Siang harinya Kinanti pun kembali memasuki kamar putrinya, sebab ini sudah waktunya makan siang.Bahkan ada banyak masakan istimewa untuk menyambut kepulangan Nada."Sayang, bangun. Bunda, udah masak. Dan, semuanya masakan kesukaan kamu," kata Kinanti sambil menarik selimut yang menutupi putrinya tersebut.Sementara Nada langsung saja duduk, perutnya memang sudah keroncongan karena dari pagi tadi belum masuk sesuap nasi pun.Tapi tunggu dulu, bukankah saat ini Nada sedang dalam masa kemarahan.Benar sekali.Untuk semuanya butuh perjuangan? Dan, Nada ingin dihargai.Apa yang dikatanya tidak main-main, baiklah melanjutkan kembali kemarahan pagi tadi demi masa depan yang bahagia bersama sang pujaan hatinya."Nada, Bunda udah masak lho.""Nggak mau. Nada, nggak lapar!"Bersamaan dengan itu perut Nada pun berbunyi, bahkan begitu nyaringnya hingga terdengar di telinga Kinanti.Membuat ibu tiga orang anak itupun menahan tawa."Benarkah?" Kinanti semakin bersemangat untuk membuat anaknya seger
Sore harinya Tama pun mengirimkan pesan pada calon istrinya.Siapa lagi kalau bukan Nada.[Sayang, Mas kangen] Om Tama.Nada pun berguling-guling di kasur, membaca pesan dari Tama sungguh membuat hati menjadi kegirangan.[Nada juga kangen] Nada.Ya ampun mendadak Tama kehilangan kata-kata, sungguh apa yang dikirimkan oleh Nada seakan menariknya kembali menjadi ABG.[Boleh, Mas datang sekarang?] Om Tama.Ya ampun Nada terus saja berguling-guling di kasur, hingga akhirnya terjatuh."Aduh," Nada pun meringis menahan sakit pada pinggangnya.Mengapa bisa dirinya terjatuh, tapi tidak masalah. Nada sudah terlalu bahagia dengan pesan yang dikirimkan oleh Tama.Tapi untuk datang sepertinya belum waktunya, lagi pula mengapa Tama tidak tepat janji.Bukankah sudah pernah Nada meminta waktu satu Bulan pada Tama, tapi malah di berikan dua Minggu dan anehnya baru dua hari Tama sudah mendesak untuk bertemu dengan kedua orang tuanya.Tanpa Nada ketahui bahwa Tama sudah tak sanggup menahan dirinya, sehi
"Mas yakin?" Kinanti merasa bingung pada Adam yang malah menyetujui apa yang diinginkan oleh putrinya, rasanya begitu mustahil untuk dilakukan oleh seorang Adam."Sayang, apa kamu yakin putri kita itu bersungguh-sungguh untuk menikah?" Adam lagi-lagi mengutarakan keraguannya, bahkan ingin melihat siapa lelaki yang sudah menjalin hubungan dengan putrinya tersebut.Beberapa waktu kebelakang ini memang Adam membebaskan putrinya, berusaha untuk memberikan sebuah kepercayaan.Agar Nada bisa menjalani hidup dengan baik, tanpa terus membuat masalah seperti selama ini terus dimanjakan oleh dirinya.Sementara Kinanti hanya terdiam menimbang apa yang dikatakan oleh Adam.Walaupun sebenarnya dirinya juga tidak yakin dengan keinginan Nada untuk menikah, menimbang anaknya itu masih labil.Bahkan bisa berpindah-pindah keinginan dalam waktu yang sama."Ya juga sih, namanya bocah sedang kasmaran," kata Kinanti membenarkan apa yang di sampaikan oleh suaminya itu."Siapa yang kasmaran?" Tanya Fikri yang
[Om, udah di tungguin Ayah di rumah] Nada.Nada langsung mengirimkan pesan pada Tama, sebab sudah mendapatkan ijin dari Adam.Bahkan Nada sudah tidak sabar untuk memperkenalkan calon suaminya itu pada keluarganya, setelah itu Nada pun bergegas untuk berdandan, harus cantik, manis dan juga menawan.bagaimana pun kini dirinya akan kedatangan tamu spesial, bahkan mungkin langsung saja mendengarkan kata lamaran.Sungguh hidup bersama dengan lelaki yang kita cintai adalah impian semua wanita di dunia ini tak terkecuali Nada.Nada pun sudah membulatkan tekadnya untuk menjadi istri di usia yang masih begitu muda ini, bahkan hanya hitung bulan dirinya akan merayakan hari ulang tahun yang ke 20 Tahun.Sementara Tama begitu bahagia saat mendapatkan pesan dari Nada, dirinya segera menyambar kunci mobilnya.Segera menemui keluarga Nada dan ingin langsung meminta persetujuan untuk menikahi Nada secepat mungkin.Namun Tama juga bingung, karena Nada mengirimkan alamat lainnya.Tak lain itu adalah ala
Fikri benar-benar tidak mengerti, bahkan tidak dapat mencerna semuanya dengan baik.Mengapa?Tentu karena penjelasan Nada yang begitu mengerikan, bahkan ini serasa seperti sebuah kejutan yang membuat jantungnya terus berdetak kencang.Rasa cemas yang begitu luar biasa seakan siap menghantam dirinya dengan segala pikirannya yang begitu kacau.Hanya satu harapan Fikri untuk kali ini, semoga saja Nada sedang bercanda seperti biasanya."Nada, kalau bicara jangan asal!" Fikri masih menepis semua yang dikatakan oleh adiknya? Mengapa? Tentunya semuanya seakan begitu mustahil.Lantas mengapa lagi-lagi semuanya seakan mengakuinya.Nada hanya diam seakan tidak menepis sama sekali apa yang barusan dikatakannya.Tatapan mata Fikri kini hanya tertuju pada Tama yang berdiri saling berhadapan dengan dirinya."Nada, serius Kak. Kan, Ayah yang minta buat ngundang calon suami Nada," Nada berbicara dengan suaranya yang sedikit meninggi, kesal karena Fikri seakan tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh
"Om, aku mencintai Nada," satu kalimat yang akhirnya keluar dari bibir Tama.Pria itu dari tadi tampak diam saja, kali ini tidak. Bibirnya yang berbicara sendiri.Meskipun perasaannya saat ini sangat tidak bisa mengerti keadaan yang mengejutkan ini.Nada adalah anak Adam?Lagi-lagi Tama hanya bisa mengusap wajahnya sendiri mengetahui kenyataan ini.Dari awal hanya menepis, tapi apa? Ternyata semuanya adalah kebenaran."Nada, katakan apakah kamu sudah pernah tidur bersama dengan Tama, seperti apa yang dikatakan oleh Kakak mu?" Kali ini Adam sendiri yang bertanya kepada putrinya, meskipun kini dirinya berdiri tepat di depan Tama.Ingin mendengar bukti banwa apa yang dikatakan oleh putra sulungnya benar atau tidak.Nada tentunya tidak berani untuk berucap, untuk pertama kalinya Nada melihat wajah Adam yang penuh dengan kemarahan yang begitu mengerikan.Kepalanya hanya tertunduk tanpa berani membalas tatapan mata Ayahnya."Nada, Ayah masih menunggu jawabanmu!" Kata Adam lagi, sebab putriny
Adam langsung mencekik leher Tama, sebelum menghabisi pria itu mungkin dirinya tidak akan bisa baik-baik saja.Tapi Tama tidak bisa untuk melawan, tepatnya tidak ingin melawan sama sekali.Karena Adam adalah Ayah dari Nada, semuanya benar-benar serba sulit.Tidak melawan nyawanya bisa melayang, sedangkan jika melawan restu tidak akan pernah dia dapatkan.Lantas bagaimana? Apa yang bisa dilakukan oleh Tama?Menerima tanpa perlawanan atau sebaliknya.Suasana ini sangat mencekam, sulit untuk mengambil keputusan terbaik dari semua yang terjadi.Sebab hanya ada kemarahan yang terpancar, beruntung Kinanti sadar dan berlari mendekati Adam.Dirinya tidak ingin Adam menjadi seorang pembunuh, meskipun hatinya juga kecewa pada apa yang sudah dilakukan oleh Nada."Mas, cukup. Lepaskan dia," pinta Kinanti dengan air matanya yang terus saja berlinang.Sedangkan Adam tidak sama sekali perduli pada apa yang diinginkan oleh Kinanti, dirinya masih mengingat jelas apa yang dikatakan oleh Fikri sebelumnya
Tama mengusap wajahnya yang sudah babak belur tubuhnya penuh dengan lebam. Namun, percayalah sakit di hati jauh lebih parah dari pada luka yang tampak karena Fikri dan Adam.Tama pun akhirnya memutuskan untuk pergi, dirinya sangat tidak mengerti dengan semuanya.Hingga sebelum masuk ke dalam mobil mata Tama pun tidak sengaja melihat Nada yang berdiri di balkon kamarnya.Tama pun mengangkat tangannya, sementara Nada hanya diam menatap dengan iba.Keadaan Tama benar-benar membuat Nada merasa kasihan, tapi itulah perjuangan yang harus dilakukan.Ataupun mungkin saja Tama lebih memilih mundur dari semua perjuangan, sebab tidak ingin membuat masalah dengan Adam dan Fikri.Entahlah, Nada hanya bisa menarik napas panjang. Berharap akan ada jalan terbaik untuk hubungan mereka kedepanya.Hingga sesaat kemudian Tama pun pergi, perasaannya benar-benar tidak karuan.Sepanjang perjalanan pulang Tama hanya mengingat semua yang dikatakan oleh Adam, bahkan Tama pun membenarkan semuanya.Namun, tidak j
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada