Fikri pun tersenyum menggoda Mentari, akhirnya setelah bertahun menyimpan perasaan kini bisa memiliki dengan sepenuhnya.Bibir Fikri terus saja tersenyum bahagia, melihat Mentari yang kini berada di kamarnya.Mentari berulang kali menatap dirinya dari pantulan cermin.Dengan piama berwarna pink.Namun anehnya itu sudah cukup lama berlangsung, Fikri sudah menunggu sejak tadi namun sampai saat ini pun sepertinya belum ada tanda-tanda istrinya itu untuk naik ke atas ranjang.Sampai di sini kesabaran Fikri semakin di uji, bingung dan bertanya-tanya tentunya.Mengapa Mentari hanya bercermin saja, padahal sudah jelas tanpa bercermin pun istrinya itu memang begitu cantik tiada yang dapat menandinginya.Fikri pun mencoba untuk menghampiri Mentari, tetapi sesaat kemudian Mentari merasa perutnya sakit."Aduh," Mentari pun meringis menahan sakit pada perutnya."Kenapa?" Wajah Fikri tampak panik saat melihat Mentari menahan sakit."Aku mules," secepat mungkin Mentari masuk ke dalam kamar mandi, d
"Ada-ada saja," umpat Fikri kemudian menutup pintu dan menguncinya dengan segera.Glek!Mentari meneguk saliva saat kunci pintu kamar berhasil di putar oleh Fikri.Seketika Fikri pun menatapnya, berjalan ke arahnya dan melingkarkan tangannya di pinggang Mentari."Fikri, aku," Mentari berusaha untuk mencari alasan, berharap bisa menghindari malam ini.Bukan Mentari tidak mau, hanya saja dirinya masih malu."Apa?" Bisik Fikri dengan parau di telinga Mentari.Lagi-lagi Mentari menegang merasakan napas hangat Fikri."Kenapa tegang sekali?" Fikri menyadarinya sehingga merasa bingung."Anu, aku. Aku, sakit perut," Mentari pun memegang perutnya.Fikri pun mengangkat sebelah alisnya, tampaknya tahu istrinya itu sedang berusaha untuk mengelabuinya.Artinya dari tadi Mentari juga demikian."Sakit?""He'um, lepasin ya. Aku mau ke kamar mandi," Mentari berusaha untuk melepaskan tangan Fikri yang melingkar pada pinggangnya.Tetapi Fikri tidak mau, dirinya sadar Mentari sedang menegang dan berusaha
Fikri pun menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi wajah Mentari, wajah cantik yang membuatnya begitu terpesona.Menyadari hanya bibir istrinya itu yang mengatakan tidak, berbeda dengan tubuhnya yang bahkan begitu merespon setiap sentuhan yang di berikannya.Mentari pun membuka matanya dan melihat Fikri masih berada di atas tubuhnya.Mentari merasa malu atas apa yang barusan terjadi, walaupun sebenarnya tak ada yang salah."Katanya cuman pegang-pegang aja!" Mentari pun kesal dan memukul lengan Fikri."Katanya enggak, tapi menikmati juga," goda Fikri."Nggak! Mama ada!" Mentari mengelak dan mendorong Fikri agar turun dari atas tubuhnya, namun tidak dengan sebaliknya.Fikri masih begitu nyaman dengan posisinya saat ini."Aku mencintaimu," bisik Fikri.Mentari pun menurunkan pandangan matanya, mengigit bibir bawahnya merasa dunianya begitu indah bersama dengan Fikri."Aku juga," jawab Mentari dengan suara pelan.Fikri pun terdiam sambil terus menatap wajah Mentari begitu juga den
Lantas bagaimana dengan pasangan pengantin baru satunya lagi?Diva dan Kenan tampak canggung, tak ada yang terjadi sama sekali.Seharusnya malam pengantin adalah malam penuh kehangatan, kemesraan dan peluh yang bercucuran karena penyatuan cinta yang panas dan membara."Kenan, kenapa di luar?" Kinanti tanpa sengaja melihat Kenan duduk di sofa tepat di depan pintu kamar, sedangkan pintu kamar terbuka lebar.Tampak Diva di dalam sana yang tengah duduk di atas ranjang sambil memainkan ponselnya.Membuat Kinanti semakin kebingungan pada pengantin baru tersebut."Kenan, sedang mencari udara segar, Bun," jawab Kenan dengan asal.Asal jawab saja seperti saat ini, dari pada diam tanpa jawaban yang nantinya semakin membuat Kinanti bertanya banyak hal."Apa kamu tidak salah?" Kinanti tampak bingung dengan jawaban putranya tersebut, "sejak kapan mencari udara segar di sini? Bukannya di luar seharusnya?" Kinanti terus menatap putra keduanya itu penuh tanya.Kenan membenarkan apa yang di katakan ol
"Caelah manten baru," goda Nada.Diva pun tersentak seketika itu, baru saja dirinya keluar dari kamar tetapi sudah dibuat jantungan.Padahal sejak semalam juga dirinya sudah sangat gemetaran.Akibat menjadi pengantin baru dadakan, belum lagi tidur bersama Kenan untuk yang pertama kalinya."Kamu bisa nggak--""Nggak!""Dasar gila!""Biarin! Tapi, ngomong-ngomong wangi banget ya. Ah......" Diva pun berdecak kagum dengan Diva, dengan segala tebakan yang ada di kepalanya.Diva pun merasa ada sesuatu yang dipikirkan oleh sahabatnya itu yang kini sudah merangkap menjadi adik iparnya."Mikirin apa?""Hehehe," Nada pun cengengesan, menggabungkan kedua tangannya yang masing-masingnya mengerucut, "wangi bener, Neng! Gimana semalam?" Nada pun menyenggol Diva dengan wajah menggoda.Bocah tengil itu memang sangat usil dan sangat suka sekali berbicara semaunya.Bahkan pagi ini sudah berjaga di depan pintu kamar Kakaknya.Nada ingin langsung melihat Diva keluar dari kamar, mencium aroma shampo pada
"Kok diem aja? Cuma liatin doang?" Lama Diva menunggu Kenan untuk berbicara tetapi sampai saat ini pun belum ada tanda-tanda suaminya itu akan bersuara.Menatapnya terus-menerus malah semakin membuatnya menjadi tidak karuan, ini sungguh mencekam.Mengapa setelah saling terbuka akan cinta yang ada malah menciptakan ketegangan yang luar biasa."Memangnya mau apa selain di lihat?" Tanya Kenan dengan senyuman.Ya ampun Diva benar-benar kehilangan udara segar, apa ini?Kenan benar-benar semakin membuatnya ingin mendadak terkena serangan jantung."Kamu ngomong apa sih!" Diva melihat ke arah luar, memilih menghindar dari tatapan mata Kenan yang membuatnya tidak menentu."Kamu tidak mau cium tangan begitu, sebelum keluar dari mobil suami mu?" Tanya Kenan dengan suara pelan.Kenan tak ingin ada kecanggungan berlarut-larut, hingga ingin membuat mereka lebih nyaman, karena belum terbiasa dengan status baru yang mereka miliki.Suami istri.Namun, Diva malah ingin menangis. Karena malu akan apa ya
"Ya, aku menunggumu untuk menjelaskan!"Kenan pun terus menatap Diva, sebab dari tadi tak juga berbicara apa-apa.Sejenak Diva menimbang, sambil menatap wajah Kenan yang terus menatapnya penuh intimidasi.Tapi kenapa harus malu juga, bukankah Diva tidak mencuri atau melakukan pekerjaan keimanan lainnya."Aku malu sekali saat Abi menghubungi ku dan memberitahu kamu bekerja di kantin," Kata Kenan lagi.Agar Diva tahu jika yang memberitahukan kepadanya adalah Bayu sendiri, sebagai seorang suami yang bertanggung jawab tentunya Kenan tak ingin dipandang sebelah mata.Apa lagi di tegur langsung oleh mertuanya sendiri, itu sungguh sangat memalukan."Abi?" Diva mendesus setelah menatap wajah Kenan, awalnya sempat berpikir jika dirinya tak lagi memiliki mata-mata setelah menikah.Tetapi sama saja, kebebasan hakiki tak pernah didapatkannya.Rasanya lelah jika harus hidup dalam pantauan selama 24 jam."Iya!""Aku nggak punya uang, kamu tau? Sejak Abi tahu aku dan Nada mabuk, semua pasilitas yang
"Bagaimana skripsi mu?""Puyeng, bantuin ya," Diva pun menangkup kedua tangannya, berharap Kenan mau membantunya.Kenan pun mengangguk setuju, apa saja jika untuk Diva pasti akan di lakukan olehnya.Apa lagi tujuannya menjadi dosen adalah Diva, andai saja tahu mungkin dirinya sudah di ejek habis-habisan oleh Diva karena begitu bersemangat ingin mendekati."Kamu ikut aku ke kantor, ya.""Tapi aku harus balik ke kampus.""Ngapain? Dosen kamu di sini!" "O, iya," Diva memang aneh, apa lagi sejak kemarin di nikahi oleh Kenan.Mungkin situasi yang baru ini masih membutuhkan waktu untuk bisa menepatkan diri.Namun, entah sampai kapan. Tetapi, semua memang sangat mendadak. Hingga benar-benar membutuhkan waktu untuk melakukan banyak pendekatan.Saling mengenal layaknya seorang suami istri pada umunya, bukan hanya sekedar sahabat saja seperti dulunya.Canggung yang kini menjadi musuh terberat bagi keduanya."Kamu ini ada-ada saja."Kenan pun mengulurkan tangannya pada Diva, dengan ragu Diva pu