"Mommy," Mentari bersorak gembira melihat kepulangan kedua tangannya.Beberapa hari tidak bertemu tentu membuat kerinduan yang begitu mendalam.Renata pun memeluk putrinya dengan erat, menciumi pipi, hidung, kening dan bibir putrinya dengan penuh kerinduan."Tari kangen.""Mommy, juga kangen banget."Kemudian Mentari beralih memeluk Zidan, "Daddy nggak kangen Tari?"Zidan pun tersenyum melihat putrinya, kemudian mengangkat Mentari."Kangen sekali," kata Zidan dan menciumi wajah putrinya."Bagaimana?" Tanya Mala yang juga menyambut kepulangan Renata dan Zidan pagi ini.Renata hanya bisa menunduk dengan wajah pucatnya.Tidak ada yang perlu dijelaskan oleh bibirnya, semua masih saja sama.Dirinya sudah pasrah dengan apapun yang akan terjadi kedepannya.Mala pun mengerti dengan perasaan Renata, mengusap punggung Renata dengan penuh kasih sayang mungkin bisa meringankan sedikit beban menantunya tersebut."Daddy, ke kamar dulu ya. Daddy mau istirahat," pamit Zidan setelah menurunkan Mentari
"Apa kabar," Renata pun tersenyum saat memasuki kamar Kinanti.Berjalan dengan kaki jenjangnya perlahan semakin mendekati sang pemilik kamar."Baik, apa kabar?" Kinanti pun menyapa dengan tidak kalah antusias.Beberapa lama tidak bertemu ada rasa rindu sedikit banyaknya dalam hati keduanya, bukan soal masa lampau yang menyakiti.Tapi masa-masa yang terlewati penuh dengan keikhlasan dan kesabaran, lalu menciptakan sebuah hubungan. Sehingga kini seakan keluarga tanpa pernah berada dalam dilema yang sama."Mana baby nya?""Ini Tante," Kinanti pun menirukan suara anak kecil, menunjukan baby Nada yang kini dipeluknya.Renata tersenyum bahagia sambil mencolek wajah mungil bayi itu."Akhirnya, dapat anak cewek juga," ujar Renata penuh haru."Iya, dan sepertinya lengkap sudah," lanjut Kinanti dengan raut wajah bahagia.Seorang ibu yang melahirkan dengan rasa sakit yang begitu luar biasa.Anehnya rasa sakit terasa sirna setelah melihat wajah mungil buah hati tercinta.Semua ibu tentu begitu,
"Zidan, sakit ya?" "Enak, pengen lagi. Ini namanya gigitan rasa cinta," celetuk Zidan tiba-tiba sambil melihat wajah Renata yang ketakutan."Ish! Kamu gitu ih! Ku pikir kamu kesakitan!" Renata pun menggaruk meja, kesal rasanya pada Zidan."Maaf deh, aku kamu kan love-love jadi kalau gigitan kamu ya aku aman-aman aja. Paling sedikit kena virus," ujar Zidan panjang lebar."Virus?" Renata bingung, dan mengapa Zidan mengatakan virus, "emangnya aku apaan!""Virus cinta!" "CK!" Renata terdiam sambil membuang pandangannya kearah jalanan, melihat kendaraan yang terus berlalu-lalang.Tapi tidak dengan hatinya, hatinya malah sedang berlalu-lalang di awan saat gelapnya malam hampir datang.Sayangnya tidak ada artinya dengan sinar cinta yang kini mulai bersemi di dalam hati wanita yang sudah dua kali membina rumah tangga itu."Kamu mikirin apa?" Tanya Zidan saat melihat wajah Renata tidak juga melihat kearahnya.Renata pun berusaha tenang, menyimpan senyuman yang sebenarnya sudah terukir di relu
"Zidan, berhenti di depan situ."Zidan pun kembali menghentikan laju mobilnya, padahal belum juga setengah perjalanan menuju rumah."Apa?""Aku mau beli buah, aku ke ATM sebentar," segera Renata turun, lalu kembali setelah mengambil beberapa lembar rupiah dari ATM.Zidan terdiam saat tangan Renata menghitung beberapa lembar uang setelah mengambil dari mesin ATM."Katanya kamu nggak bawa dompet?" Akhirnya Zidan bertanya juga, sebab dirinya sendiri sedang kebingungan."Aku emang nggak bawa dompet," jawab Renata santai, sambil menatap ke depan."Tapi bisa narik uang di ATM?""Aku bawa ATM doang, aku selalu taruh di belakang ponsel," Renata memperlihatkan pada Zidan, kemudian menyimpan kembali ke dalam sakunya.Huuuufff.Zidan menarik napas dengan berat, jika ternyata istrinya membawa ATM mengapa dirinya harus repot-repot mencuci piring?"Kenapa nggak bilang!""Bilang apa?" Mendadak Renata meneguk saliva, merasa gemetaran saat wajah Zidan berjarak beberapa senti darinya.Glek.Terasa ber
"Happy birthday Mom!" Seru Mentari saat Renata akan memasuki kamarnya.Renata terkejut, matanya melebar seketika itu juga."Bukan happy birthday sayang," Mala pun menimpalinya, "happy anniversary, buat Mom dan Daddy," jelas Mala."Oh, iya. Maaf Mom, Tari salah," Mentari pun menunjukkan gigi ompong nya, melihat Renata dengan cengengesan.Zidan yang menyusul Renata pun ikut tercengang melihat sekitarnya.Anniversary?Dalam hati bertanya-tanya apakah benar hari ini adalah hari pernikahannya dengan Renata.Zidan tidak mengingat sama sekali."Kalian lupa ya?" Tanya Mala, "Mama ingat, makanya semua Mama siapkan bersama dengan Mentari," Mala tersenyum manis, dirinya sebenarnya ingin membuat suasana rumah menjadi nyaman.Renata pun bisa merasakan cinta yang besar di sekelilingnya, sehingga bisa menghadapi segala sesuatunya dengan senyuman dan juga kekuatan.Tidak merasa sendirian.Seiring dengan keluarga yang akan menjadi pendukung dalam suka maupun duka."Zidan?" Tanya Renata.Zidan pun meng
"Sepertinya iya."Dunia serasa berhenti berputar seketika, mendengar jawaban Renata rasanya cukup membuat hati tersentak hebat tiba-tiba.Sejak bertahun lamanya Zidan menantikan ini, menanti cinta dalam diamnya terbalas.Malam ini yang menjadi saksi dimana telinganya mendengar suara itu.Bahagia tiada terkira, dengan rasa tak percaya tapi inilah nyatanya."Renata!" Zidan pun menjauhkan dirinya, mencoba untuk menatap wajah Renata."Apa?""Kamu sadar nggak tadi ngomong apa?""Emang aku ngomong apa?" Tanya Renata kembali sambil memeluk Zidan.Ada rasa malu dan sedikit lucu, berteman sudah begitu lama tapi kini terasa begitu berbeda."Renata, jawab dulu! Kamu serius udah sayang sama aku?""Ish apaan sih!" Renata memilih memeluk Zidan dengan eratnya.Menyimpan wajahnya yang penuh raut bahagia.Malu tiada terkira saat menjawab pertanyaan tersebut dengan sebenarnya."Jawab dulu, atau aku nggak mau di peluk!" Zidan menjauh dan tidak ingin dipeluk oleh Renata."Ya udah, nggak mau, nggak papa!"
Malam pun berlalu, pagi menyapa dengan sinar matahari pagi yang menyapa.Pagi ini tampak berbeda dari pagi sebelumnya, karena ada cinta yang terucap setelah semalam saling mengungkapkan rasa.Rasa yang begitu indah penuh suka cita, siapa yang menyangka ternyata rumah tangga yang awalnya karena keterpaksaan itu bisa terbina setelah banyaknya rintangan yang menghadang.Siapa sangka pula ternyata mereka yang dulunya hanya teman kini malah menjadi teman hidup yang sejati."Selamat pagi Mom," sapa Zidan dengan tangan yang melingkar di perut Renata.Renata hanya diam tanpa menjawab, tubuhnya terasa dingin tidak seperti biasanya."Kamu kenapa?" Zidan pun segera bangkit dan melihat wajah Renata dengan jelas.Pucat dengan keringat dingin yang membanjiri, merintih menahan sakit yang kian terdengar."Renata, ada apa? Apa yang terjadi?" Wajah Zidan kian semakin panik, ketakutan tentunya melihat Renata.Ini bukan kali pertama, tetapi sudah berkali-kali. Entah bagaimana caranya meyakinkan Renata un
Sampai di depan ruang operasi, Zidan harus melepaskan tangan Renata.Tapi tidak, Zidan masih menggenggamnya dengan erat tanpa ingin melepaskan sama sekali.Genggam itu bukan sekedar tidak ingin dilepas, tapi juga karena takut ini akan menjadi yang terakhir kalinya keduanya saling menggenggam tangan."Sebentar," Renata meminta untuk sejenak berhenti mendorong brankar, tepat di depan pintu ruang operasi yang sudah terbuka lebar.Renata menatap Zidan yang terus saja menatapnya penuh air mata.Renata menggenggam erat tangan Zidan, setitik air mata yang menetes dengan bibir yang tersenyum."Aku tidak apa," kata Renata dengan nada suara bergetar.Zidan menggeleng dan tidak tahu harus berkata apa, kondisi ini sangat membuatnya menjadi tidak berdaya."Tapi aku punya satu keinginan," pinta Renata.Zidan pun menatap manik mata Renata, menantikan apa yang akan dikatakan oleh wanita yang dicintainya dari dulu sampai kini."Aku yakin aku akan baik-baik saja, tapi-" Renata sejenak terdiam sebab mata