"Le, terakhir kali lo menstruasi kapan?"
Aku mengernyit mendengar pertanyaan Mas Vino. Tumben sekali dia menanyakan siklus bulananku. Biasanya tidak pernah seperti ini. Namun, kalau diingat-ingat aku memang telat sih, tapi beberapa bulan sebelumnya memang sudah seperti itu. Jadi aku pikir mungkin wajar saja—dan … oh iya, aku ingat, dua hari yang lalu aku pernah keluar darah, tidak banyak sih, cuma beberapa titik aja, walaupun sekarang udah nggak keluar lagi. Tapi itu bukan suatu masalah setahuku. Sudahlah, aku nggak mau ambil pusing. Lagi pula wajar kalau siklus bulanan biasanya telat.
"Memangnya ada apa toh, Mas? Tumben sekali tanya seperti itu."
"Ya … ya, nggak ada apa-apa, cuma mau memastikan aja, siapa tahu lo lagi PMS. Gue 'kan, bisa bentengin diri kalau-kalau lo lagi mode pengen ngamuk."
Mosok? Kayaknya nggak mungkin perkara itu deh. Mas Vino saja sampai memasang wajah seolah-olah lagi takut sama aku. Huh! Seperti meli
Thank's for reading, :)
Setelah obrolan kemarin dengan Mas Vino, kok aku jadi kepikiran terus ya. Harusnya aku bisa lebih tenang, karena kemarin-kemarinnya habis ngeluarin darah. Itu pasti darah datang bulan, orang nggak sakit kok—yah … walaupun cuma sedikit dan nggak banyak kayak biasanya. Tapi tetap aja kepikiran, khawatir dengan segala hal, apa aku coba cek aja ya? Terus kalau nanti aku hamil beneran gimana? Mas Vino mau nerima nggak ya, dia kan, kemarin bilang belum siap. Duh, Juleha, seharusnya setelah kejadian malam itu kamu minum obat pencegah kehamilan, bukannya didiemin saja. Semua jadi nggak jelas gini dan kepikiran kan, sekarang. Masa kalau udah jadi orok mau dikeluarin.Aduh!! Mbohlah!!! Kok makin pusing aku, jadinya malah pingin muntah rasanya gara-gara kebanyakan mikir. Mana tadi pagi lupa nggak sarapan lagi karena udah kesiangan. Alahasil bawaannya mual terus."Kenapa mukul-mukul kepala gitu, Juleha?"Tiba-tiba saja ada yang menepuk pundakku,
Gue terus melihat Juleha yang saat ini makannya rakus banget. Gila nih cewek, kecil-kecil makanya banyak. Jangan-jangan dia cacingan lagi? Makan maruk tapi nggak gendut-gendut. Badannya tetap aja segitu setahuku."Pelan-pelan, Le, kalau makan. Nggak bakal lari ke mana-mana tuh makanannya, yang ada mulut lo malah jadi belepotan gini 'kan." Gue nyerahin selembar tisu ke arah dia, sedangkan Juleha malah menatap gue dengan kernyitan di dahinya. Jangan kalian pikir gue bakal ngelap sisa makanan dia ya. Oh ... tidak mungkin, ini bukan pilm oppa-oppa drama kuriyah. Belum saatnya Vino mengeluarkan jatah romantisnya, takut ada yang baper nanti. Kasian kalau tingkah kita ini dilihat para jomblo di luar sana . Bisa gigit jari mereka melihat ke-uwuw-an kita berdua."Buat ngelap sisa makanan di bibir lo tuh, udah gede makan jorok banget sih. Belepotan di mana-mana." Gue berkata sedikit nyolot. Entahlah, bawaannya nggak enak aja gitu kalau nggak nyolotin Juleha seh
Siapa yang menyangka, kalau gue bakal semudah itu terhipnotis oleh Juleha. Bahkan, hembusan napasnya saja sekarang sudah mulai terasa di pipi. Itu artinya, sedikit lagi kami akan melakukan morning kiss, begitulah harusnya bukan, hingga pada akhirnya ….“Vino, Juleha. Kalian ngapain?!”Shit!Juleha yang kaget langsung buru-buru menjauh dan berdiri dari pangkuan gue. Bukan hanya itu, tangannya bahkan tanpa sengaja meninju … arghh! Kalian pasti tahu apa yang gue maksud. Benda pusaka gue nyut-nyutan rasanya. Gila nih cewek, bukannya ngasih gue enak, yang ada buwung gue malah jadi korban. Gue bahkan sampai nahan napas dan memejamkan mata buat meredakan rasa sakitnya.“Mama.” Juleha terlihat mengusap lehernya. Salah tingkah lebih tepatnya. Dia juga sekali-kali melirikku yang masih memejamkan mata dengan tangan yang mengusap pelipis.“Kamu itu ngapain paagi-pagi gituan
Tidak ada yang menyangka dengan apa yang baru saja dilakukan Mas Vino. Bisa-bisanya dia menciumku di dalam mobil tadi. Atas dasar apa? Aku saja sampai kaget dan nggak bisa berkutik. Bukan hanya itu, efeknya ternyata lama sekali. Selama perkuliahan berlangsung sampai siang begini, bayangan kejadian di mobil tadi masih saja terlintas. Bahkan, rasa dari bibirnya Mas Vino aja masih bisa aku rasakan di bibirku. Aku segera menggelengkan kepala, mencoba menepis bayangan yang terjadi di dalam mobil pagi tadi. Ini bukan kali pertama Mas Vino menciumku. Sebelumnya, di malam yang panas waktu itu, dia juga pernah melakukannya. Hanya saja, kali ini dia lebih lembut dan … penuh perasaan. Ah, mbohlah! Aku nggak mau berharap lebih sebenarnya. Apalagi Mas Vino juga nggak pernah bilang apapun mengenai perasannya. Dia tidak pernah mengatakan mencintaiku. Jadi aku tidak boleh terlalu percaya diri dan jatuh hati terlalu dalam sama suamiku itu. Aku nggak mau sakit hati yang lebih parah j
Niatnya siang ini mau jemput Juleha. Udah semangat empat lima buat meluncur ke kampusnya, tapi saat sampai di depan pintu ruang IGD malah kedatangan korban kecelakaan, alahasil gue di tarik lagi sama suster-suster cantik itu buat bantu menangani. Dan akhirnya acara penjemputan batal. Biar Juleha nggak nunggu dan khawatir, sebelumnya gue udah hubungi dia lewat pesan. Setelah itu hp gue matiin dan nggak tahu lagi Juleha ngebales apa nggak. "Dokter Vino, di tunggu di ruang operasi." Gue menoleh pada suster yang tadi memanggil, dan gue pun mengangguk mengiyakan. Perasaan gue dari tadi juga nggak tahu kenapa cemas begini. Apa gara-gara nggak bisa jemput Juleha ya, tapi masa secemas ini. Apalagi kata-katanya Juleha tadi pagi masih betah bersliweran di pikiran gue kayak orang nagih utang. 'Nggak tahu, Juleha juga bingung. Rasanya hari ini tuh Juleha kayak bakal dapat sesuatu gitu sama Mas Vino.' Maksudnya apa coba dia bilang gitu, memangnya gue baka
Dua hari setelah berada di rumah sakit, Juleha akhirnya diperbolehkan pulang. Sekarang dia sudah berada di rumah, tepatnya di kamar kami. Juleha gue suruh banyak istirahat, mengingat dirinya yang hampir keguguran. Meski gue nggak ada rasa apapun sama dia, tapi bagaimanapun, itu tetap anak gue. Jadi gue nggak bisa lepas tanggung jawab begitu saja.Reaksi Mama saat tahu menantu kesayangannya hamil … heh! jangan ditanya lagi, hebohnya seantro kampung. Apalagi tadi saat Juleha mau pulang dari rumah sakit, tiap ada orang lewat pasti dikasih tahu."Vino mau punya anak lho, Dok.""Vino mau punya anak lho, Sus.""Saya mau punya cucu, Pak."“Menantu saya hamil, Bu.”Pokoknya seluruh penghuni rumah sakit yang bersimpangan sama Mama pasti diberi tahu. Gue sama Juleha yang ngintil di belakang cuma cengar-cengir nggak jelas lihat kelakuan Mama, sambil mengangguk minta maaf dengan suara pelan sama orang yang Mama ajakin bicara,
"Jadi gini, Kak, saya di sini ingin meminta izin untuk menikahi Juleha." What the … pemuda ini waras nggak sih, sebenarnya? Dia nggak tahu lagi minta izin ke siapa. Nekat banget. "Atas dasar apa kamu mau menikahi Juleha?" Gue nggak mau nunjukin dulu kalau gue suaminya. Pingin tau aja, apa motif tersembunyi yang dia inginkan. Kalau biasanya ya, kisah seperti ini dialami seseorang perempuan karena suaminya poligami atau nikah lagi, kayak film di ikan terbang itu lho, yang tiap harinya nampilin film istri yang tersakiti. Tapi kalau ceritanya begini, yang ada gue dong suami yang tersakiti. Ckckck, demi apapun, gue nggak rela Juleha nikah lagi, emangnya ini cerita poliandri apa. "Saya ingin bertanggung jawab atas kehamilan Juleha." Teh yang lagi gue seruput aja hampir muncrat keluar dari mulut. Coba aja kalau itu beneran terjadi, muka dia beneran bisa basah terkena semburan gue. Apa perlu kepalanya gue jedotin ke pantat panci. Dia n
Udah hampir seminggu Juleha bed rest di rumah. Dia emang gue larang kuliah dulu, pokoknya kalau belum sehat beneran belum gue bolehin ke mana-mana. Padahal dia sebenarnya udah lebih dari sehat, orang kemarin waktu salah ngasih susu pelangsing aja dia sehat-sehat aja kok.Gue emang nggak sempet baca waktu beli tuh susu, lihat kemasannya cewek seksi, ya udah gue beli aja. Namanya juga nggak pernah belanja susu hamil, ditambah lagi waktu itu terburu-buru, ya udah … lihat yang bening gue ambil aja. Sebenarnya ada sih susu ibu hamil yang nampilin perut gede, tapi Juleha 'kan, perutnya belum keliatan segede itu, ntar anak gue kalau melembung gimana.Oh iya, tentang reaksi Mama pas tahu gue salah ngasih susu ke menantunya, hampir aja gue disiram sama air bekas cucian piring. Marah besar pokoknya.Bagaimana beliau bisa tahu?Mudah sih, gue seperti biasa buatin Juleha susu, dengan wajah seneng nampilin senyum bangga biar dipuji Ma