Setelah semalam menikah dengan Zidan, pagi ini Renata kembali menemui Kinanti. Meyakinkan bahwa dirinya sudah bahagia dengan pernikahannya kini.Saat Kinanti membuka pintu Renata langsung memeluk Kinanti dengan eratnya, hingga Kinanti terhuyung karena, hampir saja kehilangan keseimbangannya."Kinanti, maaf ya," Renata merasa tak enak hati, ia menjauh sambil tersenyum."Ada apa? Kamu sepertinya bahagia sekali," Kinanti dapat melihat raut wajah Renata yang memancarkan kebahagian.Keduanya sudah bersahabat, tak ada lagi kecanggungan untuk bercerita bersama. Sejak saat Renata meminta maaf dan meminta berteman, Kinanti pun menerima keinginan baik Renata.Hingga kini keduanya semakin akrab, sekalipun pernah menikah dengan pria yang sama.Tak ada dendam di hati keduanya sama sekali."Aku udah nikah, dan aku udah bahagia," seru Renata dengan penuh semangat.Kinanti terdiam, mencerna kata-kata Renata. Apakah mungkin Renata menikah kembali? Apa mungkin dengan Adam? Hati Kinanti terasa sakit. J
Adam sudah tak sanggup menghukum dirinya sendiri, hari ini memutuskan untuk menemui Kinanti. Pasrah, bila memang nantinya di tolak juga tak masalah. Tak ada kata menyerah untuk bisa mendapatkan Kinanti kembali. Dengan menggenggam erat kalung milik Kinanti, Adam terus memacu laju mobilnya di jalan raya.Namun, karena, terlalu lama menatap kalung di tangannya malah membuat Adam tidak fokus mengemudikan mobilnya hingga tak terkendali. Sampai akhirnya sebuah truk melintas dari arah berlawanan.Tabrakan tak dapat lagi di hindarkan, sekalipun sudah membanting setir tabrakan tetap terjadi juga.Keadaan Adam kritis, segera di larikan ke rumah sakit oleh orang-orang yang menyaksikan kecelakaan tersebut.Sarah pun sangat shock mengetahui kecelakaan yang menimpa Adam.Baru saja Kinanti sampai di rumah sakit, kemudian menuju ruangan Adam di rawat dirinya menatap Adam dari balik pintu kaca. Adam berada di sana, di ruang ICU, dengan banyaknya alat medis terpasang di tubuhnya.Saat mendapatkan k
Genap sudah 1 bulan lamanya Adam koma, untuk yang kesekian kalinya Kinanti menjenguk Adam dengan membawa Fikri.Masih belum ada tanda-tanda Adam membuka matanya, Fikri sering kali rewel karena, ingin bermain dengan sang Ayah.Untuk hari ini saja Kinanti sangat kesulitan untuk bernapas, Fikri terus menangis memanggil Ayahnya.Akhirnya Kinanti marah dan kembali meletakkan Fikri di atas ranjang brankar Adam."Mulai hari ini kamu tinggal sama Ayah, Oma dan Opa. Bunda mau menikah dengan Om Bayu. Lagi pula kamu sekarang rewel banget. Bunda stres!!"Sarah dan Agatha menatap Kinanti bingung, keduanya sesaat saling menatap bingung. Sesaat kemudian kembali menatap ke arah Kinanti penuh tanya."Mas Adam, aku sudah tidak sanggup lagi menjaga Fikri. Aku akan menikah dengan Bayu, lagi pula sebenarnya Bayu tidak menyukai Fikri. Jadi, aku tidak lagi bisa mengasuh anak mu."Sarah seketika bangun dari duduknya, menatap Kinanti penuh kemarahan. Menurutnya kali ini sangat keterlaluan bahkan, seakan tak m
Sore harinya Adam kedatangan tamu, Zidan dan Renata menjenguknya, sekaligus mengatakan bahwa keduanya sudah menikah.Adam cukup merasa terkejut dengan semua itu, tapi bukan berarti dirinya marah. Tak ada lagi cinta untuk Renata sehingga sudah ikhlas melepas."Selamat, ya," Adam mengulurkan tangannya."Terima kasih," Renata pun membalasnya."Terus kalian gimana?" Kinanti hanya diam sambil menatap Adam begitu juga sebaliknya."O, aku mengerti. Mereka sama-sama malu, maklum lah, privasi gitu kan?" Seloroh Renata.Kinanti kembali menatap Fikri yang tengah duduk di pangkuannya sambil memegang jari-jarinya, matanya menatap Adam yang duduk di atas brankar.Sesekali tersenyum karena, sang Ayah tersenyum padanya."Ya ampun, kamu gumus banget sih?!" Renata mengambil alih Fikri dan menciumi pipi bocah gembul tersebut."Yah!!!!" Teriak Fikri.Dengan lantangnya mulut Fikri memanggil Adam, sedangkan Kinanti tak pernah mendengar Fikri memanggilnya. Mungkin pernah satu bulan sebelumnya, setelah itu
Kinanti sedang memasak makanan untuk di bawa ke rumah sakit, entah mengapa pagi-pagi sekali Adam sudah menghubungi dirinya dan ingin di masakan sambal tempe dan rendang daging."Selesai," Kinanti tersenyum lega saat tiga buah rantang tersusun rapi, "nasi, tempe sambel dan rendang."Setelah selesai Kinanti segera menuju kamar, ternyata Fikri sudah bangun. Dengan bahagia Kinanti menggendongnya."Yah!!!"Ya ampun pagi-pagi sekali sudah memanggil Ayah nya, kesal sekali rasanya, dua yang terus memanggil nama sang Ayah.Kapan bocah itu memanggil dirinya, yang selalu bersama."Bunda," Kinanti seakan mengajarkan Fikri untuk memanggilnya, tapi yang di katakan bocah itu hanya Ayahnya saja.Akhirnya Kinanti memutuskan untuk memandikan anaknya, memakai pakaian yang bagus. Berlanjut dengan Kinanti yang bersiap-siap."Ren, kamu hari ini dinas pagi atau malam?""Malam, hari ini aku tidur aja di rumah.""Aku pergi ya.""Hati-hati."Kinanti pergi dengan menumpangi taxi, bisa saja dirinya meminta Bayu u
Hari ini Adam sudah di bawa pulang, menjalani masa pemulihan di rumah. Ada sedikit rasa kesal. Sebab, Kinanti sudah tak menjenguknya dengan alasan sudah bekerja di puskesmas kembali.Adam pun menawarkan pekerjaan untuk menjadi Asistennya tapi, di tolak mentah-mentah. Tak masalah, Adam mengerti alasannya tak ingin selalu berdekatan dengannya.Sayangnya Adam tak kehilangan akal, berkat kecerdasan otaknya Kinanti di keluarkan dari tempatnya bekerja.Tak sulit Adam melakukannya, hanya perlu menghubungi kepala Puskesmas tempat Kinanti bekerja saja sudah cukup._____________________Kinanti tidak mengerti mengapa dirinya di keluarkan dari tempatnya bekerja, bukankah beberapa hari yang lalu tetangganya sendiri yang merekomendasikan dirinya di puskesmas.Tapi, nyatanya saat ini dirinya harus gigit jari sebab, di keluarkan begitu saja tanpa alasan. Terpaksa baru saja sampai di Puskesmas sudah pulang lagi ke rumah.Kinanti mengingat tawaran Adam, sayangnya tak ada minat untuk kembali bekerja di
Kinanti mencari keberadaan Fikri, sampai di ruang tamu dirinya melihat anaknya bermain bersama dengan Davina, Sarah dan Agatha.Fikri terlihat bahagia, sesekali tangannya menarik-narik rambut Davina hingga sang empu menjerit kesakitan."Sayang, jangan begitu. Kasihan Kakak.""Mbak Kinan, Fikri nakal," Davina menghambur ke pelukan Kinanti, mengadu seakan dirinya sangat kesakitan."Ya ampun, kasihan sekali," Kinanti memeluk Davina dan menggosok-gosok kepala bocah tersebut, "Fikri kita pulang yuk.""Kok, pulang, sih? Fikri juga masih asik main, nanti saja atau makan malam di sini saja. Mama juga kangen masakan kamu."Belum puas bermain dengan Fikri membuat Sarah begitu berat hati mengijinkan Kinanti untuk pulang, belum juga dirinya bermain dalam waktu yang lama.Apa lagi pertama kalinya Fikri di bawa ke rumah nya, tentu Sarah sangat bahagia."Lagian kamu baru datang."Kinanti menatap jam dinding, sudah menunjukkan pukul 15:00 sudah dua jam dirinya berada di rumah mantan mertuanya tersebu
Sekalipun Sarah berulangkali meminta Kinanti dan Fikri untuk menginap di kediamannya hanya malam ini saja tapi, Kinanti menolak.Memilih pulang sekalipun sudah malam, merasa malu jika menginap di sana mengingat dirinya adalah mantan istri dari Adam.Kinanti tak ingin memanfaatkan keadaan dirinya yang memiliki seorang anak dari Adam, tentunya lebih memiliki rasa malu juga.Sampai akhirnya pulang ke rumah di antar oleh seorang supir keluar Adam.Sampai di rumah Kinanti segera turun dari mobil dengan menggendong Fikri yang sudah terlelap di gendongannya. Hari ini bocah itu terlalu asik bermain bersama dengan keluarga sang Ayah hingga membuatnya begitu kelelahan."Kamu jam segini baru pulang?" Tanya Serena membukakan pintu untuk Kinanti."Tadi Fikri asik banget main sama sepupunya, Mama Sarah dan Papa juga."Kinanti segera meletakkan Fikri perlahan di atas ranjang, agar balita itu bisa tidur dengan nyaman di ranjang.Serena ikut masuk ke kamar Kinanti, melihat wajah bocah itu terlelap."
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada