Setelah keluar dari kawasan rumah sakit Pelita Bunda kaki Kinanti terhenti di sisi jalanan. Matanya menatap sekiranya sambil mencari sesuatu yang ingin di makan.
"Kinanti kan?" Seorang pria dengan seragam anggota polisi berjalan ke arah Kinanti.Kinanti tersenyum sambil berusaha mengingat siapa pria yang kini menyapa nya."Kamu lupa sama aku?"Pria itu dapat melihat raut wajah bingung Kinanti.Kinanti tersenyum kecut sambil terus berusaha mengingat sesuatu, sampai akhirnya ia tersenyum karena tahu siapa orang di hadapan nya."Bayu!" Kinanti berseru karena bisa bertemu dengan sahabat lamanya sewaktu duduk di bangku SMP.Seketika Kinanti menatap Bayu dengan pandangan memuji, "Kamu sekarang sudah pakai seragam ya, dulu saja kamu itu buluk banget," celetuk Kinanti.Bayu tertawa kecil, membenarkan apa yang dikatakan oleh Kinanti."Ya, tapi sekarang udah enggak kok," Bayu tersenyum dan memperlihatkan baju din"Mas!!!" Kinanti tersentak ternyata Adam yang menariknya, hampir saja jantungnya terlempar keluar karena kegilaan Adam."Kenapa kau tidak pernah mendengar ku?!" Sergah Adam."Lepas," Kinanti berusaha menjauhkan Adam darinya, menghimpit tubuh kecilnya yang membuat sang empu sesak, "Mas, aku sesak!"Adam tersadar dan sedikit merenggangkan Kinanti, walaupun tak sepenuhnya melepaskan."Maksudnya apa?" Kinanti tidak mengerti dengan pertanyaan Adam, bahkan tidak mengerti mengapa Adam sampai harus menariknya tiba-tiba begini."Apa pria tadi itu kekasih mu juga?!" Adam memperjelas pertanyaan nya, agar Kinanti tidak seperti orang bodoh yang kebingungan."Memangnya kenapa?"Tidak ingin menjawab, yang ada semakin membuat kepala Adam pusing."Kau!!!"Adam rasanya sudah kehabisan kesabaran."Mas yang kenapa?" Kini Kinanti yang bertanya, kemudian menatap Adam dengan penuh intimidasi.
Kinanti masih berdiri menatap satu-persatu wajah-wajah yang duduk di kursi meja makan untuk makan malam.Dimulai dari Agatha, Hanna, Devan, Derren, Davina, Renata, Adam dan Sarah."Kinanti duduk," pinta Sarah lagi.Dengan mengangguk perlahan Kinanti duduk di kursi meja makan, bersebelahan dengan Adam."Saya mau bicara penting," Sarah mulai memasang wajah serius, menatap Kinanti yang duduk saling berhadapan dengan nya."Iya, Nyonya," Kinanti mencoba tetap pada tempatnya, mendengar apapun yang di katakan oleh sang majikan."Jadi, tetangga sebelah itu teman saya dan dia punya anak laki-laki sedang mencari jodoh dan saya sudah mempromosikan kamu untuk jadi, menantunya," ujar Sarah.Huuuufff.Kinanti merasa lega, tadinya sempat berpikir jika Sarah akan memisahkan badan dan kepalanya saat membuka hubungannya dengan Adam."Kinanti," Sarah lagi-lagi menatap Kinanti dengan bingung."Iya Nyonya," kini ia sudah lebih bai
Kinanti kembali ke kamar terlebih dahulu, tidak sanggup melihat Adam yang sesekali tersenyum padanya seakan membuatnya tidak karuan.Tubuh nya bersandar pada daun pintu, bayang Adam seakan masih berkeliaran di kepalanya."Sudahlah," Kinanti menepuk dahinya, tidak ingin terus menjadi gila karena Adam, dengan segera ia berbaring di atas ranjang.Hampir saja terlelap dalam tidur tetapi, tiba-tiba ada tangan yang perlahan melingkar di perutnya lalu membelai lembut.Kinanti tahu pasti Adam, sekalipun tubuhnya tidur miring dengan menunggu arah pintu.Tapi tidak akan ada yang berani melakukan itu selain Adam, bahkan Kinanti pun sudah sangat hapal wangi tubuh Adam."Kamu sudah minum susu?"Kinanti tanpaknya gagal dalam membodohi Adam karena, ternyata Adam tahu Kinanti hanya sedang berpura-pura terlelap.Kinanti memilih diam menikmati pelukan Adam yang terasa begitu hangat, seakan menemukan sebuah ketenangan."M
"O, begitu, ya, sudah."Setelah Mbok Sum pergi, Kinanti merasa lebih baik.Dari tadi ia menahan napas."Biasa saja," bisik Adam menyadari reaksi Kinanti saat ini."Mas, keluar sekarang!" Kinanti mendorong dada Adam, tidak ingin lebih lama lagi di kamar nya yang hanya membuat nya bisa mati berdiri.Sedangkan Adam malah membaringkan tubuhnya dan ikut menarik Kinanti untuk berbaring di samping nya."Nanti saja, Mas pengen peluk perut kamu," Adam kini kembali mengusap perut Kinanti dengan, setengah duduk bahkan mengecup hingga beberapa kali.Kinanti kembali menarik tubuhnya untuk duduk, kemudian mendorong Adam agar segera pergi.Bukan Kinanti tidak ingin tetapi, ia sangat takut ada yang memergoki mereka.Sebenarnya tidak salah, status nya adalah istri Adam juga hanya saja, tidak ada yang tahu selain Serena sahabat Kinanti mengenai pernikahan rahasia tersebut.Kinanti lagi-lagi tidak siap jika Sarah
"Kenapa kau mengambil keputusan ini Kinanti?" Adam tidak mengerti dengan jalan pikiran Kinanti, mengapa bisa-bisa nya menceritakan tentang pernikahan mereka pada orang lain.Kinanti menarik napas dengan berat, tahu akan perasaan Adam saat ini."Tidak usah takut Mas, tidak akan ada yang tahu selain dia," Kinanti berusaha meyakinkan Adam, sekalipun hati begitu sakit.Adam sebenarnya masih ragu, bagaimana bisa Serena menutup mulutnya dengan rapat tanpa memberitahu pada siapapun pun.Jika saja ini sampai di telinga sahabat nya Zidan, maka sudah pasti Renata akan tahu sebab, Zidan dan Renata juga saling mengenal bahkan sangat dekat.Menimbang dirinya, Renata, dan Zidan adalah sahabat sejak lama.Dalam hati Adam sangat kesal pada keputusan Kinanti, mengapa tidak bisa menutup rapat pernikahan ini.Keluarga Renata dan juga keluarganya sudah memiliki ikatan bisnis sejak lama, Adam tidak ingin semua hancur karena masalah
Dering alarm pada ponsel Kinanti berbunyi, dengan segera tangannya menggapai ponsel yang tergeletak asal di atas meja nakas lalu membuat suara nya menjadi senyap.Dengan rasa malas Kinanti segera bangun, matanya menatap ranjang yang berantakan tanpa Adam di sampingnya.Kinanti tersenyum getir dengan mata yang mulai berembun, sadar hanya sebuah persinggahan bagi Adam.Setelah menghirup udara sebanyak mungkin perasaan nya mulai terasa lebih baik.Tidak ingin larut dalam luka yang tiada akhir, Kinanti lebih memilih membersikan tubuhnya.Membersikan diri dari sisa-sisa percintaan nya bersama Adam semalam hingga membuatnya lebih segar.Setelah memakai pakaian bersih, Kinanti segera keluar dari kamar.Hari ini adalah hari Minggu, artinya kegiatan nya pun tidak terlalu padat.Karena dua bocah lucu yang di rawatnya akan bermalas-malasan di hari libur.Sampai di dapur Kinanti melihat Mbok Sum, seorang kepala pel
Sebelum berangkat menuju kota tujuan Renata diminta untuk meminum jamu herbal racikan Mbok Sum terlebih dahulu.Sebenarnya dalam hati Renata sedikit bersedih, mengingat hampir dua bulan menikah tetapi sampai saat ini pun belum ada tanda-tanda kehamilan."Renata ayo di minum," Sarah menyadarkan Renata dari lamunannya mengerti akan perasaan wanita itu."Maaf ya Ma, kalau Renata belum hamil juga," tutur Renata dengan wajah murung.Seketika itu juga Sarah memeluk hangat Renata, mengusap punggungnya dengan beberapa kali."Tidak ada yang harus di pikirkan, Mama juga dulu seperti kamu, setelah hampir satu tahun baru Mama mengandung Kak Hanna," Sarah perlahan melepaskan pelukan nya dan tersenyum lembut.Renata mulai kembali tersenyum, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah membuat perasaan nya sedikit membaik."Ma, baunya."Renata ingin muntah tetapi, ia tetap menghabiskan sisa jamu di tangannya demi menghargai
Lebih dari satu jam jarak tempuh perjalanan menuju Bogor, kini akhirnya semua terasa bahagia karena, lelahnya perjalanan terbayarkan dengan keindahan alam Puncak Bogor.Villa yang diberi nama 'Hanna Sanjaya' terletak di antara kebun teh yang begitu indah, udara yang sejuk seakan menambah ketenangan bahkan membuat siapapun akan betah berlama-lama berada di sana.Kinanti mulai membuka pintu mobil, melangkah turun dengan hati-hati sambil memeluk Davina yang baru saja terbangun dari tidurnya."Kinanti, wajah kamu pucat sekali?"Sarah menyadari perubahan wajah Kinanti saat masih berada di Jakarta terlihat baik-baik saja tetapi, kini terlihat pucat.Beberapa pasang mata mulai melirik Kinanti, tidak terkecuali Adam."Nyonya, saya masuk angin, saya ingin ke toilet.""Ya sudah, kamu masuk sekarang nanti ada pekerja di dalam sana. Kamu tanya letak toilet," jawab Sarah sedikit khawatir dengan keadaan Kinanti.Dengan langka
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada