"Karena kita kan mau bantu Ciara sama Mama pilih jilbab," kilah Haidar.
"I-iya, kita perlu pendapat Papa sama Haidar." Sita menginjak kaki Bunder sembari menariknya untuk kembali memilih.
"Aa---"
"Ada yang bisa dibantu Ma, oke Papa di sini. Maaf yo Le, kapan ngono aja direncanakan," lanjut Bunder.
Sita paham dengan ucapan Haidar, mengenai ingin menjaga perasaan Ciara. Namun, Sita tidak paham mengenai perasaan Haidar yang campur aduk takut ada rencana buruk Spion di balik ajakannya. Pikirannya terarah ke kopi yang akan mereka minum bersama nanti.
"Nggih, gak apa-apa. Kalau begitu Spion antar Toya mau beliin neneknya baju dulu. Assalamu'alaikum," kata Spion.
"Wa'alaikumsalam."
Ciara tersenyum ke Haidar setelah Toya dan Spion pergi. Ia lega, tidak ada yang cari perhatian lagi ke sosok-s
"Kamu lebih sayang suami apa orang asing itu?" tanya Haidar. "Kalau nggak sayang suami, gak mungkin aku nangis sampai seperti ini!" teriaknya. "Kalau menang sayang, dengarkan apa yang akan aku sampaikan. Dengarkan dengan baik, yaa … sini!" Haidar mengusap air mata istrinya dengan lembut. Kemudian menidurkan kepalanya dalam dekapan dada bidang Haidar. Belaian pun tak tertinggal sembari ia mengeluarkan kata-kata manis untuk sang istri. Sudah menjadi khasnya dalam menenangkan Ciara, Haidar menyentuhnya, memberi kenyamanan terlebih dahulu, baru menjelaskan perkara yang menyebabkan amarah istrinya melonjak. "Suamimu ini ke KUA karena ada urusan dengan orang KUA-nya yang mau membuka bisnis Ice Cream Ecool. Kebetulan tadi ada rapat mendadak ke luar kantor dan lewat KUA. Jadi, ke sana sekalian untuk TTD karena melihat orangnya dari jalan. Itu juga undangan palsu aja kamu kok percaya? Namanya aja salah, terus ini nama orang tua, jalannya, kacau. Kalau tetap gak percaya, ayo coba kita susul
"Pastinya, aku amuk njenengan!" sahut Ciara. "Hahaha, untung pulang yaaa, gak kebayang ngamukmu akan seperti apa," kata Haidar. "Kalau pulang malem karena lembur tak masalah, tapi kalau sampai tidur di kantor, dipastikan tujuh hari tujuh malam gak bisa tenang njenengan!" Ciara melotot ke suaminya. "Hehe, udah ngantuk berat, tidur! Inget anak kita," ucap Haidar. "Anakku bersahabat kok, masih mau melek, salah siapa dikagetin tadi ya, Nak." Ciara mengusap perutnya sendiri. "Kan udah dibilang juga, aku kangen Sayang, sini kukecup lagi!" pinta Haidar. Sepi, hanya terdengar suara mobil yang menderu. Setelah mereka berdua tertidur, hujan pun turun, suara petir membangunkan Ciara lagi. Ia kesal tidur, marah tidak jelas dan menyalahkan suaminya. DIERRR. "Allahu Akbar. Aaaaaaaa, petir! Huaaaaaaaaaa, kaget Oc!" Ciara mendekat ke Haidar. "Baca Al-Fatihah dulu," jawab Haidar. "Jadi gak bisa tidur lagi! Baru aja tidur, ada aja yang bikin kebangun! Semua gara-gara njenengan, aaaaarrrgh!" Ci
“Astaghfirullah! Mual lagi?”Terkadang, Haidar tidak tega menyaksikan Ciara yang bolak-balik kamar mandi untuk muntah. Ia menyaksikan langsung bagaimana perjuangan seorang perempuan yang sedang hamil. Haidar sering menangis dalam malamnya, bukan karena laki-laki cengeng yang cemen, tetapi karena terharu dengan semua perjuangan istrinya dan teringat akan perjuangan mamanya dulu saat mengandung dia.“Lelah aku, Oc. Huaaaaaaaa!” rintih Ciara.“Sabar, Nduk. Andaikan bisa menggantikan, rela tak gantikan posisimu ini.”“Masih ingat tandanya isim, Om?” tanyaCiara.“Nggih, masih. Kenapa?”“Bisa nggak tanda isim ditaruh di fiil?”“Mboten sagetlah. Kamu tuh lagi mual kenapa bahas isim, fiil?”“Karena yang sudah menjadi tandanya itu nggak bisa masuk ke kawasan yang bukan menjadi tandanya. Aku perempuan, Om la
"Boleh, mau nanya apa?" tanya Ciara."Misal anak kita beneran kembar tiga. Mau gak selang beberapa hari program lagi? Eh maksudnya setelah suci dari nifas," kata Haidar."Hahaha, mau Om berapa, sih?""Kamu nggak nolak? Ini hanya pertanyaan, kalau mau tolak ya tolak aja gak masalah, " sahut Haidar."Memangnya jawaban harus ditolak? Gak boleh diiyakan?""Ya boleh aja, memangnya juga beneran sanggup kamu misal segera hamil lagi setelah melahirkan?" tanya Haidar lagi."Hehe, siap kalau Om siap. Kalau masalah begituan, Om yang bisa lebih bijak.""Hhhh, tapi kamu yang ngerasain. Coba dibayangin, sanggup?""Bisa sanggup bisa tidak. Kalau Ocyangku ini sanggup, siap nggak siap bisa kok dijamin pasti Isbay juga sanggup."Masalah anak, Haidar memang ingin
"Ya ampun, mau Hai mau! Aku masih manusia waras yang tahu kepedulian, cuma ya, kalau aku mau nakal bisa banget manfaatin ini nomer ponsel kamu," ungkap Segara. "Hahaha, gak boleh nakal, inget bulan depan mau nikah," sahut Haidar. Sebenarnya, benar juga apa yang diucapkan Segara. Apalagi ini soal memegang jarak jauh tentang perempuan. Namun, Haidar sudah yakin hal tersebut bisa aman di tangan sahbatnya. Kalau hal ini ketahuan istrinya, sudah dipastikan habis muka Haidar. Ia tak mungkin mau hal tersebut terjadi, memilih untuk tidak chat atau kalau chat modelnya pasti dirubah. "Sebentar, sekarang aku mau chat dan telepon istri dulu. Kamu ... beli makanan sana!" pinta Haidar. Jadwal penerbangan masih belum mulai. Haidar memanfaatkan dengan chat dan telepon dulu, sebelum nomornya dibawa terbang ke Malaysia. Segara keluar sebentar untuk membeli makanan. Haidar: WANITAKU, KAMU KHAS SEKALI MENJADI IRAMAKU. IRAMA YANG TUTUR SAPANYA SELALU MENGGEMA, IRAMA YANG TAK PERNAH GAGAL MENJADIKAN LI
"Ada," jawab Segara. "Apa?" tanya Haidar. "Yaaa, tetap seperti sebelumnya. Pengawasan secara terbuka. Gak tenang Hai, apalagi sembunyi-sembunyi dari istrimu," jawab Segara. "Gak bisa. Trik mereka kali ini memanfaatkan Bening. Sudahlah, kita harus berkorban." "Aduh, tapi kalau malah jadi korban gimana?" "Tulus gak sih mau bantu?" Haidar meninggikan suaranya. "Sepurane Bro, abot ...." "Kamu orang baik, wes berangkato! Gak ada pilihan, mode maksa!" *** "Toy, cepetan jalannya!" Spion menarik tangan Toya untuk segera lari dari ruang Haidar setelah berhasil mengambil berkasnya Bening di jam malam yang listriknya sengaja mereka matikan di bagian tertentu saja supaya mempermudah triknya tidak diketahui satpam. "Awww! Sakit!" Di luar dugaan, rok Toya membalik ke atas saat jatuh menabrak kursi. "Toya, i-itu. Ahhh, kamu seksi!" "Spion, t-tapi kita---" "Nggak usah sok polos! Aku mau menikmati tubuhmu! Kamu boleh anggap aku Haidar, begitu pula aku anggap kamu Ciara." Spion mengangkat t
"Bolehkah kita ngobrol seperti biasanya? Ocyang lelah dan sangat merindukanmu," kata Haidar. "Boleh," jawab Ciara. "Apakah bisa pembukaan bicara kita sebaiknya tidak dicampuri oleh orang lain?" "Maksudnya tidak bahas mereka-mereka?" tanya Ciara. "Iya, Sayang. Kan Ocyang rindunya sama kamu, begitu pula sebaliknya kan?" "Hehe, nggih, tapi mereka---" "Udah ada Mama yang nyamperin," sahut Haidar. "Ehmm, tapi Isbay kepo." "WANITAKU, KINI RINDUKU TELAH SENYAP KARENA PELUKANMU YANG MERAYAP. JAUH DARIMU ITU SEBENARNYA SAMA SAJA DENGAN MENGHIMPUN LUKA DAN MENGGALI DUKA." "BERANI MENCINTAI HARUS SIAP DITAMU RINDU! Sayangku, rindu banget denger suaramu memberi kata-kata lagi. Makanya gak usah nekat cari kejutan ke luar negeri segala, cukup di sampingku setiap saat ... ini justru kejutan yang tak ada lawan. Jauh-jauh ke sana mana coba kejutannya?" Ciara memainkan hidung suaminya. Sesak sekali mendengar tagihan kejutan tersebut. Bukannya mendapat kejutan, justru masalah baru timbul lagi.
Flassback on. Malam itu Haidar mengajak Toya ke kantor untuk menagih berkasnya Bening. Sengaja berdua saja supaya tidak banyak mulut yang adu bicara. Karena sebelumnya, berkas Bening yang mau dimanipulasi itu sudah divideo oleh temannya Haidar, tetapi ternyata hal tersebut juga sudah diketahui pihak Spion dan Toya yang ujungnya rencana di balik rencana mereka pun meracuni Haidar. "Obat tidurnya jangan sampai lupa!" bisik Toya ke salah satu pihaknya yang akan mengantarkan minuman ke Toya dan Haidar. Dengan santai Toya masuk ke ruang Haidar. Ini menjadi kesempatan emas baginya, atas bayi yang ia kandung yang mana aslinya itu benih dari Spion. Haidar terkejut saat melihat berkas Bening yang ternyata masih utuh di lacinya. Namun, ia tidak langsung keluar saat itu, terlebih dahulu meminum air putih yang sudah tercampur oleh obat tidur. "Kamu curiga apa, Hai ... baru pulang dari Malaysia kok langsung begini? Jelas-jelas berkas Bening di laci kamu. Sama ... jangan-jangan mau berduaan deng
Haidar segera bangun lagi dan berharap tangis yang didengar bukanlah tangis untuk kematian sang istri dan anak. Bendera kuning yang tertancap, Haidar harap itu hanya salah penempatan. Mencoba berlari meskipun kakinya seperti tetap berhenti di tempat."Assalamu'aalikum. Mama, ini ada apa!" Haidar mengepalkan tangan, melihat semua keluarga berkumpul dengan tangis."Abiiiiiiiiii! Huaaaaaaaa!" Ketiga anak kembarnya langsung memeluk Haidar."Nak, i-ibu sama adik masih di rumah sakit sudah membaik kan? Iya kan?" tanya Haidar.Masih belum ada jawaban. Kembar tiga justru semakin menangis saat dagu mereka diraba oleh Haidar. Jika tidak ada jawaban, jawaban dari diam itu sudah bisa diartikan. Emosi Haidar membludak, ia justru bertanya dengan berteriak!"Orang sebanyak ini kenapa tidak ada yang menjawab!" Air matanya tidak mampu ditahan, ini terlalu sakit.KLING.[ "Selama
Keadaan Ciara dan Kiara kritis. Tentunya tidak berada di ruang biasa. Sita segera menghubungi Haidar akan kabar tersebut. Firasat Haidar nyata, Ciara bukannya melanggar perintah Haidar,melainkan terpaksa ke luar karena mengejar putrinya. Sita: "Hai, pulang sekarang." Haidar: "Ada apa, Mam?" Sita: "(Mengirim foto rumah sakit)" Sita tak mampu mengatakan secara langsung. Raganya terasa lemah sembari memangku ketiga cucu kembarnya yang kini tengah menangis. Ia juga berpikir, pasti di sana Haidar sedang hancur dengan kabar yang akan diberitahukan. Haidar: "Mam, siapa yang sakit? Perasaan Haidar dari kemarin gak enak. Siapa Mam?" Sita: "Yang penting kamu pulang, Nak." Haidar: "Siap pulang, Haidar segera urus, tapi siapa yang sakit? Anak-anak sama Ciara baik-baik saja?" Sita: "Ciara sama Adik Kia." Haidar: "Ya Allah, sakit barengan?" Sita: "Kecelakaan di depan rumah." Haidar: "Innalillaah, kenapa mereka ke luar? Mama kenapa juga membiarkan? Sudah Haidar bilang loh, jangan ke luar!
"Hmmm, nggaklah menurut Ocyang, dia ya dia, Toya ya Toya. Saudara jauh juga, gak terlalu kelihatan deket mereka," kata Haidar. "Kita nggak tahu secara onlinennya!" sahut Ciara. "Sayang ...." Haidar hanya menatap istrinya dengan lama kemudian memberinya pelukan. Sempat berdebat juga antara ada ulah campur tangan Toya. Pikiran Ciara memang suka begitu, tetapi cepat juga kembali ke mode awal. Bodoamat pun menjadi jurus, mereka diamkan sosmednya dulu, baru besok pagi dilihat. *** Haidar: "Sayangku." Ciara: "Iya Sayang." Haidar: "Perasaan Ocyang gak enak. Jangan keluar rumah." Ciara: "Terus? Anak-anak sekolahnya gimana?" Haidar: "Izin aja." Ciara: "Ada apa sebenarnya? Ocyang dapet kabar?" Haidar: "Iya, Sayang." Ciara: "Izin alasannya apa coba?" Haidar: "Biar Ocyang yang izinin. Kamu gak usah mikir itu." Ciara: "Emang ada apa? Ngomong yang jelas dong!" Haidar: "Ada yang berulah karena salah paham." Ciara: "Hah?" Haidar: "Hati-hati lagi dengan Toya dan Galaxy. Galaxy tidak ik
Haidar: "Ibu Cia ...." Ciara: "Tau ah. Nggak chat nggak langsung, bikin kesel terus." Haiadar: "Tau gitu kenapa dirindukan?" Ciara: "Ini nih bodohnya cinta." Haidar: "Kangen, asli pengen ucel-ucel kamu!" Ciara: "Parah sekali OM-OM ini! Apaucel-ucel?" Haidar: "Aisshh pura-pura gak paham." Ciara: "Ucel-ucel itu kan bahasa meremas-remas untuk baju." Haidar: "Kamu dikasih kata yang terfilter dikit gak paham, giliran meremas-remas pasti langsung paham." Ciara: "Hahaha, ciri-ciri istrimu ini cerdas." Haidar: "Kok malah cerdas?" Ciara: "Iya dong, denger kata meremas-remas pasti Ocyang di sana langsung----" Haidar: "Wanitaku, hahaha ... cerdasnya gak ketulungan. Video Call yok!" Ciara: "Haaahh? Pasti mau liat itunya aku." Haidar: "Pikiran kamu .... huuuhhhhh, ya liat wajah kamulah, di sini Ocyang lagi kumpul dengan Segara dan yang lain." Ciara: "Eh, wkwkwk." Tidak lupa Ciara bercerita tentang kejadian-kejadian bersama kembar tiga dan juga Kiara hari ini. Seperti bikin konten a
Ketenangan jiwa dan raga itu sebenarnya terdapat di mana, bisa diperoleh dari mana dan kapan saja hal tersebut bisa singgah dengan sungguh? Jawabannya, setiap detik itu adalah kesempatan untuk meraih pernyataan tersebut. Ciara belum jadi menghidupkan mobilnya dan melihat ke belakang tentang berita penumpahan ice cream. Jika dia sekarang tidak tenang, mendengar pernyataan dari Mas Uja tadi akan langsung marah seperti waktu di rumah kala itu. "Tumpah?" "Iya, kena celana Mas Uja! Adik kok nggak flend, sih!" celetuk Mas Uja. "Maaf, Adik no cengaja, Ibu." Kiara memeluk Mas Uja, tetapi justru Mas Uja menghindari. "Huaaaaaa!" Kiara menangis karena dicuekin Mas Uja. "Mas Uja, nggak boleh gitu dong sama Adik. Adik kan nggak sengaja. Peluk Adiknya dan Adik juga hati-hati kalau makan nggak boleh sambil loncat-loncat. Mas Uja ganti celana dulu itu di belakang Mas, Ibu mau beliin ice cream lagi." Ciara mencium dulu ke keempat anaknya. Mumpung masih di tempat ice cream, Ciara membelikan kembal
Manja itu suatu sifat yang misterinya melekatkan antara yang satu dengan yang lain. Orang kalau terlalu mandiri juga tidak baik karena dengan terlalu mandiri, dia tidak punya akses antara keduanya yang lebih menonjol dan terkesan seperti orang lain itu tidak terangkat. Namun, kalau terlalu manja bisa juga menimbulkan sebuah pertengkaran hebat karena adanya hal tidak sesuai antara diri yang satu dengan yang lain. Musalkan, yang ini ingin melangkah ke A, tetapi dipaksa untuk lebih dahulu ke B demi menuruti keinginannya si A."Isbay nggak pernah bosan," jawab Ciara."Nah, itu sudah terjawab. Gak ada rasa bosan untuk kamu, Cantik.Pernikahan bukan jalan bubar, termasuk kesehatan kamu.” Haidar mengecup kening istrinya sejenak."Uwaahh, bangga rasanya punya njenenengan. Makasih udah perhatian dengan banyak hal. Apapun seperti istimewa karena bersamamu," ungkap Ciara."Iya, karena membahagiakanmu, membuatmu ny
"Kamu pura-pura nggak tahu, kan?” tanya Haidar.“Pura-pura? Enggak! Emang apa yang benar?”Haidar tak kuat untuk menahan tawa lagi ketika istrinya tidak paham dengan apa yang ia maksud. Padahal, itu adalah sesuatu yang sudah melekat dalam diri mereka ketika berada di dalam kamar dan sudah menjadi kebiasaan tradisi terindah sepanjang jalan. Ya seperti tidak mungkin saja kalau Ciara tidak paham dengan apa yang Haidar ucapkan, padahal arahnya sudah jelas ke sana.Namun, memang malam itu Ciara tidak paham apa-apa. Pahamnya tentang sekedar energi yang terkuras karena mereka marah-marah. Waktu awal pembicaraan juga sudah membicarakan tentang energinya yang keluar penuh karena menghadapi emosi-emosi menghadapi mereka berdua. Haidar masih terdiam dan terus memandang ke arah wajah Ciara sampai salting akut dan ujung-ujungnya kembali ke area ngambek lagi.“Aku bukan boneka, Oc!”Sekalinya Haidar sudah mengataka
"Kapok tuh aquarium kesayangan njenengan pecah! Isbay gak ngerasa bersalah, terserah mau dibenci karena di situ gak ada ikannya! Beresin sendiri Isbay gak mau ngeberesin!" Ciara meninggalkan Haidar dan kamar yang berantakan."Kalau kamu memang minta Ocyang marah, baik. Ocyang tidak keberatan untuk menuruti."Jujur, Haidar sangat kecewa. Setiap orang itu punya barang berharga. Aquariumnya kecil, tetapi itu sangat dirawat oleh Haidar. Sampai segitunya Ciara marah, mana malah melawan. Sebenarnya, kecewa besarnya Haidar bukan perkara aquarium pecah, Haidar kecewa besar dengan langkah Ciara yang terkesan tidak menghargai keberadaan Haidar sebagai suami.KLING KLING."Hallo, gimana? Oh, ada kerja sama ke luar kota, sipp. Besok kita berangkat," ucap Haidar dalam telepon."Ternyata cari gara-gara. Pengen trending kasus perselingkuhan, begitu hah?" bentak Ciara.Sukses membuat Ciara semakin geram.
Yang harus dipikirkan lagi setelah perkara Gus Fahim beres, tidak ada. Tinggal menunggu pulih dan mempersiapkan pernikahan Tiara dengan Gus Fahim. Kabarnya, Kang Musa juga akan segera melamar Bening. Haidar terdiam dan menatap Ciara yang sedang berkomunikasi dengan putra dan putrinya. Dua tahun kemudian Putra kembar tiganya sudah berusia 4 tahun, sedangkan putri kecilnya itu sekarang sudah berusia 2 tahun. Kalau berbicara dengan waktu dan memikirkan dengan yang terjadi, hari tentu terkesan begitu cepat. Akan tetapi, berjalannya sudah begitu jauh, tak menyangka ternyata rumah tangga mereka sudah berjalan selama 5 tahun lebih. Hubungan antara keluarga Haidar dengan Toya Galaxy pun juga membaik. Mereka sering bersama dan berbagi tips ketika mengantarkan Uda, Uha, dan Uja belajar di tempat yang sama dengan Barbie. Sekarang Uja yang sangat manja itu sudah semakin pintar saja, tetapi tetap memiliki sifat khasnya, yaitu manja. Meskipun sering cemburu juga, dia sangat perhatian dengan adik