Sore harinya Adam kedatangan tamu, Zidan dan Renata menjenguknya, sekaligus mengatakan bahwa keduanya sudah menikah.Adam cukup merasa terkejut dengan semua itu, tapi bukan berarti dirinya marah. Tak ada lagi cinta untuk Renata sehingga sudah ikhlas melepas."Selamat, ya," Adam mengulurkan tangannya."Terima kasih," Renata pun membalasnya."Terus kalian gimana?" Kinanti hanya diam sambil menatap Adam begitu juga sebaliknya."O, aku mengerti. Mereka sama-sama malu, maklum lah, privasi gitu kan?" Seloroh Renata.Kinanti kembali menatap Fikri yang tengah duduk di pangkuannya sambil memegang jari-jarinya, matanya menatap Adam yang duduk di atas brankar.Sesekali tersenyum karena, sang Ayah tersenyum padanya."Ya ampun, kamu gumus banget sih?!" Renata mengambil alih Fikri dan menciumi pipi bocah gembul tersebut."Yah!!!!" Teriak Fikri.Dengan lantangnya mulut Fikri memanggil Adam, sedangkan Kinanti tak pernah mendengar Fikri memanggilnya. Mungkin pernah satu bulan sebelumnya, setelah itu
Kinanti sedang memasak makanan untuk di bawa ke rumah sakit, entah mengapa pagi-pagi sekali Adam sudah menghubungi dirinya dan ingin di masakan sambal tempe dan rendang daging."Selesai," Kinanti tersenyum lega saat tiga buah rantang tersusun rapi, "nasi, tempe sambel dan rendang."Setelah selesai Kinanti segera menuju kamar, ternyata Fikri sudah bangun. Dengan bahagia Kinanti menggendongnya."Yah!!!"Ya ampun pagi-pagi sekali sudah memanggil Ayah nya, kesal sekali rasanya, dua yang terus memanggil nama sang Ayah.Kapan bocah itu memanggil dirinya, yang selalu bersama."Bunda," Kinanti seakan mengajarkan Fikri untuk memanggilnya, tapi yang di katakan bocah itu hanya Ayahnya saja.Akhirnya Kinanti memutuskan untuk memandikan anaknya, memakai pakaian yang bagus. Berlanjut dengan Kinanti yang bersiap-siap."Ren, kamu hari ini dinas pagi atau malam?""Malam, hari ini aku tidur aja di rumah.""Aku pergi ya.""Hati-hati."Kinanti pergi dengan menumpangi taxi, bisa saja dirinya meminta Bayu u
Hari ini Adam sudah di bawa pulang, menjalani masa pemulihan di rumah. Ada sedikit rasa kesal. Sebab, Kinanti sudah tak menjenguknya dengan alasan sudah bekerja di puskesmas kembali.Adam pun menawarkan pekerjaan untuk menjadi Asistennya tapi, di tolak mentah-mentah. Tak masalah, Adam mengerti alasannya tak ingin selalu berdekatan dengannya.Sayangnya Adam tak kehilangan akal, berkat kecerdasan otaknya Kinanti di keluarkan dari tempatnya bekerja.Tak sulit Adam melakukannya, hanya perlu menghubungi kepala Puskesmas tempat Kinanti bekerja saja sudah cukup._____________________Kinanti tidak mengerti mengapa dirinya di keluarkan dari tempatnya bekerja, bukankah beberapa hari yang lalu tetangganya sendiri yang merekomendasikan dirinya di puskesmas.Tapi, nyatanya saat ini dirinya harus gigit jari sebab, di keluarkan begitu saja tanpa alasan. Terpaksa baru saja sampai di Puskesmas sudah pulang lagi ke rumah.Kinanti mengingat tawaran Adam, sayangnya tak ada minat untuk kembali bekerja di
Kinanti mencari keberadaan Fikri, sampai di ruang tamu dirinya melihat anaknya bermain bersama dengan Davina, Sarah dan Agatha.Fikri terlihat bahagia, sesekali tangannya menarik-narik rambut Davina hingga sang empu menjerit kesakitan."Sayang, jangan begitu. Kasihan Kakak.""Mbak Kinan, Fikri nakal," Davina menghambur ke pelukan Kinanti, mengadu seakan dirinya sangat kesakitan."Ya ampun, kasihan sekali," Kinanti memeluk Davina dan menggosok-gosok kepala bocah tersebut, "Fikri kita pulang yuk.""Kok, pulang, sih? Fikri juga masih asik main, nanti saja atau makan malam di sini saja. Mama juga kangen masakan kamu."Belum puas bermain dengan Fikri membuat Sarah begitu berat hati mengijinkan Kinanti untuk pulang, belum juga dirinya bermain dalam waktu yang lama.Apa lagi pertama kalinya Fikri di bawa ke rumah nya, tentu Sarah sangat bahagia."Lagian kamu baru datang."Kinanti menatap jam dinding, sudah menunjukkan pukul 15:00 sudah dua jam dirinya berada di rumah mantan mertuanya tersebu
Sekalipun Sarah berulangkali meminta Kinanti dan Fikri untuk menginap di kediamannya hanya malam ini saja tapi, Kinanti menolak.Memilih pulang sekalipun sudah malam, merasa malu jika menginap di sana mengingat dirinya adalah mantan istri dari Adam.Kinanti tak ingin memanfaatkan keadaan dirinya yang memiliki seorang anak dari Adam, tentunya lebih memiliki rasa malu juga.Sampai akhirnya pulang ke rumah di antar oleh seorang supir keluar Adam.Sampai di rumah Kinanti segera turun dari mobil dengan menggendong Fikri yang sudah terlelap di gendongannya. Hari ini bocah itu terlalu asik bermain bersama dengan keluarga sang Ayah hingga membuatnya begitu kelelahan."Kamu jam segini baru pulang?" Tanya Serena membukakan pintu untuk Kinanti."Tadi Fikri asik banget main sama sepupunya, Mama Sarah dan Papa juga."Kinanti segera meletakkan Fikri perlahan di atas ranjang, agar balita itu bisa tidur dengan nyaman di ranjang.Serena ikut masuk ke kamar Kinanti, melihat wajah bocah itu terlelap."
"Mas cuman butuh tubuh Kinan aja!!""Iya memang benar! Mas nggak munafik!"Kinanti mendongkak menatap Adam yang masih menatap dirinya, tak percaya dengan jawaban Adam benar hanya merindukan tubuhnya saja."Mas, butuh kamu, tubuh kamu, semuanya. Mas nggak bisa jauh dari kamu, Mas udah candu sama kamu. Satu Tahun sudah kita bercerai, selama itu pula Mas tersiksa batin. Hanya kamu wanita yang membuat Mas tergila-gila, tolonglah kembali pada Mas, kita rujuk. Bukan hanya demi anak kita, Mas juga ingin memiliki mu sepenuhnya, lagi."Kinanti terdiam sambil menatap manik mata Adam, mencari kebohongan pada mata Adam.Sayangnya Kinanti hanya menemukan sebuah kejujuran di sana."Mas, cinta sama kamu, tolong ingat itu."Kinanti pun masih diam, membiarkan Adam memeluk dirinya."Mas, kangen banget," Adam memeluk Kinanti dengan erat, merasakan tubuh wanita yang sangat di rindukannya dengan begitu lama."Mas, serius sayang Kinan?"Adam kembali melepaskan pelukannya, merapikan rambut Kinanti dengan ta
"Kita jalan-jalan yuk, ajak Fikri juga.""Kemana?""Pengennya ke hati kamu, cuman Mas takut."Kinanti menatap bingung, di katakan polos Kinanti sudah berulangkali berpacaran dengan beberapa pria.Bahkan sudah pernah menikah juga.Di katakan tidak polos nyatanya dia bingung dengan maksud Adam.Lagi pula Adam terlalu membuatnya bingung, ingin sekali memegang dahi mantan suaminya itu. Memastikan apakah baik-baik saja atau sedang demam hingga isi kepalanya sedikit tergeser menyebabkan rusak ringan dan menjadi sedikit tidak waras.Dimana Adam yang dingin, Arrogant. Bahkan, selama menikah hanya tahu memaksa tanpa memikirkan perasaan dirinya.Diam walaupun dirinya di hina oleh Renata, menonton sampai dirinya selesai di rendahkan oleh wanita yang dulu katanya tercinta."Sayang kenapa diam?" Adam sadar Kinanti tengah bingung, tapi entah apa penyebabnya dirinya juga tak tahu."Takut kenapa?" Kinanti masih duduk di kursi Adam dan menatap Adam dengan penuh tanya."Takut nyasar di hati kamu dan ng
Jalanan begitu ramai dengan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, mulai dari roda dua, tiga, empat dan banyak lagi.Suara bising pun tak terhindari, belum lagi banyaknya pejalan kaki dengan bermacam-macam aktivitas.Sayangnya di tengah keramaian tersebut Kinanti malah merasa sepi, matanya menatap ke luar dari jendela mobil.Adam mengemudikan mobilnya, sesekali melirik Kinanti yang duduk di sampingnya.Semenjak kejadian barusan wajah Kinanti berubah murung, mata indahnya berkaca-kaca, pikirannya menerawang jauh menembus awan biru.Sesekali dirinya mengingat kalimat hinaan yang terlontar dari bibir wanita paruh baya barusan.Adam menepikan mobilnya, kemudian beralih menatap Kinanti."Kinan," Adam mengusap kepala Kinanti, menyadarkan dari lamunannya.Sedetik kemudian setetes air mata jatuh di pipi mulusnya, secepatnya mengusap wajahnya agar tak meninggalkan jejak air mata di sana."Mas, apa janda itu adalah status yang sangat hina?" Bibir Kinanti bergetar bertanya pada Adam, berulang