Sekalipun Sarah berulangkali meminta Kinanti dan Fikri untuk menginap di kediamannya hanya malam ini saja tapi, Kinanti menolak.Memilih pulang sekalipun sudah malam, merasa malu jika menginap di sana mengingat dirinya adalah mantan istri dari Adam.Kinanti tak ingin memanfaatkan keadaan dirinya yang memiliki seorang anak dari Adam, tentunya lebih memiliki rasa malu juga.Sampai akhirnya pulang ke rumah di antar oleh seorang supir keluar Adam.Sampai di rumah Kinanti segera turun dari mobil dengan menggendong Fikri yang sudah terlelap di gendongannya. Hari ini bocah itu terlalu asik bermain bersama dengan keluarga sang Ayah hingga membuatnya begitu kelelahan."Kamu jam segini baru pulang?" Tanya Serena membukakan pintu untuk Kinanti."Tadi Fikri asik banget main sama sepupunya, Mama Sarah dan Papa juga."Kinanti segera meletakkan Fikri perlahan di atas ranjang, agar balita itu bisa tidur dengan nyaman di ranjang.Serena ikut masuk ke kamar Kinanti, melihat wajah bocah itu terlelap."
"Mas cuman butuh tubuh Kinan aja!!""Iya memang benar! Mas nggak munafik!"Kinanti mendongkak menatap Adam yang masih menatap dirinya, tak percaya dengan jawaban Adam benar hanya merindukan tubuhnya saja."Mas, butuh kamu, tubuh kamu, semuanya. Mas nggak bisa jauh dari kamu, Mas udah candu sama kamu. Satu Tahun sudah kita bercerai, selama itu pula Mas tersiksa batin. Hanya kamu wanita yang membuat Mas tergila-gila, tolonglah kembali pada Mas, kita rujuk. Bukan hanya demi anak kita, Mas juga ingin memiliki mu sepenuhnya, lagi."Kinanti terdiam sambil menatap manik mata Adam, mencari kebohongan pada mata Adam.Sayangnya Kinanti hanya menemukan sebuah kejujuran di sana."Mas, cinta sama kamu, tolong ingat itu."Kinanti pun masih diam, membiarkan Adam memeluk dirinya."Mas, kangen banget," Adam memeluk Kinanti dengan erat, merasakan tubuh wanita yang sangat di rindukannya dengan begitu lama."Mas, serius sayang Kinan?"Adam kembali melepaskan pelukannya, merapikan rambut Kinanti dengan ta
"Kita jalan-jalan yuk, ajak Fikri juga.""Kemana?""Pengennya ke hati kamu, cuman Mas takut."Kinanti menatap bingung, di katakan polos Kinanti sudah berulangkali berpacaran dengan beberapa pria.Bahkan sudah pernah menikah juga.Di katakan tidak polos nyatanya dia bingung dengan maksud Adam.Lagi pula Adam terlalu membuatnya bingung, ingin sekali memegang dahi mantan suaminya itu. Memastikan apakah baik-baik saja atau sedang demam hingga isi kepalanya sedikit tergeser menyebabkan rusak ringan dan menjadi sedikit tidak waras.Dimana Adam yang dingin, Arrogant. Bahkan, selama menikah hanya tahu memaksa tanpa memikirkan perasaan dirinya.Diam walaupun dirinya di hina oleh Renata, menonton sampai dirinya selesai di rendahkan oleh wanita yang dulu katanya tercinta."Sayang kenapa diam?" Adam sadar Kinanti tengah bingung, tapi entah apa penyebabnya dirinya juga tak tahu."Takut kenapa?" Kinanti masih duduk di kursi Adam dan menatap Adam dengan penuh tanya."Takut nyasar di hati kamu dan ng
Jalanan begitu ramai dengan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, mulai dari roda dua, tiga, empat dan banyak lagi.Suara bising pun tak terhindari, belum lagi banyaknya pejalan kaki dengan bermacam-macam aktivitas.Sayangnya di tengah keramaian tersebut Kinanti malah merasa sepi, matanya menatap ke luar dari jendela mobil.Adam mengemudikan mobilnya, sesekali melirik Kinanti yang duduk di sampingnya.Semenjak kejadian barusan wajah Kinanti berubah murung, mata indahnya berkaca-kaca, pikirannya menerawang jauh menembus awan biru.Sesekali dirinya mengingat kalimat hinaan yang terlontar dari bibir wanita paruh baya barusan.Adam menepikan mobilnya, kemudian beralih menatap Kinanti."Kinan," Adam mengusap kepala Kinanti, menyadarkan dari lamunannya.Sedetik kemudian setetes air mata jatuh di pipi mulusnya, secepatnya mengusap wajahnya agar tak meninggalkan jejak air mata di sana."Mas, apa janda itu adalah status yang sangat hina?" Bibir Kinanti bergetar bertanya pada Adam, berulang
"Kinan dan Adam memang akan menikah Ma, Pa."Sarah dan Agatha terkejut mendengar berita yang begitu membahagiakan ini, sudah cukup lama menginginkan Fikri ikut tinggal bersama dengan mereka juga.Tampaknya kali ini semua akan terwujud dalam waktu dekat."Kamu serius?""Iya Ma."Sarah tersenyum bahagia memeluk Adam begitu eratnya."Bagus, besok Mama dan Papa bakalan ke rumah Kinanti. Pokoknya harus ada pesta yang meriah," Sarah masih terus mengukir senyum di bibirnya.Tak mampu mengatakan bertapa sangat bahagia sekali dirinya saat ini.Keutuhan keluarga akan semakin besar dengan lengkapnya anggota keluarga lainnya.________________________Jam masih menunjukan pukul 07:00 tapi pagi ini Sarah sudah datang ke kediaman Kinanti bersama dengan Agatha.Apa lagi tujuannya ke sana kalau bukan untuk melamar Kinanti sebagai menantunya kembali, terdengar sedikit lucu jika mengingat Kinanti sudah pernah menjadi istri anaknya bahkan, sudah melahirkan satu orang putra.Akan tetapi, kali ini tentunya
Hari ini Kinanti dan Adam mengunjungi kediaman Fatimah, untuk meminta restu sekaligus Kinanti ingin sang Ibu menghadiri acara pernikahannya dengan Adam nantinya. Sayangnya sampai di sana bukan Fatimah yang di temui Kinanti, melainkan seorang tetangga yang mengatakan bahwa Fatimah sudah cukup lama tak tinggal di sana lagi.Entah apa yang terjadi pada Fatimah selama ini, semua semakin mengejutkan saat mengetahui perceraian sang ibu dengan suami keduanya tersebut. Rumah pun sudah terjual, padahal banyak sekali kenangan kecilnya di sana. Sebab, rumah itu di bangun Fatimah saat masih berstatus istri Rahmat ataupun Ayah kandung Kinanti sendiri.Dengan perasaan kecewa Kinanti pergi, kini dirinya memutuskan untuk menemui sang Ayah.Cukup lama waktu yang di tempuh untuk sampai di desa tersebut, letaknya yang berada di pinggiran kota membuat jalanan pun tak bersahabat.Akan tetapi Adam tetap memacu laju kendaraannya hingga mereka sampai di kediaman Rahmat.Kebetulan juga saat turun dari mobil
Adam kembali ke rumah langsung memasuki kamarnya, pagi harinya dirinya terbangun dan tak ijinkan untuk bekerja seperti biasanya.Aneh bukan? Peraturan Sarah sendiri dengan alasan tradisi yang di lakukan oleh keluarga turun temurun.Awalnya Adam mengira terlalu berlebihan, mengingat bukan pernikahan pertama untuk Adam.Bahkan dirinya sudah pernah menikah juga dengan Kinanti, jadi mengapa harus ada pingitan juga seperti menikah dengan Renata dulu."Ma, Adam itu sudah tua. Nikah pun sudah....."Adam mendesus kesal saat Sarah tak mau kalah memberikan alasan lainnya.Ingin diam saja merasa sulit. Namun, menentang juga tak menghasilkan apa-apa, di mata Sarah dirinya hanya anak kecil sekalipun sudah memiliki anak."Mama, mau acara nikahannya pakai pesta pernikahan meriah! Kamu nggak mikir perasaan calon istri kamu? Kamu nggak pengen bikin dia bahagia? Dia juga pasti ingin seperti wanita lainnya, paham?"Semakin banyak Adam memberikan alasan maka hanya akan membuatnya semakin tersudutkan. Sej
Bibir Adam tetap tersenyum sekalipun tubuhnya terasa remuk, bahkan ada tanah juga melekat di bagian punggung.Bayangkan saja barusan dirinya jatuh dari jendela dengan tertancap kepala ke bawah dan kaki di atas, sekalipun begitu tak apa.Kata sayang dari bibir Kinanti adalah obat mujarab bagi rasa sakitnya.Sampai di teras rumah megahnya pun masih tersenyum-senyum, melangkah masuk juga dengan bibir tertarik ke masing-masing sudutnya.Sarah menuruni anak tangga melihat Adam berjalan seperti orang tidak waras membuatnya bertanya-tanya, seketika kakinya berjalan cepat ke arah Adam.Ingin menyadarkan anaknya mungkin barusan kerasukan setan."Adam!!" Adam beralih menatap Sarah dengan senyuman."Kamu kenapa?"Malah Sarah yang merasa horor melihat wajah Adam saat ini.Seketika Adam menarik Sarah, dengan gerakan memutar seakan tengah berdansa."Adam kamu kenapa?" Tanya Sarah semakin panik."Adam sayang sama Mama!" Adam memeluk Sarah dengan erat dan mencium pipi Sarah dengan penuh kasih sayang
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada