"Cukup!!""Keluar!!!""Iya." Dengan terpaksa Adam keluar namun, tiba-tiba Kinanti memanggilnya kembali."Mas!""Apa lagi?" Tangan Adam sudah memegang kenop pintu tetapi lehernya memutar kembali mengarah pada Kinanti."Kita ngambil mangga dulu ya," pinta Kinanti penuh harap.Tiba-tiba saja Kinanti ingin mangga muda yang tumbuh di taman belakang tetapi, harus Adam yang memanjatnya sendiri."Mas," rengek Kinanti.Entah keberanian dari mana tetapi, Kinanti rela memohon pada Adam demi satu buah mangga."Ya."Keduanya kembali keluar dari kamar, mengendap-endap seperti maling, sampai akhirnya mereka berdua berdiri di bawah pohon mangga."Panjat Mas," pinta Kinanti dengan tidak sabar.Adam segera memanjat dan mengambil dua buah mangga muda, setelah itu segera turun lalu memberikan pada Kinanti."Tidak boleh terlalu sering memakan mangga muda."
"Tidur yuk, udah malam.""Ya."Sehari penuh bersama, malam ini pun saat semua terlelap keduanya masih saja bersama. "Ya, udah, Mas ngapain ngikutin Kinanti ke kamar?" Telunjuk Kinanti menunjuk ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup rapat.Adam menyadari kebodohannya, sulit sekali untuk beranjak dari Kinanti."Kenapa?"Keduanya berada di depan pintu kamar Kinanti, berdiri dengan berdebat kecil dan nada bicara yang pelan."Kalau Mas di sini terus, kapan Mas tidur? Ini sudah malam!"Adam tersenyum dan masih ingin memandang wajah cantik Kinanti tetapi, tidak mungkin juga selamanya berdiri di sana."Ayo sana," tangan Kinanti mendorong dada bidang Adam."Iya, Mas, tidur ya," pamit Adam dengan malas."Iya," Kinanti tersenyum tetapi, anehnya Adam masih berada di hadapannya tanpa bergerak sedikit pun."Kamu masuk duluan.""Mas duluan!""Ayo masuk."
Suara Azan subur berkumandang, Kinanti segera bangun, bergegas menuju kamar mandi.Setelah selesai dengan aktivitas pagi Kinanti merasa segar.Tangan Kinanti memegang bibirnya, membayangkan saat-saat malam tadi Adam menyentuh nya dengan sensual.Sudah-sudah!Kinanti tidak ingin semakin gila.Dengan perlahan kakinya melangkah keluar, menuju kamar Davina yang berada di lantai dua.Belum sempat Kinanti menginjak anak tangga tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya."Kinanti!!!"Kinanti urung menaiki anak tangga, perlahan berbalik dan menatap Renata."Ya Nyonya."Renata berjalan semakin mendekati Kinanti, menatap tangan Kinanti yang masih di perban."Gimana dengan tangan kamu?""Sudah lebih baik nyonya.""Kapan perbannya di lepas?""Mungkin nanti Nyonya, saya akan ke rumah sakit, setelah mengantarkan Davina dan Derren."Renata mangguk-mangguk sambil te
Tangan Adam semakin menjadi-jadi di bawah sana hingga membuat tubuh Kinanti semakin meremang."Ayo kita berangkat ke sekolah," Kinanti sengaja bersuara, agar Adam melepaskan tangannya di bawah sana.Setelah tangan Adam terlepas ada perasaan lega, andai saja Adam tahu ia ingin sekali menjerit, merintih dengan sekerasnya saat tangan kekar itu mengelus pahanya."Vina, berangkat sama Tante Renata aja ya, biar Mbak Kinanti perban nya di lepas dulu sama Ayah Adam," ujar Renata.Kinanti yang salah mendengar atau Renata yang salah berbicara?Tapi jika ini salah maka Kinanti ingin menjadi benar.Jika ini benar maka Kinanti akan sangat bahagia.Biarkan saat ini ia berubah menjadi wanita yang jahat, egois, serta menjadi wanita ketiga.Tetapi percayalah, setelah anaknya lahir ia pasti akan pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.Renata terlalu baik untuk di sakiti."Kinanti, biar Davina dan Derren aku ya
"Sayang, hari ini aku ikut kamu ke rumah sakit, atau kemanapun."Adam berhenti sejenak, begitu pula dengan Renata yang berjalan di samping Adam."Kamu yakin?""Iya, emang enggak boleh?""Boleh."Setelah mendapat persetujuan dari Adam, Renata segera masuk kedalam mobil suaminya. Adam mengambil ponsel dari saku kemejanya mengirimkan pesan kepada Kinanti.Adam : Mas, ke rumah sakit sekarang, Renata juga ikut.Setelah mengirimkan pesan Adam segera masuk kedalam mobil menyusul Renata, duduk di kursi kemudi dan mulai melajukan mobilnya."Sayang, kita besok jadikan liburannya?"Sudah berulangkali Renata meminta waktu Adam hanya untuk nya dari awal menikah sampai detik ini.Sehingga kali ini Adam tidak bisa menolak, karena takut Renata curiga pada nya. Adam tidak sanggup jika harus kehilangan Renata, sekalipun harus memilih. Adam lebih memilih Renata dari pada Kinanti."Jadi," Adam mengelus kepa
Renata berbalik dan menatap Adam yang berjalan kearah nya dan Kinanti.Renata tersenyum saat Adam semakin mendekati nya, bahkan Renata sudah bersedia di peluk oleh Adam.Jantung Kinanti semakin bergemuruh, apa yang harus dilakukan hanya sampai beberapa langkah lagi."Kinanti."Huuuufff.Dengan cepat Serena menarik nya dan membawanya pergi."Sayang," Renata langsung berjalan kearah Adam dan memeluk dengan cepat.Adam tersentak, ini kesalahan."Kamu kenapa?" Renata kebingungan saat melihat reaksi Adam.Menarik napas dengan panjang lalu tetap berusaha untuk terlihat santai."Kamu katanya udah pulang?" Adam membalas pelukan Renata dengan erat."Hehehe," Renata terkekeh sambil mengangguk, "tadi aku ketemu Zidan dan kami cerita-cerita gitu, terus pas aku mau pulang, aku lihat," Renata tidak lagi melihat Kinanti di dekatnya.Seketika Renata menjauh dari Adam dan mengedarkan pandangan
Setelah keluar dari kawasan rumah sakit Pelita Bunda kaki Kinanti terhenti di sisi jalanan. Matanya menatap sekiranya sambil mencari sesuatu yang ingin di makan."Kinanti kan?" Seorang pria dengan seragam anggota polisi berjalan ke arah Kinanti.Kinanti tersenyum sambil berusaha mengingat siapa pria yang kini menyapa nya."Kamu lupa sama aku?"Pria itu dapat melihat raut wajah bingung Kinanti.Kinanti tersenyum kecut sambil terus berusaha mengingat sesuatu, sampai akhirnya ia tersenyum karena tahu siapa orang di hadapan nya."Bayu!" Kinanti berseru karena bisa bertemu dengan sahabat lamanya sewaktu duduk di bangku SMP.Seketika Kinanti menatap Bayu dengan pandangan memuji, "Kamu sekarang sudah pakai seragam ya, dulu saja kamu itu buluk banget," celetuk Kinanti.Bayu tertawa kecil, membenarkan apa yang dikatakan oleh Kinanti."Ya, tapi sekarang udah enggak kok," Bayu tersenyum dan memperlihatkan baju din
"Mas!!!" Kinanti tersentak ternyata Adam yang menariknya, hampir saja jantungnya terlempar keluar karena kegilaan Adam."Kenapa kau tidak pernah mendengar ku?!" Sergah Adam."Lepas," Kinanti berusaha menjauhkan Adam darinya, menghimpit tubuh kecilnya yang membuat sang empu sesak, "Mas, aku sesak!"Adam tersadar dan sedikit merenggangkan Kinanti, walaupun tak sepenuhnya melepaskan."Maksudnya apa?" Kinanti tidak mengerti dengan pertanyaan Adam, bahkan tidak mengerti mengapa Adam sampai harus menariknya tiba-tiba begini."Apa pria tadi itu kekasih mu juga?!" Adam memperjelas pertanyaan nya, agar Kinanti tidak seperti orang bodoh yang kebingungan."Memangnya kenapa?"Tidak ingin menjawab, yang ada semakin membuat kepala Adam pusing."Kau!!!"Adam rasanya sudah kehabisan kesabaran."Mas yang kenapa?" Kini Kinanti yang bertanya, kemudian menatap Adam dengan penuh intimidasi.
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada