"Ayo Renata, kamu atau aku yang bertanya?" Ujar Serena dengan antusias."Sejak kapan kamu mencintai ku?" Tanya Renata menatap Zidan.Zidan ber-dehem dan menatap arah lainya, pertanyaan yang sulit baginya."Kok diam?" Kali ini malah Kinanti yang bertanya karena ikut penasaran."Tau nih, lagi membayangkan apa Kak?" Serena kembali menimpali."Katakan sejak kapan?" Kali ini Adam pun benar-benar penasaran, mereka sudah menjadi teman dekat dan bodohnya tidak menyadari bahwa Zidan jatuh hati pada Renata.Zidan terlalu pandai menyimpan perasaannya, sehingga benar-benar tertutup rapi tanpa ada yang curiga."Semenjak kamu memukul ku dengan sapu lidi," jawab Zidan sambil terkekeh geli."Sapu lidi?" Renata menatap Adam sebab tidak mengingat sama sekali, mereka selalu bersama mungkin Adam mengingatnya pikir Renata."Aku ingat, waktu itu Renata nggak siap PR terus minta contekan dari Zidan. Tapi, ternyata jawaban Zidan salah semua, akhirnya Renata marah dan setelah jam istirahat Zidan di pukuli oleh
Zidan pun membalasnya, hingga akhirnya kedua basah kuyup."Ahahahhaha," kedua tertawa terbahak-bahak mengingat kelakuan konyol mereka sendiri hari ini.Sejak saat itulah Zidan mulai tertarik pada Renata, diam-diam mulai mengagumi Renata dalam diam.Mencari tahu tentang hal-hal yang di sukai Renata, sampai akhirnya ternyata Renata dan Adam saling menyukai dan menghancurkan perasaan Zidan.Flashback off."Ingat 'kan? Masa itu sangat gila," kata Zidan sambil terkekeh geli."Ya memang kau gila! Sok ngasih contekan. Ternyata salah semua, mana aku di manfaatkan untuk mengipas rokok mu. Coba saja kalau ketahuan Bu Jenar? Habis kita, bisa lebih dari sekedar membersihkan toilet sekolah," Renata menepuk dahinya, merutuki kebodohannya yang begitu hakiki."Wah, ternyata Kak Zidan parah. Ngatain aku sekolah nakal, padahal lebih parah!" Kesal Serena mengetahui tentang Kakaknya."Kamu mau tahu hal yang paling nyeleneh yang dilakukan suami mu saat sekolah dulu?" Kini Kinanti yang berbicara, ingin meng
"Ya ampun Mas, jahat banget ya. Aku kok jadi serem ya," Kinanti mendadak menatap Adam dengan wajah bingungnya, "ternyata kamu kejam banget ya," imbuh Kinanti."Itukan jaman dulu sayang, sekarang sudah tidak lagi. Namanya masa-masa sekolah semua orang punya ceritanya masih-masing," Adam berusaha untuk meyakinkan Kinanti, bahwa dirinya tidak akan pernah melakukan hal itu lagi."Ya tapi nggak sampai gitu juga kali Mas, takut juga Kinan, di ikat begitu," Kinanti bergidik ngeri membayangkan kekejaman Adam."Kamu udah di ikat di hati Mas," kata Adam sambil terkekeh kecil."Lebay!" Kesal Zidan yang melihat keromantisan Adam bucin tingkat dewa.Adam beralih menatap Zidan dengan kesal, kalau tidak karena Zidan semuanya tidak akan terjadi.Mulut Zidan yang mengatakan itu semua."Udah-udah, ayo di lanjutkan lagi," Serena pun mulai mengembalikan permainan awal, hingga semuanya kembali berfokus pada botol, "Kak Zidan yang muter!" Zidan pun mengambilnya dan mulai memutarnya, tidak di sangka malah m
"Bunda!" Seru Kenan keluar dari rumah kecil milik sang Kakek."Anak Bunda," Kinanti pun menarik Kenan untuk duduk di sampingnya, "kok belum tidur?" Kinanti menyisir rambut Kenan dengan penuh kasih sayang."Belum, kita tidur ya. Ngantuk," Rengek Kenan."Ya udah," Kinanti pun berpamitan pada yang lainnya, kemudian masuk ke dalam rumah bersama Adam yang berjalan dibelakang Kinanti."Kita tidur di tenda aja ya," Serena menatap Bayu."Ya," Bayu pun mengangguk setuju, mengingat malam mulai larut dan besok akan mencari kegiatan seru selama berada di desa.Setelah Bayu dan Serena masuk ke dalam tenda Renata dan Zidan juga ikut masuk ke tenda mereka."Kira-kira Mentari apa kabar ya," Renata teringat wajah Mentari yang tidur bersama dengan Dara.Dara terlihat begitu menyayangi Mentari, sejak pertama kali bertemu, lucunya Mentari juga merasa akrab dengan Dara.Dara hanya memiliki Bayu, anak tunggalnya. Sayangnya sampai saat ini pun belum memberikannya seorang cucu, sehingga begitu bertemu Mentar
Renata tidak ingin terus dalam kesedihannya, hingga memilih keluar dari zona menyedihkan tersebut.Menutup luka lama dan membuka lembaran baru penuh kebahagiaan.Semoga saja."Kamu udah pinter ngelawak ya," Zidan yang tengah serius berbicara malah tertawa terbahak-bahak melihat ulah Renata yang aneh."Aku ngantuk, katanya besok mau jalan-jalan. Kok aku di ajak ngomong terus!""Abis aku ajak bikin adik buat Mentari kamu enggak mau!""Zidan!" Renata berbalik memunggungi Zidan, rasanya aneh jika mengingat pertemanan mereka kini malah menjadi pasangan suami istri.Di tambah lagi Renata tahu bertapa Zidan sangat nakal, memanggilnya seringkali dengan sebutan tolol.Sungguh Renata tidak menyangka kini mereka sudah menikah.Malah kini bersikap manis seperti seorang pria yang baru dikenalnya.Memang tidak salah.Hanya saja Renata butuh waktu untuk menyesuaikan keadaan kini dan masa lalu saat masih menjadi teman baik.Renata pun sedang berusaha untuk mencintai Zidan dengan sepenuh hati.Andai sa
Mata Serena terlelap dalam tidur, Bayu menatap wajah istrinya hanya dengan penerangan rembulan malam.Ada rasa penasaran yang mendalam dengan penuh rasa curiga, mungkinkah benar Serena tidak pernah melakukan KB setelah saat itu.Sudah bertahun lamanya menikah, sampai saat ini pun belum ada tanda-tanda kehamilan hingga dirinya juga bertanya-tanya adakah yang salah dari mereka berdua.Bayu pun merasa memiliki peluang untuk berbicara dengan Kinanti, perlahan keluar dari dalam tenda menghubungi Kinanti agar keluar menemuinya kembali.Kinanti hampir saja terlelap, terpaksa harus menemui Bayu yang memohon."Apa?" Ketus Kinanti saat masih berada di ambang pintu rumah sederhana sang Ayah."Aku ingin bicara, sekaligus meminta bantuan mu!" Bayu pun menarik tangan Kinanti untuk duduk di kursi.Adam melihat dari jendela kamar, dirinya tidak merasa cemburu dengan kedekatan Bayu dan Kinanti lagi. Sebab, dirinya sadar persahabatan Bayu dan Kinanti begitu tulus.Justru Adam merasa berterima kasih ka
Pagi yang cerah dengan pemandangan yang begitu asri, menyejukkan mata dan terasa lebih berbeda.Suasananya yang nyaman dan tentram tentunya sangat mempengaruhi kesehatan pikiran, sejenak menepikan banyaknya pekerjaan di kota.Menikmati liburan sederhana. Namun, penuh kesan yang berbeda."Selamat pagi sayang?" Adam mengecup kening Kinanti saat terbangun dari tidurnya.Melihat istrinya tengah mengambil ponselnya dibawah bantal.Kinanti pun tersenyum melihat Adam yang sudah bangun tidur."Kinan, bikin Mas kebangun ya?"Adam tersenyum penuh cinta menatap istrinya yang begitu cantik, bulu mata lentik, rambut panjang yang terurai indah.Walaupun sebenarnya ranjang dengan kasur yang terbilang cukup keras tetapi, tidak ada keluh yang terlontar dari bibir Adam.Dan mungkin sebenarnya Adam merasa kamar yang mereka tempati jauh dari kata bagus, tetapi tetap saja Adam menikmati tidurnya walaupun sedikit sulit memejamkan mata."Maaf ya Mas, di kampung memang begini. Kinan, udah biasa hidup begini,
"Fikri dan Kenan sama Kakek," kata Rahmat.Rahmat merasa bahagia ketika kedua cucunya datang mengunjunginya, momen seperti ini terbilang langka. Sehingga tidak akan menyia-nyiakan begitu saja."Ayah masih sakit, sebaiknya istirahat," kata Kinanti tidak memberikan ijin."Ayah sudah sembuh, apa lagi kalau bermain dengan cucu Ayah," Rahmat tersenyum bahagia melihat cucu-cucunya yang tampan."Tapi Ayah.......""Sayang," Adam menegur Kinanti.Melihat Rahmat begitu bahagia bersama cucunya membuat Adam tidak tega untuk melihatnya, mungkin bagi kita benar jika terlalu lelah bisa membuat keadaan lebih buruk.Tetapi tidak bagi sebagaimana seorang, seperti Rahmat yang begitu bahagia saat kedua cucunya datang mengunjunginya.Bahkan sakitnya pun terasa sehat."Baiklah, tapi nanti Fikri dan Kenan harus menjaga Kakek," ujar Kinanti pada kedua anaknya."Siap ibu negara, hehe," keduanya cengengesan saat Kinanti memberikan perintah."Ayah juga jangan lupa untuk istirahat," Kinanti tersenyum melihat waj
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada