"Sedang apa kau di sini, Rava?" tanya Eritha panik melihat wajah Rava yang terlihat dingin."Ini pulauku terserah mau ke mana kedua kakiku melangkah," balas Rava lalu menyerobot Eritha begitu saja.Eritha memandangi tubuh Rava sudah hilang balik pintu pagar besi itu kemudian dia juga masuk ke dalam.Angin malam semakin kencang apalagi hujan tetap turun membuat isi pulau berkabut."Oh dingin sekali," ucap Rava sambil memeluk tubuhnya.Rava membersihkan tubuhnya menggunakan air hangat tanpa dia sadari Eritha sudah menyelinap masuk ke dalam kamar."Malam ini kau harus kubuat takluk Rava," batinnya sambil menyapu seluruh ruangan terlihat rapi dan wangi.Suara percikan air dari kamar mandi sampai terdengar di luar, Eritha mendekat lalu menempelkan telinganya ke daun pintu."Rava sudah selesai mandi," ucapnya cepat lalu bersembunyi balik lemari.Tubuh Rava yang terlihat kekar, bersih membuat Eritha sampai telan ludah tidak kuat melihat pemandangan indah itu terpampang di hadapannya."Aku me
Kelakuan Eritha sendirian di kolam menarik perhatian sosok pria kebetulan datang ke rumahnya. Senyuman pria itu sangat lebar terburu-buru menghampiri wanita cantik tersebut."Hai!" sapanya."Kau?!" Eritha terkejut langsung merapikan pakaiannya."Stop! Kamu tidak perlu berdiri tetap seperti yang tadi karena aku sangat menyukai Eritha," ucapnya genit."Diam kau Sakti! Pria macam apa kau ini?!" sentak Eritha.Sakti menarik Eritha membawanya masuk ke dalam pelukan hingga suara pria mengangetkan mereka berdua."Eritha!" panggilnya."Rava?! Minggir kau Sakti!" Eritha mendorong Sakti kasar karena ada Rava di kediamannya."Eritha keterlaluan kau," dengus Sakti."Aku senang kau datang menemuiku Rava." Eritha tidak tahu malunya memeluk Rava dalam keadaan berpakaian kurang bahan.Tatapan Rava tajam melihat Sakti masih ada di sana jelas-jelas kedatangannya ada sesuatu yang harus dibahas dengan Eritha."Aku mau bicara denganmu." Rava melepaskan pelukan Eritha lalu menuju taman tidak jauh dari kola
Fantasi Rava semakin liar kali ini dia menuntut lebih kepada Carla agar mereka berdua secepatnya menyatu."Rava, teruskan!" desis Carla."Bisa kita lakukan lebih?" pinta Rava."Ya," angguk Carla.Senang hati Rava membawa Carla masuk ke dalam pelukannya hingga wanita itu terkejut merasakan nafas pria dewasa itu."Apa yang kau lakukan, Rava?!" pekik Carla."Aku sangat menginginkanmu Carla," bisik Rava."Sadar Rava! Kau kenapa?" Carla mendorong tubuh Rava kuat karena pria krh nyaris menciumnya.Rava terkejut heran apa yang baru saja terjadi kepada dirinya sementara Carla lari ke luar ketakutan."Apa yang kulakukan barusan?" batin Rava gusar.Apapun yang terjadi barusan tidak bisa diingatnya karena semua itu sangat cepat berlalu. Tidak mau dibayangkan Rava berani membuka kamera pengawas yang diam-diam disembunyikan dalam kamar.Tenggorokannya tercekat tubuh yang dia bayangkan terpampang jelas di hadapannya. Kedua bola matanya melihat kelakuannya kepada Carla hingga dirinya merasa bersalah
Rava spontan menangkap Carla Amaris namun tangkapannya meleset karena mereka berdua saling tindih. Sentuhan yang tidak sepantasnya mereka perlihatkan kepada Ozora membuat anak kecil itu menutup mata."Ozora tidak melihat ayah dan ibu," kekehnya."Minggir kau Rava! Beraninya menyentuh bibirku?!" sentak Carla."Jatuh siapa? Menindih siapa?" tanya balik Rava karena posisinya saat ini ada dibawah.Wajah Carla bagaikan kepiting habis kena rebus, sudah tidak tahu bagaimana lagi dirinya menahan malu berkali-kali lipat karena kecerobohannya.Ozora sudah lama tidak ada di sana karena perintah Rava agar masalah ini dapat diselesaikan mereka berdua dengan baik."Maaf, aku tidak sengaja melakukannya," ujar Carla sambil memperbaiki pakaiannya."Tidak masalah, kau mau bantu aku?" alih Rava."Apa itu?" Rava tersenyum ternyata Carla sudah melupakan penyatuan singkat tadi."Pekerjaanku tertunda karena ini!" tunjuk Rava."Oh My God?! Maaf aku tidak sengaja melakukannya Rava, tadinya aku hanya ingin men
Grub Walt tiba-tiba muncul ke permukaan sahamnya sedikit lagi melebihi perusahaan Rava. Berita itu cepat menyebar hingga sampai ke telinga Carla Amaris. Naiknya saham perusahaan miliknya dahulu membuatnya geram karena Julia Kefira yang menikmati hasilnya."Wanita itu menyebalkan," dengus Carla tidak sadar kue adonannya sudah tidak cantik lagi."Kau sedang memikirkan apa sampai tidak sadar aku sudah dibelakangmu?" bisik Rava."Rava?!" pekik Carla.Rava tertawa kecil melihat wajah Carla yang merah apalagi wajahnya tanpa riasan kena tepung."Kalau mengerjakan sesuatu fokus, wajahmu bahkan sudah kena bedak alami," goda Rava.Carla melihat wajahnya balik cermin banyak sekali tepung menempel tiba-tiba Rava berada di belakangnya."Apa?" tanya Carla gugup."Sini aku bantu bersihkan." Carla hendak menolak tapi dengan cepat Rava mengusap wajah yang penuh tepung itu.Carla tertegun jantungnya berdebar kencang merasakan setiap usapan tangan Rava membuat kulitnya merinding."Ayah, ibu lapar," ren
Rava menyambut kedatangan Carla lalu membawanya masuk ke dalam bersama Ozora. "Masuklah! Kalian sudah makan siang?" tanya Rava ramah."Sudah," jawab Carla singkat."Ozora belum ayah." Carla terbelalak padahal mereka berdua datang ke sini habis makan duluan."Dia bohong, kami sudah makan siang. Kamu sudah makan atau belum?" tanya Carla gugup."Belum," balas Rava senang karena Carla mulai menunjukkan perhatian kepadanya."Ayah makan," rengek Ozora.Rava langsung menggendong Ozora membawa ke bangku panjang yang ada di sudut ruangan."Mau makan apa? Ayah akan berikan kepadamu sepuasnya?" tanya Rava lembut."Mie keriting ayah." Rava spontan tertawa terbahak-bahak begitu juga dengan Carla namun ditahannya."Mana ada mie keriting sayang," ucap Rava."Ibu masak itu kemarin?" Rava melihat Carla sebentar, ia terlihat gugup."Kamu beri dia makan apa sampai ada mie keriting?" tanya Rava sambil menahan tawa."Spaghetti carbonara yang dia maksud," ucap Carla."Baiklah, kita makan spaghetti carbona
Carla menunduk tapi Rava tidak tinggal diam terus mendesak agar wanita di hadapannya ini mau cerita kepadanya."Katakan yang sejujurnya, apa ada masalah tadi?" tanya Rava."Tidak ada Rava," ucap Carla tetap kekeh tidak mau memberitahukan."Kau yakin?" Carla mengangguk tidak mungkin cerita di bawah sana ada Victor.Rava mengubungi seseorang untuk mencari tahu yang terjadi di taman kantor bagaimanapun juga ini menyangkut keluarga."Cari tahu sedetail mungkin jangan sampai ada yang terlewatkan!" perintah Rava."Baik tuan," balas sekretaris Rava.Rava kembali masuk sudah melihat Ozora bangun dari tidurnya, wajahnya terlihat imut dan menggemaskan."Akhirnya putri ayah sudah bangun." Ozora manja minta gendong.Wajah bantal itu sama sekali tidak ada senyuman atau respon semenjak dari taman kantor."Ozora mau pulang," rengeknya."Ya, kita pulang sekarang," balas Rava sambil melirik Carla diam.Mereka bertiga satu mobil Ozora terus menempel kepada Rava hingga membuat pria dewasa itu heran.Mob
"Rava?" panggil Carla."Ada apa." Rava menoleh ke belakang sambil mengenakan dasi."Aku minta maaf," lirihnya pelan."Soal apa?" tanya Rava lalu berbalik.Carla menunduk tidak berani menatap wajah Rava karena rasa bersalah kepada anak dan bapak ini cukup serius."Semuanya." Rava kembali menatap wajah Carla yang terlihat sendu."Boleh aku bertanya sesuatu kepadamu?* Carla mengangguk cepat karena sudah sakit kepala memikirkan satu malam masalah kemarin itu."Apa itu?" Rava meraih kedua tangan Carla, perlahan diusap."Aku hanya minta kepadamu jadi ibu Ozora, dia sangat menyukaimu bahkan dirinya sudah melupakan ibu kandungnya karena kehadiranmu." Carla tertegun jantungnya berdebar kencang bayangkan Ozora selamanya tidak menyukainya lagi."Ayah, boleh Ozora masuk!" panggil Ozora."Ozora?!" pekik Carla.Rava membuka pintu senyumannya lebar menyambut putri kecilnya itu yang sudah terlihat baik."Selamat pagi princess?" ucap Rava."Pagi ayah," balas ya girang namun kedua bola matanya tertuju