Tama menerima laporan dari orang suruhannya jika Nada saat ini berada di rumah keluarga Adam Agatha Sanjaya, yang tak lain adalah rumah Fikri salah seorang sahabatnya.Tama terdiam dan memikirkan sesuatu, hingga akhirnya dirinya pun menghubungi Nada.Padahal Nada sedang bahagia bersama dengan kedua orang tuanya, bahkan sedang menunggu dua orang yang sangat dicintainya tersebut untuk menikmati telor dadar buatannya."Jawab dulu, siapa tahu penting," kata Kinanti saat mendengar suara ponsel Nada terus saja berbunyi."Ya udah, bentar ya Bunda," Nada mencari tempat aman terlebih dahulu untuk menerima panggilan telpon dari Tama.Karena Nada tidak mau ada yang mendengar pembicaraan mereka.Setelah dipastikan aman, barulah Nada menerimanya."Apa, duda lapuk! Dasar pengganggu!" Nada langsung saja menjawab dengan kekesalan, karena menghubungi saat tidak tepat waktu.Tama diseberang sana tidak perduli, saat ini hanya ingin bertanya dimana keberadaan Nada.Membuktikan apakah wanita itu berbohong
Tama langsung saja pergi tanpa perduli lagi pada pertanyaan Nada, karena Tama sudah tahu jika Fikri adalah majikan Sumi yang tak lain adalah Ibu dari Nada.Setahu Tama, Nada adalah anak dari Sumi. Tanpa di ketahui ada sesuatu hal yang sebenarnya yang jauh lebih mengejutkan. Bahkan diluar akal sehat Tama."Om!" Nada pun berseru saat Tama malah pergi tanpa menjawab pertanyaan terlebih dahulu.Sepanjang perjalanan menuju rumah bibir Nada terus saja komat-kamit tidak jelas menurut Tama.Tapi lain halnya dengan Nada, karena dirinya yang tengah menikmati lagu kesukaannya.Berikut dengan suara gendang dan suling semakin membuatnya menjadi lebih bahagia.Hingga akhirnya Nada pun sampai di rumah, tanpa berbicara sama sekali langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah.Tak perduli pada Tama yang sudah mentraktir makan malamnya."Mana?" Tanya Sarah saat Nada baru saja sampai di rumah."Apanya?" Baru saja Nada sampai tetapi Sarah sudah bertanya, bahkan bertanya tanpa jelas tentunya hanya
Tama menuruni anak tangga, lengkap dengan pakaian kantornya karena hari ini ada rapat yang begitu penting.Sesampainya di meja makan ternyata semua sudah berada di sana.Tak terkecuali Nada yang ternyata sudah sampai lebih awal dari biasanya."Hay Om," sapa Nada dengan suara nyarinya.Sedangkan Tama hanya diam saja, bahkan tak merespon sama sekali.Memilih untuk duduk di kursi meja makan dan memulai sarapan pagi lebih baik, setelah itu harus segera berangkat ke kantor.Banyak hal yang jauh lebih penting, yang harus dilakukan oleh Tama. Dari pada hal lainnya, termasuk Nada."Om, kartu Kreditnya kapan Nada balikin? Nada belum sempat mengunakannya, karena hari ini Nada sama Tante Mira ke sekolah," kata Nada.Mira terkejut mendengarnya, bahkan sampai kartu kredit milik Tama saja ada pada Nada."Terserah pada mu saja!" Kata Tama, tidak mempermasalahkan sama sekali.Nada pun mangguk-mangguk seperti anak kecil, tapi paling tidak dirinya masih memiliki waktu untuk berbelanja menggunakan kartu
Malam semakin larut, Tama merasa semakin tidak nyaman. Sebab, sampai saat ini juga belum dapat terlelap dalam mimpi indah.Pikirannya hanya ada Nada dan Nada, hingga akhirnya Tama pun membuka ponsel.Melihat aplikasi berwarna hijau dan mencari kontak Nada.Tetapi sesaat kemudian Tama pun meletakkan ponselnya kembali pada meja.Sebab tak ingin membuat bocah ingusan itu percaya diri karena dirinya yang menghubungi."Ada apa dengan ku? Kenapa mendadak aku rindu? Rindu?" Tama pun menyadari kata konyol yang di katakan oleh bibirnya sendiri.Rindu? Mungkinkan Tama merindukan Nada, hingga lagi-lagi ucapan Mira yang memberikan sebuah peringatan terngiang-ngiang di benaknya."Ingat Tama, anak kecil pun suka dengan mainan. Karena terlalu suka, sampai suatu ketika mainan itu hilang, dia menangis. Begitu pun dengan kamu, mainan mu itu hati. Jika dia pergi kamu terluka lagi. Dan, perbedaannya, anak kecil menangis mengeluarkan suara keras, sedangkan kamu menangis tanpa suara!" Kata-kata itu terus
Pagi-pagi sekali Tama langsung bangun, membereskan semua pekerjaan secepat mungkin. Hingga, pada siang harinya sudah kembali ke rumah.Sesampainya di rumah Tama langsung menuju kamarnya, tanpa sengaja malah melihat Nada dari jendela kamar.Nada sedang berada di kolam renang, menggunakan pakaian renang cukup tertutup.Berbagai macam gaya dilakukannya, mulai dari pemanasan sampai seakan-akan meloncat ke dalam kolam renang.Namun pada akhirnya tetap saja bocah itu menuruni anak tangga dan mencoba untuk berenang dengan menggunakan pelampung berwarna pink.Bibir Tama tertarik pada masing-masing sudutnya."Dasar bocah aneh."Entahlah.Tama masih tak mengerti dengan perasaannya saat ini.Mungkinkah ini cinta atau hanya sebatas keinginan untuk menikmati sejenak saja.Namun tiba-tiba Tama melihat keanehan, pelampung yang digunakan oleh Nada mendadak terlepas, sepertinya wanita itu sedang kesulitan untuk bergerak di dalam air sana."Apa itu juga gaya terbarunya?" Tama pun bertanya-tanya dalam k
Hari-hari terus berlalu, bahkan terhitung Nada sudah 15 hari bekerja untuk Mira di rumahnya.Artinya hanya menunggu 15 hari lagi, setelah itu Nada pun terbebas dari segala perjanjian dengan Tama.Tetapi akhir-akhir ini Tama merasa semakin tidak bisa berdekatan dengan Nada.Karena hari-hari Nada berada di sekolah bersama dengan Mira, apa lagi sudah menjadi guru tetap di sekolah.Artinya jika pun sudah tak bekerja untuk Tama maupun Mira, tetap mengajar di sekolah.Ditambah lagi beberapa hari ini yang mengantarkan Nada ke sekolah setelah Mira adalah Handoko.Rasanya kesal sekali, mengapa Papanya itu tidak meminta dirinya yang menggantikan seperti beberapa hari yang lalu.Bahkan Nada saja kini selalu menolaknya saat akan mengantarkan pulang, bahkan Nada menolak untuk dijemput.Lihat saja pagi ini, padahal Tama sudah membawa mobil mewahnya.Tetapi Nada lebih memilih lelaki dengan sepeda motornya yang menunggu di depan rumah.Hingga Tama hanya bisa mendesus saja, sampai akhirnya Tama pun ta
Tatapan tajam Tama tertuju pada seorang bocah ingusan yang cukup membuatnya menjadi hampir gila.Gila karena terus saja memikirkan wajah Nada yang mendadak menjadi peneror dalam setiap detiknya.Kali ini wanita itu harus bertanggung jawab, karena sudah lancang membuatnya menderita dengan menghadirkannya rasa rindu yang begitu luar biasa, sehingga tidak dapat terbendung lagi.Setelah beberapa hari ini Tama terus saja tersiksa, mencoba untuk tidak perduli dan juga tidak bertemu dengan Nada ternyata hanyalah menyiksa diri sendiri.Lihatlah bocah nakal itu, tersenyum dengan manisnya pada seorang bocah juga.Meskipun demikian tetap saja Tama akan berusaha untuk mendapatkan.Tekat benar-benar sudah bulat, siapapun yang menghalangi tak akan bisa menghentikan seorang Tama yang ingin memiliki Nada.Andai saja wanita itu tahu seperti apa tersiksanya menahan rindu, mungkin saja tidak akan melakukan ini.Maka dari itu wanita yang bernama Nada itu harus di ingatkan, agar tidak lagi berbuat kesalah
Awalnya Nada memang ter-batuk-batuk karena shock, tetapi mendadak saat ini dirinya tertawa terbahak-bahak sambil melihat wajah Tama.Bagaimana tidak tertawa, apa yang dikatakan oleh Tama sangatlah gila.Apakah pria tua itu sedang mengigau sehingga bisa berkata dengan demikian.Menikahinya?Aneh sekali.Sejenak Nada berpikir jika Tama bukan hanya hanya seorang duda lapuk, tetapi juga duda gila. Atau memang gila karena menjadi duda lapuk selama bertahun-tahun lamanya. Bahkan sampai membuat otaknya bergesar."Om, kalau becanda ternyata lucu juga ya. Baru tahu kalau Om, bisa juga bercandaannya," kata Nada diselingi tawa kecil yang masih keluar dari mulutnya.Sungguh melihat wajah Tama mendadak mengocok perutnya.Padahal tidak ada yang lucu, semuanya terjadi karena adanya perkataan Tama yang ingin menikahinya.Sedangkan Tama hanya melihat Nada dengan datar, melihat ekspresi wajah Nada dirinya menyimpulkan bahwa tak ada rasa ketertarikan yang dimiliki bocah ingusan di hadapannya itu terhad
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada