Namun, apa daya. Bahkan tanpa disadarinya cinta tumbuh seiring dengan kebersamaan.Padahal hanya ada pertengkaran, perselisihan dan juga kekesalan. Tetapi, tetap saja hatinya mencintai wanita tersebut.Entah sampai kapan ini akan terjadi, tetapi tampaknya sampai detik ini tidak ada titik terangnya sama sekali.Semuanya masih gelap seakan tidak ada titik terang dari hubungan ini, entah berakhir dengan kebagian nantinya ataupun kesedihan.Tama benar-benar pusing memikirkan cintanya yang begitu rumit ini.Kembali menunju rumah dengan pakaian basah kuyup nya karena air hujan yang membasahi tubuh, tidak terasa dinginnya karena hati jauh lebih terluka.Sesampainya di rumah masih seperti biasanya melihat bulan di langit yang gelap.Namun sampai saat
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada