Sebelum berangkat menuju kota tujuan Renata diminta untuk meminum jamu herbal racikan Mbok Sum terlebih dahulu.
Sebenarnya dalam hati Renata sedikit bersedih, mengingat hampir dua bulan menikah tetapi sampai saat ini pun belum ada tanda-tanda kehamilan."Renata ayo di minum," Sarah menyadarkan Renata dari lamunannya mengerti akan perasaan wanita itu."Maaf ya Ma, kalau Renata belum hamil juga," tutur Renata dengan wajah murung.Seketika itu juga Sarah memeluk hangat Renata, mengusap punggungnya dengan beberapa kali."Tidak ada yang harus di pikirkan, Mama juga dulu seperti kamu, setelah hampir satu tahun baru Mama mengandung Kak Hanna," Sarah perlahan melepaskan pelukan nya dan tersenyum lembut.Renata mulai kembali tersenyum, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah membuat perasaan nya sedikit membaik."Ma, baunya."Renata ingin muntah tetapi, ia tetap menghabiskan sisa jamu di tangannya demi menghargaiLebih dari satu jam jarak tempuh perjalanan menuju Bogor, kini akhirnya semua terasa bahagia karena, lelahnya perjalanan terbayarkan dengan keindahan alam Puncak Bogor.Villa yang diberi nama 'Hanna Sanjaya' terletak di antara kebun teh yang begitu indah, udara yang sejuk seakan menambah ketenangan bahkan membuat siapapun akan betah berlama-lama berada di sana.Kinanti mulai membuka pintu mobil, melangkah turun dengan hati-hati sambil memeluk Davina yang baru saja terbangun dari tidurnya."Kinanti, wajah kamu pucat sekali?"Sarah menyadari perubahan wajah Kinanti saat masih berada di Jakarta terlihat baik-baik saja tetapi, kini terlihat pucat.Beberapa pasang mata mulai melirik Kinanti, tidak terkecuali Adam."Nyonya, saya masuk angin, saya ingin ke toilet.""Ya sudah, kamu masuk sekarang nanti ada pekerja di dalam sana. Kamu tanya letak toilet," jawab Sarah sedikit khawatir dengan keadaan Kinanti.Dengan langka
Setelah Sarah, Renata, dan Adam keluar dari kamar yang di tempati oleh Kinanti.Tubuh lelah Kinanti tidak dapat lagi berpikir hal lainnya, dengan segera ia membaringkan tubuhnya kembali dan terlelap setelah Adam memberikan beberapa butir obat untuk di telan nya."Kinanti."Merasa ada yang mengusik tidur nya, Kinanti perlahan membuka mata dan ternyata Hanna adalah orang yang membangunkan tidur nya.Tanpa sengaja Kinanti menatap jam dinding ternyata ia sudah melewatkan waktu solat magrib, dengan segera bangun dan menatap Hanna."Bu Hanna, saya minta maaf, saya tidurnya lama banget, Davina sama Derren pasti belum makan," Kinanti merasa cemas dan takut Hanna marah padanya.Hampir 5 jam lebih Kinanti terlelap setelah menelan beberapa butir obat yang di berikan oleh Adam, bahkan Hanna membangunkan nya saat ini.Jika tidak, mungkin masih terlelap dan lupa diri dengan tugasnya."Tidak apa-apa, tadi Adam bilang efek dari
Nirwan mengusap tengkuk bagian belakangnya, menyadari kekonyolan nya."Ya udah, saya permisi dulu, Ya. Kalian cerita dulu, duduk berdua, mana tau ada kesamaan dan cocok," tutur Hanna di selingi tawa."Kinanti, kamu cantik sekali," Renata datang bersama dengan Adam di sampingnya.Perlahan Kinanti melirik Renata, tersenyum canggung karena banyaknya pujian yang terlontar dari bibir siapa saja yang melihatnya termasuk Renata."Iya dong," Hanna menimpali, "mereka cocok kan?" Hanna menunjuk Nirwan.Renata menatap pria tidak kalah tampan yang berdiri di samping Kinanti, tubuh tegap dan jambang tipis."Cocok," Renata memberikan jempol lalu, menatap Adam yang berdiri di belakang tubuh nya.Wajah dingin tanpa exspresi sama sekali, tidak tahu entah apa yang tengah di pikirkan oleh Adam saat melihat penampilan Kinanti."Sayang, mereka cocok ya," Renata bergelayut manja pada lengan Adam, menunjukan bertapa Kinanti dan Nirwan sangat sempurna.Adam masih saja diam, seolah tidak perduli sama sekali.
"Langit malam ini bagus ya, banyak bintang juga.""Iya Mas," Kinanti mengangguk sekenanya.Sesaat kemudian ada bintang jatuh, dengan segera Kinanti mengangkat tangan kedua tangannya."Kamu mau ngapain?" Nirwan bingung dengan apa yang akan di lakukan oleh Kinanti."Berdoa, katanya kalau ada bintang jatuh maka doa kita akan terkabul," jawab Kinanti dengan bahagia.Nirwan tersenyum mendengar penjelasan Kinanti,."Itu mitos.""Enggak papa, tapi kan enggak ada salahnya mencoba," jawab Kinanti lagi dengan yakin."Iya, iya," Nirwan mengangguk sambil terus menatap kagum Kinanti.Kinanti mulai memegang perutnya, tersadar belum mengisi perut sejak sore tadi membuat perut nya terasa sakit."Kamu kenapa?" Tanya Nirwan."Mas," Kinanti meringis merasa sakit tidak terkira, bahkan wajahnya mulai memuncak."Kinanti kamu kenapa?" Nirwan semakin panik, melihat keringat dingin mulai bercucuran dari tubuh Kinanti."Mas, maag aku kambuh, aku masuk dulu ya."Kinanti segera berdiri dengan sedikit menunduk s
Adam tersadar Kinanti sudah tidak lagi berada di ruangan yang sama, dengan segera kakinya melangkah keluar dan mencari keberadaan Kinanti.Dimana wanita itu.Adam tidak tahu kemana harus mencarinya, sambil berjalan mencari di sekeliling Villa, sesekali ia mengedarkan pandangannya suasana semakin sepi karena, acara peresmian Villa sudah selesai, para tamu pun sudah pulang.Adam masih berusaha menemukan keberadaan Kinanti.Dengan cepat Adam berlari ke luar dari dalam kawasan Villa berharap menemukan Kinanti.Wajah pucat, dengan air mata bercucuran dengan tubuh bergetar Kinanti masih menghantui nya.Bahkan tanpa sadar baru saja mengatakan kata kasar pada Kinanti, mengapa Adam mendadak tidak terkendali.Adam meremas rambutnya dan menuju udara seakan tengah meluapkan rasa kesal pada dirinya sendiri.Berdiri di tengah jalan yang sepi, matanya mencari keberadaan wanita rapuh yang entah kemana perginya.Tidak ingin terus berdiam diri di tengah jalan, Adam segera berlari tanpa arah mencari keb
"Kemana aku harus pulang Tuan Adam? Tidak ada yang bisa menerima ku, menopang tubuh lelah ku, mendengarkan setiap keluhan ku, mengerti akan keadaan ku ini, kalian semua hanya memandang ku sebelah mata," Kinanti tertunduk pilu, berkabut luka yang begitu dalam.Cinta pun tak mampu menopang diri memberikan sandaran pada luka hati yang di landa.Di manakah kebahagiaan yang nyatanya sampai saat ini pun belum juga tiba.Kapan bisa merasakan manis madunya di cintai, di perjuangkan, di pertahankan.Tangan lembutnya mengusap wajah, berusaha kuat untuk mengendalikan diri."Aku tidak mengerti tuan Adam, barusan kau menghina ku lalu, aku pun hanya ingin membuktikan hinaan mu memang benar tapi, kau menghajar mereka."Suara putus asa Kinanti begitu lelah, lemah dan terluka."Jawab aku, kenapa kau menghajar mereka!!" Seru Kinanti diiringi isak tangis."Kinanti, cukup, ayo kita pergi dari sini. Di sini tidak baik untuk mu, bahkan udara sangat dingin sekali," Adam memegang lengan Kinanti, berusaha men
POV Kinanti.Ada sebuah cahaya yang begitu terang, cahaya yang bersinar melebihi sinarnya matahari.Aku menjadikan tangan ku sebagai pelindung wajah, tetapi, sesaat kemudian cahaya itu mulai berdamai dengan ku.Aku menurunkan tangan ku dan menatap ke depan, ini di mana?Aku tidak tahu ini di mana?Rumput yang hijau, bunga yang bermekaran dengan kupu-kupu cantik yang berterbangan.Ini indah sekali.Aku terus berjalan menyusuri Padang penuh keindahan, sesekali aku memutar menikmati bertapa indahnya alam sekitar ku.Tapi, aku tidak tahu ini di mana, aku tersesat atau sedang bermimpi. Jika ini hanya sebuah mimpi aku ingin di sini saja.Aku tidak ingin bangun dari mimpi yang terlalu indah ini, di sini sangat damai.Lihatlah, air yang mengalir begitu indah, aku lebih memilih duduk di pinggiran nya dengan kaki ku yang sebagian masuk hingga basah kedalam air jernih ini.Aku tidak ingin keluar dari kedamaian ini, di sini sangat membuat ku bahagia.Tapi, lagi-lagi aku menatap sekitar ku, tidak a
"Dokter pasien sadar," kata seorang perawat dengan buru-buru memberitahu keadaan Kinanti pada Dokter Zidan.Adam dan Dokter Zidan pun menoleh, keduanya seakan terkejut mendengar berita baik itu.Adam dan Dokter Zidan yang berada di depan ruangan Kinanti segera masuk, dan benar saja mata Kinanti terbuka menatap langit-langit ruangan rumah sakit.Dokter Zidan segera memeriksa keadaan Kinanti kembali."Apa anda baik-baik saja?" Tanya Dokter Zidan berusaha berkomunikasi dengan Kinanti.Kinanti masih diam dan bingung, bukankah barusan dirinya berada di sebuah taman indah?Kenapa sekarang tiba-tiba malah tubuhnya terbaring lemah di atas ranjang.Apa itu hanya mimpi?Kinanti bingung dan masih belum menemukan jawaban nya."Ibu, apa anda mendengar saya?" Dokter Zidan masih berusaha untuk membuat Kinanti berbicara dengan nya.Kinanti beralih menatap Dokter Zidan, seketika itu juga dirinya mengingat kejadian beberapa saat lalu.Pertanyaannya kenapa dia ada di tempat asing tersebut.Terakhir kali
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada