"Kamu nggak papa, kan?" Zidan merasa semua harus di luruskan, mengingat dirinya akan semakin bersalah jika tidak mengatakan segala kebenaran pada Kinanti."Kinanti, bisa aku berbicara?"Dengan ragu Zidan menatap wajah Kinanti. Tetapi, lagi-lagi ingin mengakui jika dirinya adalah penyebab utama dari permasalahan yang terjadi."Tidak usah sekarang Dok, saya ingin sendiri dulu.""Tidak bisa, kamu harus mendengarkan aku."Kinanti sejenak diam menimbang raut wajah Zidan terlihat memohon padanya, hingga akhirnya kembali duduk di kursi sambil memeluk Fikri.Lama Zidan terdiam sambil menatap wajah Kinanti, ada rasa takut tetapi, semua harus di katakan. Lebih baik mengakui kesalahan saat ini, dari pada nantinya Kinanti tahu dari orang lain."Dokter, bisa bicara sekarang? Atau saya masuk "Zidan memegang tangan Kinanti, mencegah agar tidak masuk ke dalam rumah."Semua terjadi karena, aku," kata Zidan dengan susah payah.Kinanti tidak mengerti apa maksud Zidan. Sehingga hanya diam tanpa bicara
"Kandungan istri Anda sangat lemah Dokter Adam, tipis sekali kemungkinannya janin itu bisa bertahan. Apa lagi emosinya yang tidak stabil, stress berat," jelas Dokter yang baru saja memeriksa keadaan Renata.Adam hanya bisa diam sambil menatap wajah Renata yang masih belum sadarkan diri, terbaring di atas brankar rumah sakit.Entah siapa yang membawanya ke rumah sakit, tetapi, Adam tentu sangat berterima kasih pada seseorang tersebut."Saya permisi dulu Dok."Adam mengangguk dan kembali menatap Renata.Mungkin mulai saat ini Adam tak akan pernah lagi mengingat Kinanti, Adam hanya akan fokus pada Renata.Sejenak Adam meyakinkan dirinya bahwa tidak pernah mencintai Kinanti, dan berjanji akan memberikan segala perhatian hanya pada Renata."Adam, aku di mana?" Renata sadarkan diri dan menatap sekitarnya."Kamu di rumah sakit."Adam mendekati Renata dan memeluk Renata dengan erat."Kamu jangan stress lagi, aku janji akan selalu ada buat kamu, asal kamu janji juga terus menjaga anak kita den
Adam kehilangan semangat hidupnya, hatinya benar-benar yakin sudah mencintai Kinanti. Tidak ada lagi cinta untuk Renata, Adam mengakui itu.Ada rasa kecewa begitu dalam. Bahkan, hati bertanya-tanya; Mengapa di saat seorang malaikat hadir di rahim istri malah cinta itu hilang?Bukankah kehamilan Renata adalah sumber kebahagiaan nya?Ya. Tetapi, itu dulu.Dulu, jauh sebelum Kinanti hadir dan memperkenalkan apa itu cinta yang sesungguhnya.Karma seakan datang begitu cepat, dalam hitungan hari saja setelah Kinanti keluar dari hidupnya. Rasa kehilangan itu muncul, sayang semua sudah terlambat.Dulu menghina, mencaci, memaki bahkan, sempat meragukan anaknya sendiri. Kini semua benar-benar berbeda, ada yang hilang bersama dengan perpisahan di hari itu.Lantas mengapa bayangan wajah Kinanti tak ikut menghilang juga.Cinta Adam terlalu menyiksa diri, entah sampai kapan bisa bertahan dalam rindu yang tak kunjung tersampaikan.Menatap dari kejauhan tanpa bisa menyentuh, merangkul dalam mimpi, s
Tanpa sengaja mata Adam melihat Renata yang berdiri di pintu masuk, seketika itu Renata pun melangkah masuk dan duduk di samping Adam."Kenapa menyusul?""Aku lapar, kamu aku tungguin nggak muncul-muncul. Kita makan di sini aja, aku udah lapar banget "Adam mengangguk menyetujui usul Renata, sesaat kemudian makanan yang di pesan olah Adam tiba dan mulai menikmati makan siangnya.Sesekali mata Adam mencuri pandang ke arah Kinanti, sekalipun wanita itu benar-benar tidak menyadari bahwa tengah menjadi pusat perhatian Adam.Renata ter-batuk-batuk hingga Adam mulai beralih menatapnya, memberikan mineral hingga membuat tenggorakan lebih baik.Itu bukan karena, tersedak biasa. Melainkan dengan sengaja agar Adam tidak lagi memperhatikan Kinanti.Sedih rasanya hanya di anggap sebuah pigura, ada di dekat Adam tetapi, tak di anggap ada sama sekali.Sesaat kemudian Kinanti bersama Ilham selesai makan siang, keduanya keluar dari restoran kembali menuju rumah sakit karena, jam istirahat sudah habis.
Hati Renata begitu sakit melihat Adam yang sudah tak lagi mencintainya, masa lalu yang kelam ternyata mampu menghancurkan masa depan yang sudah di bayangkan bersama Adam.Hukuman ini begitu menyakitkan hingga menyayat hati begitu perih, matanya terus menitihkan air mata sambil menatap Zidan, Kinanti dan Adam yang tengah terlibat ketegangan di dalam sana.Renata kini tersadar setelah mendengar pengakuan Zidan, ternyata kebenaran nya adalah bukan Kinanti yang menjebak Adam. Melainkan Zidan dengan alasan sakit hati.Tak ada kata yang mampu menguatkan hati, Renata hanya menangis meninggalkan ruangan Zidan. Melangkah tanpa arah pasti membawa hukuman yang kini terasa sangat menyakitkan.Hingga tersadar sudah cukup jauh berjalan, kakinya mulai terasa sakit dan ia duduk di atas trotoar jalanan.Suara tangisan masih terdengar dari bibirnya, sisa-sisa rasa penyesalan di bawanya pergi.Sedangkan Sarah yang berada di dalam mobil, tanpa sengaja melihat Renata."Pak, mundur. Ada menantu saya," kat
Suara ketukan palu terdengar, dengan arti bahwa Adam dan Renata sudah resmi bercerai.Keduanya duduk saling bersebelahan, sama-sama mendengarkan keputusan cerai yang sudah dikabulkan oleh majelis hakim.Adam bangun dari duduknya begitu juga dengan Renata, sejenak keduanya hening dengan rasa canggung.Sejenak saja keduanya kembali menjadi asing, padahal selama proses perceraian berlangsung keduanya masih tinggal satu atap. Bahkan tidur dengan panjang yang sama.Renata ingin menikmati hari-hari terakhir menjadi istri Adam, setiap malam memeluk Adam tanpa melepas hingga pagi menjelang.Akhirnya hari ini tiba, di mana dirinya hanyalah seorang Mantang, tak memiliki hak apa-apa atas Adam lagi.Hingga akhirnya Adam memeluk Renata tanpa meminta izin kepada Renata terlebih dahulu, keduanya sudah sah bercerai. Semua kini sudah berakhir. Rumah tangga yang di jalani selama satu Tahun lebih harus berakhir dengan perceraian."Aku, minta maaf jika, selama ini tidak bisa menjadi suami yang baik untu
Tubuhnya tinggi, tegap, hidung mancung, dengan jambang tipis yang terkesan Arrogant. Dengan cepat berita perceraian Adam dan Renata tersebar, hingga kini dirinya sudah mendapatkan gelar duda tampan yang banyak digilai oleh Dokter maupun perawat yang bekerja di rumah sakit, bahkan orang wanita di luar sana.Jika Adam merasa iba atas keadaan dirinya kini, maka lain halnya dengan para wanita di luar sana yang merasa senang dengan perceraian Adam.Artinya dengan begitu mereka memiliki kesempatan untuk bisa menjadi istri pemilik rumah sakit Pelita Bunda tersebut.Seorang dokter, mapan, tampan, tak sulit membuat Adam mendapatkan pengganti Renata. Akan tetapi, Adam pun tidak semudah itu untuk jatuh hati lagi.Dalam hatinya kini hanya ada seorang perawat cantik, Kinanti Anastasia sekaligus mantan istrinya sendiri.Bayangan wajah Kinanti seperti racun ampuh yang memabukkan, hingga membuat mabuk kebayang.Pagi ini pun saat masuk ke UGD matanya melihat Kinanti yang tengah bercerita dengan teman
Adam hanya diam menatap Zidan, ingin mengambil Fikri pun yang ada hanya membuat dirinya malu.Sebab, Fikri masih belum terbiasa dengan dirinya, baiklah. Mulai hari ini Adam akan merebut kembali anaknya, bukankah lebih berhak dari pada Zidan ataupun yang lainnya.Tetapi, mengapa malah kini dirinya begitu asing bagi anaknya sendiri.Karma memang di bayar nyata, Adam hanya bisa berdoa semoga tidak selamanya Fikri menganggap dirinya orang asing."Kinan, boleh Mas bicara?" Tanya Adam menatap wajah Kinanti penuh harap.Mas?Kinanti ingin sekali mengambil air panas dan menyiramkan tepat di bibir Adam.Bibir sialan itu yang dulu selalu memaki dirinya, menjatuhkan talak, bahkan memberikan peringatan untuk tidak jatuh hati pada seorang Adam.Hari ini Adam datang dengan senyum manisnya seakan ingin lebih dekat, maaf. Kinanti tidak akan mudah luluh.Sudah pernah berjuang, di sia-siakan. Setelah di lepas jangan lagi mengharapkan kembali!.Kinanti tidak akan sudi jatuh untuk kedua kalinya dalam lu
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada