"T-tolong!" teriak Ciara.
"Astaghfirullah! Ci, Cia … bangun!" seru Haidar sembari menepuk-nepuk pundaknya."Aaaaaa, tolong!" teriaknya lagi lalu terbangun."Haduh! Bisa-bisanya tidur sebentar aja udah ngelindur. Bangun-bangun gelagapan kayak habis dikejar setan," ucap Haidar."Astaghfirullahal'adzim, aku mimpi kita kecelakaan. Alhamdulillah cuma mimpi Ya Allah. BTW, kok Om biarkan Cia tidur beneran, sih!" omelnya."Orang lemes begitu ya biarin aja tidur daripada pingsan maksain melek!" Haidar tersenyum samar ke arah Ciara.Betul juga, Ciara memang sedang lelah, badannya tidak baik-baik saja akibat hujan yang menerpa. Setelah ganti baju yang diserahkan Haidar, ia dan Haidar tidak menunda waktu untuk perjalanan pulang ke rumah gadis cantik tersebut. Haidar sengaja membiarkan Ciara tertidur di tengah perjalanan."Hhh! Ya takutnya manfaatin kesempatan dalam kesempitan!" bentak Ciara."Kamu kok jadi emosi?""Ya jelas! Laki-laki kalau lagi nak---""Suud! Laki-laki seperti Om ini kalau naksir ya dinikahin, bukan dijajanin. Mengerti?""Sok alim!" serunya."Terserah mau ngomong apa. Yang pasti … kedatangan Om itu dengan niat baik, nyari kamu untuk Om ajak nikah. Sudah siap, kan?"Dih! Ogahlah Om! Cia gak ingin nikah muda, apalagi sama Om-Om yang baru aja ketemu!" keluhnya.Haidar mendengkus kesal atas pernyataan Ciara. Hampir saja lupa, sebungkus sate yang Haidar beli saat Ciara tidur belum ia berikan. Ini harus cepat-cepat dimakan oleh Ciara karena ia tidak bisa telat makan."Makan dulu! Nih, sate ayam favorit kamu!" pinta Haidar."Aneh, kok tahu makanan kesukaan Cia?" Masih bingung, Ciara meggaruk jidatnya yang tak gatal."Tahulah. Kan Abi kamu sering cerita," jawabnya.Haidar menghentikan mobil dulu supaya gadis itu lebih santai untuk makan. Mereka sudah hampir sampai rumahnya Ciara. Haidar terus berpikir, langkah apa yang bisa memincut hati Ciara dengan keadaan ia tidak ingin nikah muda menjadi ingin dan tertarik juga dengan pria berkepala tiga."Mmm, Om gak makan?" tanyanya."Mau makan kalau disuapin," goda Haidar.Ciara menelan satenya lalu tertawa. "Hahaha, jangan harap!""Nggak juga, siapa yang mau disuapin sekarang? Om mau disuapin waktu di pelaminan. Hahaha … kalau sekarang mah, itu semua untuk kamu biar kenyang. Kasihan calon wilayah wadah anak aku kalau kesakitan," jawab Haidar dengan tawa.Ciara membalikan badannya dan mengahadap ke jendela. Benar-benar sikapnya membuat ia ingin muntah di saat enak-enaknya makan sate. Keadaan masih tetap hujen, mau keluar mobil juga tidak bisa karena dikunci oleh Haidar."Cia hanya minta satu, buruan gas mobilnya untuk sampai rumah!" pintanya."Belum ingin mati!" Haidar sedikit menggeser duduknya."Aihhh! Menyebalkan sekali … huaa!" rengek Ciara."Kalau merasa begitu, berarti Om adalah bagian dari rindu kamu," sahut Haidar."Iya! Rindu untuk aku pukul-pukul! Bikin emosi aja!" Ciara menyodorkan beberapa tusuk sate yang masih utuh ke dashboard mobil.Mata Haidar melirik tajam. Dia tidak bisa membiarkan satu porsi tersebut tidak dihabiskan oleh Ciara. Apalagi, itu belum ada setengahnya yang dimakan. Meskipun selewengan, Haidar merupakan lelaki yang perhatian, terlebih kepada perempuan."Harus dihabiskan dong biar makin cantik," ungkap Haidar."Aku bukan anak kecil yang mudah dirayu!" jawab Ciara ketus."Memang bukan, tapi kamu itu gadis cantik yang harus segera diratu," sahut Haidar."Gak ada yang mengharuskan!""Habiskan! Kalau belum habis, jangan harap bisa pulang! Apa nunggu disuapin?" Haidar menatap nanar wajah Ciara yang masih cemberut.Sangat malas bagi Ciara untuk menjawab pernyataan Haidar. Ia ambil kembali satenya untuk dihabiskan. Entah kenapa, sate yang diberikan Haidar seperti membangkitkan nafsu makannya yang biasanya saat sakit dia malas makan, kini berubah menjadi semangat."Enak banget, Om. Beli di mana?" tanya Ciara."Beli di hatiku," jawab Haidar."Argggh! Jawab serius, soalnya ini sate mirip banget sama bikinan Ummi. Terus, tumben loh Cia bisa habis, biasanya juga kalau tubuh lagi nggak fit nggak akan habis segini," ujarnya."Belum sadar juga? Itu karena yang memberi satenya merupakan orang yang kamu cintai ... hahaha." Haidar tertawa lepas, membuat Ciara salfok dengan suara tawanya.***"Sebenarnya ... Cia mau nikah muda sama Om, asal bisa masak sate ayam seperti racikan yang pas, sama dengan racikannya Ummi," ungkap Ciara.DEGH.Bak disambar petir, di tengah kebingungannya memikirkan langkah untuk meluluhkan, tiba-tiba mendengar suara Ciara dari belakang, memberi jurus ampuh atas apa yang sedang ia pikirkan. Hati Haidar bergetar hebat, sampai dia gugup dan hilang wibawanya. Sudah sekitar satu minggu mereka bertemu dan baru kali ini keluar perkataan halus dari mulut Ciara karena biasanya waktu bertemu hanya pertengkaran dan ketidaksesuaian yang terjadi."Haa? K-kamu nggak s-salah b-bicara. Mau nikah dengan Om ka---?" tanya Haidar gugup."Hahahaha ...." Ciara hanya tertawa terpingkal-pingkal dengan drastisnya perubahan ekspresi Haidar dibanding hari-hari biasanya."Ah, sial! Wibawaku hilang gara-gara kamu yang mengagetkan! Ini fix?" tanyanya lagi."Iya! Memangnya bisa masak?""Kalau demi pernikahan kita, apa sih yang nggak? Pasti diusahakan dong," jawab Haidar."Ingat tapi ya … harus sesuai racikan yang pas! Kalau nggak bisa … mohon maaf, Cia belum mau nikah muda sama Om!""Nada bicara kamu gak usah sangar-sangar gak bisa ya? Ngegas mulu dari tadi!" seru Haidar."Bodo amat!" jawabnya."Dasar, Gadis Bayi!"Ciara menemani Haidar membeli bahan-bahan untuk membuat sate ayam. Dari belinya saja sudah ribet, karena Ciara hanya sekedar menemani dan tutup mulut tidak mau mengarahkan Haidar. Setelah beres, mereka berdua bergegas untuk segera pulang ke tempat Ciara."Yah, motor Cia kok bannya bocor. Mana bengkel lagi penuh!" keluhnya.Ia gadis yang lebih suka naik motor daripada mobil. Bukan tomboi, tapi Ciara memilih motor yang biasanya dipakai para cewek feminim. Meskipun beberapa kali diingatkan untuk membawa mobil saja karena ditakutkan cuaca yang tiba-tiba hujan, Ciara tetap kekeh dengan kenyamanannya memakai motor."Aiish, ya udah bareng Om aja di mobil! Taruh bengkel aja motornya!" perintah Haidar."Lagi-lagi bareng Om-Om tu---""Hah! Kamu bilang apa? Om-Om tua!" bentak Haidar."Hhh! Gitu aja marah, sekali lagi bentak Cia … gagal sate ayam!""Eh, maaf-maaf. Om gak terima aja kalau dibilang tua, orang tampan begini kok dibilang tua! Jangan digagalinlah, Om udah mulai susah payah mau belajar … entar kerasa mubadzir!" rajuk Haidar.Dengan acuh Ciara masuk dulu ke mobil Haidar setelah menitipkan motornya di bengkel, merengek untuk segera pulang, dan tidak menggubris ucapan Haidar yang ingin mengecek mobilnya dulu karena merasa tidak baik-baik saja. Haidar juga sebenarnya tidak sabar ingin segera mencoba membuat sate ayam meskipun hasil pasti masih belum sesuai. Akan tetapi, ia yakin dengan semangat dan tekadnya, bisa menaklukkan lidah perempuan di sampingnya itu dengan sate buatannya."Yess, sebentar lagi fix jadi istriku! Gak sabar lihat kamu hamil anak-anakku," ungkap Haidar."Ihhhh, jorok banget ucapannya! Yaa kalau jadi. Ngarepnya gak usah ketinggian!" Ciara membenahi ujung jilbabnya sembari bercermin."Astaghfirullahal'adzim, rem blong, Ci! Awwww!"Suara benturan keras antara mobil Haidar dan pembatas jalan, terjadi di tengah sunyinya jalan dan derasnya hujan. Mereka mengalami kecelakaan tunggal karena rem blong. Akibat benturan tersebut membuat serpihan kaca mengenai tubuh keduanya, sementara kaki Haidar terjepit kursi dan dashboard."O-om, bangun!" pinta Ciara dengan lirih sebelum pingsan. Tidak ada satu menit setelah kejadian, keduanya tidak sadarkan diri. Darahnya banyak yang yang keluar melumuri mobil. Beruntungnya ada teman Haidar yang tadi sempat disuruh mengawasi keberadaannya bersama Ciara secara diam-diam. ***Selang berisi darah sudah berjalan masuk ke dalam perangkap transfusi darah untuk Ciara. Lain dengan Haidar yang masih terbaring belum sadarkan diri setelah operasi kakinya. Ciara meminta satu ruang bersama Haidar, bukan karena ingin mencari kesempatan, tetapi karena rasa bersalahnya yang hinggap. "Bangunlah! Om kan masih mau belajar buat sate yang enak. Katanya mau buktiin, bangun!" Suara alat bantu di rumah
"Apa-apaan ini? Om belum pernah nikah," jawab Haidar. "Terus itu siapa? Om juga denger sendiri, kan? Laki-laki tak tahu diri!" teriaknya. "Haidar! Alhamdulillah ... ternyata mayat yang di depan bukan kamu. Maaf ya, ngaku-ngaku jadi istri kamu ... biar cepet diladenin, soalnya lagi rame di depan." Perempuan berpakaian baju kantor yang menjadi sekretaris Haidar itu langsung masuk ruangan. "Hahaha, iya gak masalah," jawab Haidar.'Sial! Kenapa mereka nggak luka yang lebih parah?' batin Toya. "Hmmm ... Alhamdulillah masih diberi hidup, jadi ... masih ada kesempatan untuk menikahi Ciara." Haidar mengedipkan mata kirinya. "Ish, turuti syaratnya dulu!" bentak Ciara. "Mau dituruti atau nggak, yang namanya jodoh gak akan ke mana ... hahaha, lagian kalau udah naksir gak usah sok-sokan. Tadi aja pas Toya bilang suami ... wajah kamu udah kayak tomat," jawab Haidar."Ihh! Cia tuh hanya melindungi diri dari sengatan mangsa laki-laki! Intinya gak mau dipermainkan. Masih kekeh ingin mencoba penu
"Menikahnya sudah Om yang minta. Sekarang ganti Cia yang milih malam pertamanya. Mau di hotel aja! Kalau di hutan dingin!" rengek Ciara. "Justru dinginnya itu yang dicari," jawab Haidar. "Ogah, Cia mboten purun!" Ciara memonyongkan bibirnya. "Kedah purun," sahut Haidar. "Dibilang tidak mau ya tidak mau! Menyeramkan, Om! Cia tuh … takut gelap yang akut sebenarnya," ungkap Ciara. "Kenapa tertawa?" "Ya sudah ngikut kamu," jawabnya.Haidar mengalah untuk yang ini. Pikirannya sudah tertata karena jabatan CEO tetap berhasil. Haidar menyadari, selesai masalah satu, dia akan menghadapi perkara baru. Namun, itu sudah menjadi pilihannya.***"Siapa yang beliin baju itu? Siapa juga yang suruh pakai!" Haidar menutup mata. "Om kok begitu, tidak senang?" tanya Ciara. "Kamu terlalu menggoda!" Haidar berjalan ke ranjang, tetapi malah berselimut sendiri. Entah, harus dengan bahasa apa Haidar mengatakan yang sebenarnya. Pernikahan yang hanya pura-pura dijalankan dengan cinta. Menikahnya secara
"Ini, ada kabar dari keluarga Mamamu," jawab Ciara. "Kabar apa? Mana … kok sudah mati cuma sebentar?" tanya Haidar. "Hahaha … kena prank. " Ciara tertawa lepas, dia kesal dengan suaminya, sekalian saja di-prank. "Is, kamu masih waras? Masa baru beberapa hari nikah sama Om ... jadi gila?" Haidar menyentuh jidat Ciara. "Om Sayang apa, sih? Katanya suruh prasangka baik, lah ini … malah mengira kalau ciara gila!" keluhnya. "Hahaha, ingin ketawain saja. Yuk, buruan isi tenaga!" ajak Haidar. Haidar tahu saja kalau Ciara hanya prank. Begitulah dia, tidak mudah untuk dikelabui. Tidak kehabisan ide, Ciara terus bersikap centil di hadapan Haidar. Prank-nya gagal, tetapi tidak dengan langkah fisik selanjutnya. "Cium dululah!" pinta Ciara. "Om Sayang kan, tidak suka orang lebay!" Haidar ikut bercermin meraba dagu mulusnya sendiri. "Dulu saja mengancam mau cium waktu belum menikah, sekarang sudah menikah masa malah dibiarkan. Tidak mau mencium, ya sudah tidak mau makan!" seru Ciara. “Hhhh
"Tenang, kita liat sama-sama," jawab Haidar. Kabar tidak sedap kembali mengguncang. Tangis yang menderu itu, ternyata tangis tentang kabar kecelakaan pesawat yang tentunya menimbulkan banyak korban. Pihak yang akan bekerjasama dengan Haidar pun membatalkan pertemuan di waktu tersebut, mereka mengundur sehingga mengakibatkan Haidar mengurus kerjasama yang di luar kota terlebih dahulu. Pengunduran dilakukan karena pihak sana juga tahu akan kecelakaan tersebut yang mana beberapa korbannya merupakan anggota keluarga dari pihak yang akan bekerjasama. ***"Om Sayang, boleh minta sesuatu gak?" tanya Ciara. "Asal bukan anak," jawab Haidar. 'Hhh, minta jawaban aja," sahut Ciara. "Apa, hmm?" Mereka sudah dari tadi di atas ranjang, tetapi belum juga memejamkan mata karena Ciara terus saja mengajak bicara. Meskipun tidak jadi ke luar negeri, besok Haidar sudah harus berangkat ke luar kota. Seperti wanita pada umumnya, Ciara sengaja manja ke suami, walaupun dia juga tahu seharusnya malam ini
Ciara langsung bergegas untuk mandi. Ia orangnya mudah penasaran, apalagi ini tentang pernikahannya yang sekarang masih bermain dengan api meluluhkan. Haidar tersenyum samar, bahagia melihat senyum sang istri sudah mendarat. "Hemm, udah mandi," kata Ciara."Oke, Om mandi dulu ya, entar baru cerita," jawab Haidar."Jangan lama-lama, Sayang!" pintanya."Siap." Seperti peringatan istrinya, Haidar tidak terlalu lama di kamar mandi. Pada dasarnya, ia memang lelaki yang juga tidak suka berlama-lama di dalam kamar mandi. Istrinya sudah menunggu dengan dandannya yang mempesona. Dibilang tidak tertarik, itu munafik, Haidar tentu tertarik, tetapi tetap belum bisa melabuhkan cinta. "Tuh ganti bajunya, mau dipakaiin?" tanya Ciara. "Gak usah, biar cepet tak pakai sendiri saja." Haidar masuk ke ruang ganti baju. "Yee, dah rapi. Cerita sini sambil Cia sisirin," kata Ciara."Cerita apa?" "Tadi katanya mau cerita tentang pernikahan," jawabnya."Hehe, cuma bohongin Isbay saja, hahaha. Berchandya …
Terkejut dengan ucapan Ciara. Dalam bayang pikiran Haidar, istrinya tahu dari mana nomor ponselnya Bening. Ia masih berusaha santai dan tetap fokus ke laptopnya. Wajah dan kelakuan Ciara yang galak pun tidak bisa dikondisikan lagi, tanpa pikir panjang menggebrak meja kerjanya Haidar. Breghh."Astaghfirullahal'adzim, Isbay!" Haidar kaget dan langsung berdiri. "Aku ini sedang bicara sama Om!" teriaknya."Kalau kedatangan kamu cuma mau ribut, Om antar pulang sekarang!" seru Haidar."Tega ya! Om mikir gak sih, istri mana yang tidak cemburu jika foto suaminya diposting perempuan lain dengan caption love! Manaaaaa! Kecuali kalau memang orangnya seperti Om, nggak ada cinta untuk pasangan halalnya," omel Ciara."Duduk, Isbay … udah ya marahnya. Dapat nomer Bening dari siapa?" Haidar merangkul istrinya untuk duduk di atas ranjang."Mama Sita," sahutnya. Ciara terdiam melihat sorot mata suaminya yang tidak mungkin Haidar menduakannya. Hampir saja Haidar terpancing emosi, tetapi untungnya bisa
Ciara: "Hahaha, ngurusnya Sayangkuh! Buatnya mah gak ribet asal Om udah mau." Haidar: "Tau gak, Nduk? Wanitaku ini laksana air mata, kamu lambang dari segala teduh maupun rapuhku. Mau tidak mau, kamu tetap ikut merasakan apa yang menerpaku." Ciara: "Hahaha, mboten napa-napa, melow banget!" Haidar: "Ada hakmu yang belum aku penuhi." Ciara: "Mm, tapi sudah banyak hak lain yang Om berikan. Yang penting kita paham akan hak dan kewajiban, paham itu bisa menempatkan sesuai tempatnya juga. Maaf kalau merengek, tapi sejujurnya Cia mau anak kita lahir juga dengan benih cintamu, Sayang! Bukan sekedar nafsu. Om bahagia kan nikah sama Cia?" Haidar: "Bahagia, maaf ya … belum bisa utuh membahagiakanmu." Ciara: "Om Sayang dinginnya udah mulai anget nih, hehe … kangen!" Haidar: "Apa sih? Kalau beneran kangen, ya kamu makan dong, jangan ditunda lagi!" Ciara: "Asal VC-nya jangan dimatiin dulu." Haidar: "Iya." Ciara: "Om Sayang, Cia tuh ...." Haidar: "Ditelan dulu, nanti bicara lagi." *** "A
Haidar segera bangun lagi dan berharap tangis yang didengar bukanlah tangis untuk kematian sang istri dan anak. Bendera kuning yang tertancap, Haidar harap itu hanya salah penempatan. Mencoba berlari meskipun kakinya seperti tetap berhenti di tempat."Assalamu'aalikum. Mama, ini ada apa!" Haidar mengepalkan tangan, melihat semua keluarga berkumpul dengan tangis."Abiiiiiiiiii! Huaaaaaaaa!" Ketiga anak kembarnya langsung memeluk Haidar."Nak, i-ibu sama adik masih di rumah sakit sudah membaik kan? Iya kan?" tanya Haidar.Masih belum ada jawaban. Kembar tiga justru semakin menangis saat dagu mereka diraba oleh Haidar. Jika tidak ada jawaban, jawaban dari diam itu sudah bisa diartikan. Emosi Haidar membludak, ia justru bertanya dengan berteriak!"Orang sebanyak ini kenapa tidak ada yang menjawab!" Air matanya tidak mampu ditahan, ini terlalu sakit.KLING.[ "Selama
Keadaan Ciara dan Kiara kritis. Tentunya tidak berada di ruang biasa. Sita segera menghubungi Haidar akan kabar tersebut. Firasat Haidar nyata, Ciara bukannya melanggar perintah Haidar,melainkan terpaksa ke luar karena mengejar putrinya. Sita: "Hai, pulang sekarang." Haidar: "Ada apa, Mam?" Sita: "(Mengirim foto rumah sakit)" Sita tak mampu mengatakan secara langsung. Raganya terasa lemah sembari memangku ketiga cucu kembarnya yang kini tengah menangis. Ia juga berpikir, pasti di sana Haidar sedang hancur dengan kabar yang akan diberitahukan. Haidar: "Mam, siapa yang sakit? Perasaan Haidar dari kemarin gak enak. Siapa Mam?" Sita: "Yang penting kamu pulang, Nak." Haidar: "Siap pulang, Haidar segera urus, tapi siapa yang sakit? Anak-anak sama Ciara baik-baik saja?" Sita: "Ciara sama Adik Kia." Haidar: "Ya Allah, sakit barengan?" Sita: "Kecelakaan di depan rumah." Haidar: "Innalillaah, kenapa mereka ke luar? Mama kenapa juga membiarkan? Sudah Haidar bilang loh, jangan ke luar!
"Hmmm, nggaklah menurut Ocyang, dia ya dia, Toya ya Toya. Saudara jauh juga, gak terlalu kelihatan deket mereka," kata Haidar. "Kita nggak tahu secara onlinennya!" sahut Ciara. "Sayang ...." Haidar hanya menatap istrinya dengan lama kemudian memberinya pelukan. Sempat berdebat juga antara ada ulah campur tangan Toya. Pikiran Ciara memang suka begitu, tetapi cepat juga kembali ke mode awal. Bodoamat pun menjadi jurus, mereka diamkan sosmednya dulu, baru besok pagi dilihat. *** Haidar: "Sayangku." Ciara: "Iya Sayang." Haidar: "Perasaan Ocyang gak enak. Jangan keluar rumah." Ciara: "Terus? Anak-anak sekolahnya gimana?" Haidar: "Izin aja." Ciara: "Ada apa sebenarnya? Ocyang dapet kabar?" Haidar: "Iya, Sayang." Ciara: "Izin alasannya apa coba?" Haidar: "Biar Ocyang yang izinin. Kamu gak usah mikir itu." Ciara: "Emang ada apa? Ngomong yang jelas dong!" Haidar: "Ada yang berulah karena salah paham." Ciara: "Hah?" Haidar: "Hati-hati lagi dengan Toya dan Galaxy. Galaxy tidak ik
Haidar: "Ibu Cia ...." Ciara: "Tau ah. Nggak chat nggak langsung, bikin kesel terus." Haiadar: "Tau gitu kenapa dirindukan?" Ciara: "Ini nih bodohnya cinta." Haidar: "Kangen, asli pengen ucel-ucel kamu!" Ciara: "Parah sekali OM-OM ini! Apaucel-ucel?" Haidar: "Aisshh pura-pura gak paham." Ciara: "Ucel-ucel itu kan bahasa meremas-remas untuk baju." Haidar: "Kamu dikasih kata yang terfilter dikit gak paham, giliran meremas-remas pasti langsung paham." Ciara: "Hahaha, ciri-ciri istrimu ini cerdas." Haidar: "Kok malah cerdas?" Ciara: "Iya dong, denger kata meremas-remas pasti Ocyang di sana langsung----" Haidar: "Wanitaku, hahaha ... cerdasnya gak ketulungan. Video Call yok!" Ciara: "Haaahh? Pasti mau liat itunya aku." Haidar: "Pikiran kamu .... huuuhhhhh, ya liat wajah kamulah, di sini Ocyang lagi kumpul dengan Segara dan yang lain." Ciara: "Eh, wkwkwk." Tidak lupa Ciara bercerita tentang kejadian-kejadian bersama kembar tiga dan juga Kiara hari ini. Seperti bikin konten a
Ketenangan jiwa dan raga itu sebenarnya terdapat di mana, bisa diperoleh dari mana dan kapan saja hal tersebut bisa singgah dengan sungguh? Jawabannya, setiap detik itu adalah kesempatan untuk meraih pernyataan tersebut. Ciara belum jadi menghidupkan mobilnya dan melihat ke belakang tentang berita penumpahan ice cream. Jika dia sekarang tidak tenang, mendengar pernyataan dari Mas Uja tadi akan langsung marah seperti waktu di rumah kala itu. "Tumpah?" "Iya, kena celana Mas Uja! Adik kok nggak flend, sih!" celetuk Mas Uja. "Maaf, Adik no cengaja, Ibu." Kiara memeluk Mas Uja, tetapi justru Mas Uja menghindari. "Huaaaaaa!" Kiara menangis karena dicuekin Mas Uja. "Mas Uja, nggak boleh gitu dong sama Adik. Adik kan nggak sengaja. Peluk Adiknya dan Adik juga hati-hati kalau makan nggak boleh sambil loncat-loncat. Mas Uja ganti celana dulu itu di belakang Mas, Ibu mau beliin ice cream lagi." Ciara mencium dulu ke keempat anaknya. Mumpung masih di tempat ice cream, Ciara membelikan kembal
Manja itu suatu sifat yang misterinya melekatkan antara yang satu dengan yang lain. Orang kalau terlalu mandiri juga tidak baik karena dengan terlalu mandiri, dia tidak punya akses antara keduanya yang lebih menonjol dan terkesan seperti orang lain itu tidak terangkat. Namun, kalau terlalu manja bisa juga menimbulkan sebuah pertengkaran hebat karena adanya hal tidak sesuai antara diri yang satu dengan yang lain. Musalkan, yang ini ingin melangkah ke A, tetapi dipaksa untuk lebih dahulu ke B demi menuruti keinginannya si A."Isbay nggak pernah bosan," jawab Ciara."Nah, itu sudah terjawab. Gak ada rasa bosan untuk kamu, Cantik.Pernikahan bukan jalan bubar, termasuk kesehatan kamu.” Haidar mengecup kening istrinya sejenak."Uwaahh, bangga rasanya punya njenenengan. Makasih udah perhatian dengan banyak hal. Apapun seperti istimewa karena bersamamu," ungkap Ciara."Iya, karena membahagiakanmu, membuatmu ny
"Kamu pura-pura nggak tahu, kan?” tanya Haidar.“Pura-pura? Enggak! Emang apa yang benar?”Haidar tak kuat untuk menahan tawa lagi ketika istrinya tidak paham dengan apa yang ia maksud. Padahal, itu adalah sesuatu yang sudah melekat dalam diri mereka ketika berada di dalam kamar dan sudah menjadi kebiasaan tradisi terindah sepanjang jalan. Ya seperti tidak mungkin saja kalau Ciara tidak paham dengan apa yang Haidar ucapkan, padahal arahnya sudah jelas ke sana.Namun, memang malam itu Ciara tidak paham apa-apa. Pahamnya tentang sekedar energi yang terkuras karena mereka marah-marah. Waktu awal pembicaraan juga sudah membicarakan tentang energinya yang keluar penuh karena menghadapi emosi-emosi menghadapi mereka berdua. Haidar masih terdiam dan terus memandang ke arah wajah Ciara sampai salting akut dan ujung-ujungnya kembali ke area ngambek lagi.“Aku bukan boneka, Oc!”Sekalinya Haidar sudah mengataka
"Kapok tuh aquarium kesayangan njenengan pecah! Isbay gak ngerasa bersalah, terserah mau dibenci karena di situ gak ada ikannya! Beresin sendiri Isbay gak mau ngeberesin!" Ciara meninggalkan Haidar dan kamar yang berantakan."Kalau kamu memang minta Ocyang marah, baik. Ocyang tidak keberatan untuk menuruti."Jujur, Haidar sangat kecewa. Setiap orang itu punya barang berharga. Aquariumnya kecil, tetapi itu sangat dirawat oleh Haidar. Sampai segitunya Ciara marah, mana malah melawan. Sebenarnya, kecewa besarnya Haidar bukan perkara aquarium pecah, Haidar kecewa besar dengan langkah Ciara yang terkesan tidak menghargai keberadaan Haidar sebagai suami.KLING KLING."Hallo, gimana? Oh, ada kerja sama ke luar kota, sipp. Besok kita berangkat," ucap Haidar dalam telepon."Ternyata cari gara-gara. Pengen trending kasus perselingkuhan, begitu hah?" bentak Ciara.Sukses membuat Ciara semakin geram.
Yang harus dipikirkan lagi setelah perkara Gus Fahim beres, tidak ada. Tinggal menunggu pulih dan mempersiapkan pernikahan Tiara dengan Gus Fahim. Kabarnya, Kang Musa juga akan segera melamar Bening. Haidar terdiam dan menatap Ciara yang sedang berkomunikasi dengan putra dan putrinya. Dua tahun kemudian Putra kembar tiganya sudah berusia 4 tahun, sedangkan putri kecilnya itu sekarang sudah berusia 2 tahun. Kalau berbicara dengan waktu dan memikirkan dengan yang terjadi, hari tentu terkesan begitu cepat. Akan tetapi, berjalannya sudah begitu jauh, tak menyangka ternyata rumah tangga mereka sudah berjalan selama 5 tahun lebih. Hubungan antara keluarga Haidar dengan Toya Galaxy pun juga membaik. Mereka sering bersama dan berbagi tips ketika mengantarkan Uda, Uha, dan Uja belajar di tempat yang sama dengan Barbie. Sekarang Uja yang sangat manja itu sudah semakin pintar saja, tetapi tetap memiliki sifat khasnya, yaitu manja. Meskipun sering cemburu juga, dia sangat perhatian dengan adik