"Bagaimana bisa Bi Ratna tau masalah ini? Sementara Aku istrimu nggak tau apapun, Mas?" Firda merasa tak dihargai oleh suaminya. "Kamu anggap apa aku ini,Mas? Oh iya. Aku lupa. Sejak dulu Aku ini hanya sebagai pelengkap saja dalam hidup Mas. Dari dulu Aku memang nggak berarti apa-apa buat Mas." Firda menangis sesenggukan di samping Boy. Tak lama terdengar suara ketukan pimtu kamar. "Permisi Pak, Bu. Bapak sudah ditunggu di depan. Mobil.sudah siap." Suara salah satu asisten rumah tangganya setengah berteriak dari luar. "Firda, Justru Aku tidak bilang sama kamu karena untuk menjaga perasaanmu. Saat itu Bumi masih belum genap setahun. Kamu masih menyusuinya. Aku tidak mau ada sesuatu terjadi pada rumah tangga kita. Sudahlah. Aku ada rapat pagi ini. I Love you. " Boy Azka mencium kening dan bibir Firda sebelum ia beranjak keluar dan pergi ke kantor. Firda ternganga. Jawaban Boy Azka sangat masuk akal. Bahkan sempat membuat hatinya menghangat. "Apa memang Aku yang terlalu menuntut pa
"ibu ini bukannya ... yang waktu itu datang bersama Ayah?" Netra Syafa melebar. Ingatannya kembali pada saat pertama kali ia bertemu dengan ayah kandungnya. Yaitu saat hari pernikahannya. "Iy-iyyaa,Non. Masuklah, Non!" Syafa naik ke dalam mobil dan duduk di samping Ratna. "Non Syafa sudah sembuh? Tidak pakai kursi roda lagi?" Syafa tersenyum. "Sudah enggak, Bu," jawab Syafa seraya menggeleng. Firda duduk di depan, samping Pak Supir. "Ke TPU Tanah kusir, Pak!" "Baik, Bu." Supir itu mengangguk mendengar perintah Firda. "Tante ..., maaf. Kita mau kemana?" Syafa bingung mendengar tempat tujuan yang disebutkan Firda. Daerah yang masih cukup asing baginya. "Nanti Kamu akan tau sendiri. Oh ya, Kamu sudah makan?" Lagi-lagi hati Syafa berdesir mendengar perhatian Firda. Cara bicara Firda yang lembut membuat hati Syafa seakan melompat-lompat kegirangan. "S-sudah, Tante." Mereka saling menatap lewat spion dalam mobil. Ingin rasanya Syafa menjerit histeris melihat senyum indah Firda
"Gaunnya indah sekali ...," gumam Syafa. Satu tangannya mulai menyentuh gaun berwarna hitam dengan model kerah sanghai itu. Terdapat rample pemanis pada lengan dan di bagian atas perut. "Kamu suka?" Tiba-tiba terdengar suara bariton yang tak asimg mengejutkan Syafa. Gadis itu menoleh lantas matanya membelalak. "Kak.Paul? Kak Paul sudah pulang?" Syafa nyaris terpekik melihat suaminya sudah mandi dan memakai celana pendek. Rambutnya masih nampak basah. "Iya, Aku memang nggak ke Bandung." Syafa melotot mendengar pengakuan Paul. "Lalu kak Paul kemana aja sejak pagi?" Syafa sewot karena tadi pagi ia melihat Paul sudah sangat rapi dengan pakaian formil saat mengantarnya ke kampus. Pauk terkekeh. Gemas melihat bibir Syafa yang maju karena cemberut. Pipinya yang chuby tampak semakin bulat di antara hidungnya yang tinggi menjulang. "Tadi aku menemui Event Organizer yang akan bekerja sama dengan kita. Rencananya Aku ingin buat pesta kecil-kecilan untuk keluarga kita." Wajah Syafa seketi
" Apa Mas betah tinggal di apartemen kecil begini? Nggak kasian sama Aina dan bayinya nanti?" Anita menyamai langkah suaminya menuju kamar Aina. "Apa maksudmu?" Langkah Indra terhenti mendengar pertanyaan Anita yang dia pikir agak aneh. "Rumah kita besar, Mas. Kamu bisa ajak Aina tinggal bersama kita di sana." Indra menatap wajah Anita lekat. Sungguh ia tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Bukankah belum lama ini Anta memintanya untuk menceraikan Aina? Apa yang membuat wanita itu menjadi berubah 180 derajat? Anita tersenyum. Ia tau Indra sedang merasa kagum padanya. "Ooom ... ! Om lagi ngomong sama siapa, sih?" Terdengar teriakan Aina dari kamar. Keduanya menoleh dan bergegas melangkah masuk ke dalam kamar bernuansa coklat muda itu. "Aina, kita kedatangan tamu." Indra lebih dulu masuk dan mendekat pada istri keduanya yang manja itu. Sementara Anita masih berdiri di dekat pintu, mengumpulkan kekuatan agar ia sanggup melihat kemesraan suaminya dengan wanita lain. "Sia
"Maasss, Aku mau bangun ..." Firda kesulitan melepaskan tangan kekar suaminya yang melingkar di perutnya sejak beberapa jam yang lalu. Setelah salat subuh tadi, Boy Azka meminta Firda menemaninya kembali tidur. Tubuhnya yang lelah menuntut istirahat yang banyak di akhir pekan. "Hummm, mau kemana? Ini masih pagi." Boy Azka bertanya tanpa bergerak sedikit pun. "A-aku mau ke salon. Jadwal perawatan hari ini." "Kenapa hari libur? Bukankah Kamu biasa ke salon di hari kerja? Setiap hari libur , Kamu itu hanya milik Aku." Pria gagah itu justru semakin mempererat pelukannya pada Firda. Wanita itu gelisah. Justru ia mengambil jadwal ke salon hari libur agar bisa berbarengan dengan Syafa.. Sesaat ia berpikir mencari cara bagaimana agar ia bisa bangkit dari ranjang berukuran besar itu."Tapi therapist langgananku hanya bisa hari ini, Maaas. Aku usahakan nggak lama. Bukannya Mas juga yang senang kalau Aku cantik?" Firda mencoba merayu suaminya. Boy Azka yang sejak tadi masih memejamkan mata
"Apa Syafa mau perawatan di salon itu juga?" Boy Azka melambatkan mobilnya. Namun salah satu anak buahnya justru menghampiri. Akhirnya Boy Azka menepikan mobil saat anak buahnya itu mengetuk kaca mobil. "Apa ada masalah, Pak?" tanya salah satu anak buah Boy dengan cemas, setelah pria gagah paruh baya itu membuka kaca mobil. Boy terpaksa menghentikan mobilnya. Namun ia tak mungkin turun di tempat umum. "Tolong awasi saja Ibu dari kejauhan. Kalau ada apa-apa, tolong kabari Saya!". "Baik, Pak." Beberapa detik kemudian Boy kembali melajukan mobil menuju rumahnya. Dalam hatinya ia berharap agar Syafa dan Firda tidak bertemu. Ia khawatir kedua wanitanya itu tidak akan nyaman berada di tempat yang sama, mengingat hubungan keduanya belum harmonis, menurutnya. Syafa turun di lobby utama salon setelah mencium tangan suaminya. Paul turun dan langsung kembali duduk di kursi kemudi menggantikan Syafa. "Nanti Aku jemput jam berapa?" tanya Paul lewat kaca jendela, sambil memasang sabuk penga
"Kamu nggak menginginkan ini, Mas? Bukannya Aina sedang bedrest? Jadi, Kamu bisa melakukannya bersamaku." Anita memainkan jemarinya pada bagian-bagian tubuh Indra, hingga ke bagian sensitifnya. Anita sangat hapal bagian-bagian mana yang membuat Indra tak berdaya menolaknya. Namun lagi-lagi wanita itu kesal karena Indra sama sekali tidak merespon. Bahkan Indra membuang muka ketika Anita ingin menciumnya. "Maaf. Aku belum bisa." Dengan berat hati Indra akhirnya menolak. Bayangan Anita bersama pria lain selalu membayanginya. Entah sampai kapan tak bisa memberi nafkah batin pada istrinya itu. Namun ia pun tak sampai hati menceraikan istri pertamanya itu. "Pakai lagi bajumu!" Indra menepis tangan Anita, lalu bangkit dan menjauh. Anita tersentak. Dadanya bergemuruh. Seketika air mata lolos begitu saja dari kedua netranya. Rasa sesak yang menghimpit membuatnya sulit untuk bicara. Perlahan ia bangkit, meraih dan memakai kembali blouse model pas body dan celana selutut yang baru saja kema
" Bagaimana istriku? Apa ada masalah di salon?" Saat tiba di rumah, Boy langsung memghubungi anak buahnya. "Aman, Bos. Tidak terjadi apa-apa. Situasi tenang, tidak ada yang berubah." "Baiklah. Kalian boleh pergi dari sana." Boy Azka menutup panggilan ponselnya. Namun ia tetap merasa cemas. Sebenarnya, ia ingin sekali jika Firda bisa dekat dengan Syafa. Bukankah Firda pernah mendambakan seorang anak perempuan? Sementara itu di tempat lain, Setelah melakukan perawatan tubuh dan wajah yang memakan waktu berjam-jam, Firda dan Syafa memutuskan untuk melanjutkan aktivitas mereka dengan berbelanja bareng di mall. Sebelumnya mereka makan di restoran yang berada di samping salon. "Bun, kalau hari sabtu begini, Bumi dan Kak Lintang kemana?" tanya Syafa saat mereka sedang makan siang. "Yang pasti dua-duanya nggak ada di rumah. Bahkan sampai malam." Firda dengan senang menjawab semua pertanyaan Syafa yang tak henti-hentinya bicara. "Terus, Bunda sama siapa? Sama Ayah?" Wanita paruh baya i
Hai, Pembacaku. Terimakasih sudah membaca Istri Dekilku Anak Sultan hingga tamat.Mau tau kisah Maira selanjutnya? Langsung aja baca cerita baru aku yang berjudul :Istri yang Tak Kau Percaya Ternyata Kaya Raya"Dengan wajah sok polosmu itu kamu berbohong kalau kamu masih suci! Padahal saat menikah denganku, kamu sudah tidak perawan!”Kehidupan rumah tangga Analea terasa dingin karena Hamid, suaminya, salah paham dan menuduh Analea tidak suci lagi, karena Analea tidak "berdarah" di malam pertama mereka. Ditambah lagi asal usul Analea dianggap tidak jelas dan kurang bermartabat karena merupakan anak angkat dari mantan wanita malam.Hingga akhirnya Analea menemukan suaminya tidur bersama wanita lain."Aku ingin bercerai!" Tak lagi bisa percaya pada Hamid, Analea menggugat. "Kalau tidak, aku akan sebarkan berita ini di kantormu.""Memangnya orang akan percaya padamu? Semua juga tahu dari mana asalmu! Mereka pasti lebih percaya padaku." Si suami peselingkuh enggan melepaskan Analea yang
Setahun kemudian. "Ayo turun, Sayang! Kita sudah sampai." Paul membantu Syafa keluar dari mobil. Wanita itu kesulitan keluar karena perutnya yang sudah sangar besar. "Jangan lahir dulu, Nak. Biarkan Ibumu ini merasakan seperti apa wisuda itu." lirih Syafa seraya mengelus perutnya dengan lembut. Paul membimbing istrinya turun dari mobil dengan sangat hati-hati. Penampilan Syafa kini berbeda. Morine merancang kebaya panjang hingga semata kaki yang sangat pas untuk Syafa yang sedang hamil tua. Paul menggandeng Syafa menuju sebuah gedung pertemuan yang cukup berkelas di kota Jakarta. "Pelan-pelan jalannya. Jangan terlalu gagah!" bisik Paul yang terlihat tampan dengan stelan jas hitamnya. Pria bule itu melangkah dengan bangga mendampingi sang istri yang baru saja meraih gelar sarjananya. Beberapa bulan belakangan ini Syafa berjuang dalam keadaan perut besar demi menyelesaikan kuliahnya sebelum bayinya lahir. Dua target dalam hidupnya yang mampu ia capai dalam waktu bersamaan. Yaitu me
Berita tentang Syafa ada hubungan dengan pejabat bernama Boy Azka yang dihubungkan dengan artis lawas bernama Kirana memang sempat memanas di masyarakat dan media sosial. Namun hal itu perlahan hilang dari media. Tentu saja ini adalah hasil kerja beberapa anak buah Boy Azka. Ternyata dalam hal ini, dengan uang segalanya akan menjadi mudah. Tak ada lagi media yang mengekspos berita tersebut. Sejak kejadin itu Boy Azka mulai hati-hati. Ia tak lagi berani bertemu Syafa di tempat umum, walaupun secara sembunyi-sembunyi. Sebagai gantinya, setiap sebulan sekali Syafa akan menginap di rumah Boy Azka bersama Paul. Hubungan keluarga mereka sudah sangat harmonis. Lintang yang tadinya memperlihatkan rasa tidak sukanya pada Syafa, justru kini sangat perhatian pada adik tirinya itu. Bahkan kadang membuat Paul cemburu karena Syafa begitu dekat dengan kedua kakak lelakinya. "Kak, hari ini acara syukuran Bapak dan Ibu pulang dari Haji. Kita ke sana, yuk!" Syafa bergelayut manja pada suaminya yang
"Dia tampan sekali seperti Kamu, Mas." Anita memandang takjub pada bayi laki-laki yang menggeliat di dalam box bayi milik rumah sakit itu. "Ya, dia yang akan menggantikan kita nanti di perusahaan. Dia akan menjadi pebisnis handal," lirih Indra tanpa senyum. Perasaan pria itu masih belum tenang karena ibu dari sang bayi tersebut masih belum.sadar. "Semoga ibumu segera bangun, Nak!" parau suara Indra menahan sedih. Dokter bilang Aina kelihangan banyak darah ketika melahirkan tadi. Saat ini istri mudanya itu sedang ditangani oleh dokter ahli. "Sabar, Mas. Kita doakan saja semoga Aina segera sadar." Anita membelai pelan punggung suaminya. Dadanya sesak melihat Indra memandang bayinya dengan tatapan sedih. "Anita, jika terjadi sesuatu pada Aina, apakah Kamu mau merawat anak ini?" "Astaghfirullah, Mas. Ayo optimis, dong, Mas! Aina pasti akan sembuh. Aku pasti akan membantu Aina merawat dan menyayangi bayi ini sepenuh hati." Anita memandang gemas bayi merah yang berwajah tampan itu. M
"Om Indraaa ...! Aduh, sakit, Om ...! Om Indraaa ...!" Aina berteriak sambil memegang perutnya yang sudah semakin besar. Ia terduduk lemas di ranjang kamarnya. Suaranya terdengar hingga keluar karena pintu kamar yang sengaja ia buka sejak tadi. Indra yang sedang berada di ruang kerjanya bersama Anita tergopoh-gopoh menghampiri istri mudanya. Anita pun mengikuti dari belakang dengan panik. "Kenapa Aina? Apa Kamu mau melahirkan?" cecar Indra bingung. Pria paruh baya itu berjalan mondar mandir di depan Aina, entah apa yang harus ia lakukan melihat wajah pucat Aina. Keringat dingin membasahi wajah istrinya itu. "Aduh, Om. Sakit sekalii. Aku nggak tahan ...!"Aina terus merintih. Tubuhnya bergetar hebat menahan sakit. "Maas, cepetan siapin mobil! Kita bawa Aina ke rumah sakit, segera!" teriak Anita yang juga sibuk kesana-kemari di kamar Aina seperti sedang mencari sesuatu "Mbaaak, Mbaaak, ini ART pada kemana, sih?" Anita masih berteriak memanggil para ARTnya. "Ya, Bu. Ada apa?" seora
"Tolong cepat, Pak!" Rein menepuk pelan bahu sang supir yang melajukan mobil ke Bandar Udara International Kuala Lumpur. Supir itu mengangguk. Berkali-kali Rein menoleh pada jam tangannya. Ia tak ingin terlambat ikut penerbangan pagi itu. Semalam, setelah menerima panggilan dari Yuda, Rein merenung. Awalnya ia berpikir Yuda tidak serius. Bagaimana mungkin Maira bisa hamil, sementara ia sudah divonis oleh dokter akan sulit untuk memiliki keturunan? Lalu ia ingat kata-kata Maira yang mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Sulit untuk punya keturunan, bukan berarti tidak bisa. Sempat terlintas di benaknya hal negatif tentang Maira. Jangan-jangan itu bukan anaknya? Namun dugaan itu segera ia tepis, karena ia sangat percaya Maira adalah seorang istri yang setia. Pria dengan jambang lebat itu ingin membuktikan sendiri ucapan Yuda semalam. Apa ini hanya akal-akalan sahabatnya saja agar dia kembali ke indonesia? Akhirnya malam itu juga Rein yang belum tidur sejak kemarin,
Maira wanita yang kuat. Walau hatinya menangis. Ia tetap terlihat tegar di depan semua orang. Rein memang pergi dari kehidupannya. Namun pria itu tetap selalu ada di hatinya. Meninggalkan buah cinta mereka yang kini ada di dalam perut Maira. "Bu Shinta, Pak Yudatara dan istrinya ingin mengundang Ibu makan siang di rumahnya." "Yuda? Hmmm ... apa mungkin ada kabar tentang Rein?" gumam Maira yang baru saja selesai rapat dengan para relasi bisnisnya. "Baiklah. Katakan pada Yuda Aku mau. Kamu jadwalkan saja secepatnya!" ujar Maira sebelum meninggalkan ruang meeting. "Maira, bagaimana dengan pertemuan di Samarinda dua hari lagi? Apa Kamu bisa ke sana?" Raka menghampiri Maira ke ruangannya. Sejak Pratama memaksa Maira untuk membiarkan Raka membantunya, wanita itu tak lagi membantah. Apalagi Laura juga mendukung. Ia bersyukur Raka sudah banyak berubah. Mantan suaminya itu kini lebih paham akan batas-batas yang wajar diantara mereka. "Nanti Aku pikirkan, Mas," sahutnya bingung. Biasanya Re
"Aku nggak mau sendirian di rumah!" Aina cemberut saat duduk di ruang makan, sejak melihat Indra sudah bersiap hendak ke kantor. "Astaga Aina. Tolong jangan mulai lagi! Banyak rapat penting yang harus Aku hadiri. Apalagi sejak Rein keluar negeri. Aku agak kewalahan." Indra kembali membujuk Aina. "Nggak apa-apa kalau Mas mau temani Aina di rumah. Biar Aku yang handle kerjaan di kantor." Anita muncul dengan pakaian yang sudah rapi. Indra memandang istri pertamanya yang tampak banyak berubah. Sejak Aina tinggal satu atap dengan Anita lima bulan yang lalu, Anita perlahan berubah. Wanita paruh baya itu kini tak pernah lagi berpakaian seksi jika keluar rumah. Ia lebih banyak di rumah saat libur. Wanita itu pun lebih sabar menghadapi Aina yang semakin manja di saat kehamilannya yang sudah masuk sembilan bulan. "Tidak. Aku harus ke kantor hari ini. Banyak janji dengan relasiku." "Kalau tiba-tiba Aku mau melahirkan gimana, Om?" tanya Aina lagi dengan nada manja. Anita dan Indra saling me
" Terima kasih, Syafa. Pemotretan cukup sampai di sini. Luar biasa, kamu benar-benar luar biasa!" Morine tak henti-hentinya memuji Syafa yang sangat berbakat. "Sama-sama Om. Ini berkat bimbingan Om Morine juga." Morine dan para kru di studio itu kagum pada Syafa yang selalu rendah hati, walaupun kariernya sudah berkembang cukup pesat. Dalam jangka waktu tiga bulan, Syafa sudah mendapat tawaran job di mana-mana. Rekanan Morine yang bergerak di bidang fashion terus meminta Syafa untuk menjadi model produk mereka. "Aku pulang ya, Om. Kak Paul sudah nunggu sejak tadi" Syafa pamit pada Morine. "Baiklah Syafa, sampai rumah langsung istirahat! Ingat, lusa ada acara penting. Akan hadir banyak pejabat dan istrinya dalam pameran fashion itu. Kamu adalah bintangnya. Kamu harus tampil prima dan memukau. Karier kamu baru akan dimulai." Morine yang diminta sekaligus sebagai manager Syafa oleh Boy Azka, tak henti-hentinya mendisiplinkan gadis cantik itu. "Iya, Om. Siap!" Walau kadang merasa b