"Ayo, bun. Kita ke sana!" .. "Lintang, Apa maksudnya ini semua? Kamu bilang mau ketemu teman kamu. Kok, malah adaaa ..." Firda kembali menoleh pada Boy Azka dan bumi. Mereka belum menyadari kedatangan Firda dan Lintang. Lintang tak menjawab. Tangannya terus membawa Sang Bunda mendekat pada Ayah dan adiknya. "Ayah ..." "Loh, Firda? Lintang? Kalian ...?" Boy Azka menoleh dan memandang bingung pada istri dan anak sulungnya secara bergantian. Firda mendengkus kesal. "Benar dugaanku. Lintang dan Bumi sedang merencanakan sesuatu. Mas Boy pasti berpikir Aku yang ingin ketemu sama dia. Bisa-bisa besar kepala dia nanti!" bathin Firda. Tatapannya menghujam pada netra kedua anaknya. "Maaf,.Mas. Aku nggak tau kalau Lintang akan membawaku kesini. Ini sepertinya salah paham. Lebih baik Aku pergi saja!" Firda bicara dengan nada dingin. Kemudian memutar tubuhnya hendak kembali keluar dari restoran itu. Namun belum juga wanita cantik itu mulai melangkah pergelangan tangannya sudah dicekal o
"Kamu cantik dan wangi sekali ...," bisik Boy Azka. Ia meraih jemari Firda dan melangkah di samping istrinya itu. Firda masih belum mau bicara banyak. Ia diam saja saat Boy mulai mendekatkan wajahnya. Mereka melangkah menuju pintu keluar. Firda tak mungkin lagi mengelak, karena ada beberapa pelayan restoran yang menunggu di dekat pintu keluar. Firda kembali menoleh ke kanan dan kiri hingga pandangannya mengelilingi seisi restoran. Memang tidak ada satupun pengunjung di sana. "Apakah Lintang dan Bumi memang sudah membooking satu restoran ini ?" pikirnya dalam hati. "Terimakasih Pak, Bu. Semoga lain kali bisa kembali ke restoran ini!" Seorang pria paruh baya berpakaian rapi dan formal, mengantarkan sepasang suami istri itu hingga ke mobilnya. Boy mengangguk tegas dengan senyuman. "Silakan, Pak, Bu!" Supir pribadi Boy Azka membukakan pintu mobil mewah yang sudah menunggu sejak tadi, lalu mempersilakan kedua majikannya untuk masuk sebelum ia kembali menutup pintu. "Ke Apartemen Sa
"Gue tadi ketemu anak selingkuhannya Ayah." "Haah? Serius Lo? Dimana?" Air dalam genggaman tangan Bumi nyaris tumpah karena terkejut mendengar perkataan Lintang. Sore menjelang malam, mereka hanya berdua saja di rumah. Boy Azka sudah mengabari kedua putranya itu bahwa akan menginap di apartemen bersama Firda hingga dua malam. "Gue ketemu saat jemput Bunda di salon tadi." Lintang menjatuhkan tubuh dan menyandarkan punggungnya pada sofa. "Tuh cewek ke salon itu juga?" tanya Bumi penasaran setelah meneguk habis air es di dalam gelasnya. "Bukan, dia keluar dari restoran yang di sebelah salon." "Oh. Yang penting dia nggak ketemu Bunda, kan? Menurutlo Bunda kenal nggak sama tuh cerek?" "Sebentar. Tadi itu Gue jemput Bunda bukan di salon. Tapi di restoran itu. Astaga! Kenapa Gue baru sadar? Berarti bunda juga ada di restoran yang sama dengan Syafa." Lintang menepuk keningnya. "Apa mungkin tadi mereka ketemu?" Bumi mengerutkan keningnya. Ia sedang menduga-duga. "Entahlah." "Gue pen
"Siapa Bii?" Suara teriakan dari dalam semakin mendekat. "Nggak tau ini, Non." sahut si Bibik seraya memandang pria tampan di depan rumah itu dengan tatapan bingung. "Loh, Kak Lintang?" Netra Syafa membelalak melihat pria muda yang belakangan ia ketahui sebagai saudara tirinya.. Syafa keluar rumah dengan memakai kaos polos berwarna putih dan celana jeans biru tua. Rambut hitam dan panjang miliknya diikat satu bak ekor kuda. Riasan wajah yang natural semakin mempertegas usianya yang masih sangat muda. "Eh, Kamu? Kamu tinggal di sini?" Lintang yang semula terkejut berusaha untuk bersikap biasa saja. Ia berusaha untuk bicara dengan nada terkesan acuh dan sinis. Ia tak mau Syafa mengira ia mau menerima Syafa sebagai saudara tirinya. "Ia, Kak. Ini rumah Aku. Ayo masuk Kak!" Wajah Syafa berbinar. Bagaimanapun juga ia sangat ingin dekat dengan kakak tirinya itu. Karena sejak kecil ia tidak merasakan memiliki seorang kakak. "Ah, tidak usah. Maaf Aku sepertinya tersesat."Pria bertubuh
"Haaah? Kakak? Berarti kita ..." Syafa sontak berdiri menatap Bumi dan Lintang secara bergantian. "Kenapa? Kita saudara? Gitu maksud Kamu, ha? Pengen banget ya Kamu jadi saudara kita? Asal kamu tau ya, Aku nggak sudi kita jadi saudara. Apalagi saudara tiri." Syafa terhenyak mendengar ucapan Lintang. Ia tak menyangka Lintang yang dulu begitu baik dan hangat, mengatakan hal yang sangat menyakitkan. "Lintang, gila Lo. Tega, Lo!" Bumi sontak menoleh dan mengumpat pada kakaknya. Ia tak tega melihat wajah Syafa yang memerah menahan tangis. "Udah yuk, cabut!" Lintang melangkah pergi tanpa pamit, setelah sempat melirik wajah Syafa yang terlihat terkejut dan sedih. "Ya Tuhan. Kenapa mulut Gue jahat banget?" Lintang menyesal dalam hati. Sesungguhnya ia pun tidak tega melihat tubuh Syafa yang gemetar menahan tangis setelah mendengar ucapannya. "Syafa, Jangan dengerin si Lintang. Dia nggak beneran ngomong begitu. Gue tau Dia. Sebenarnya Dia baik. Mungkin cuma perlu waktu aja. Maklum, Lint
"Apa? mobil baru? Buat Aku?" Syafa bergegas melangkah keluar diikuti Paul. "Ayo.cepat, Kak!" Syafa tak sabar ingin segera keluar dan memastikan kebenaran yang dikatakan oleh ART nya. "Permisi. Dengan Mbak Syafa?" Seorang pria berseragam tulisan sebuah merek mobil ternama sudah berdiri di depan pintu. "Ya, saya sendiri. Ada apa, ya?" "Saya mengantarkan mobil sedan ini untuk Mbak Syafa. Mohon tandatangani berkas ini!" Pria itu menyodorkan beberapa lembar kertas pada Syafa. "Maaf, mobil dari siapa, Mas?" tanya Paul sambil memandang sebuah mobil sedan mewah berwarna merah sudah berdiri di halaman rumahnya. Syafa pun tak berkedip memandang mobil yang la tau harganya pasti sangat mahal. "Maaf, Pak. Saya tidak tau. Saya hanya ditugaskan mengantar mobil ini ke alamat ini." Paul dan Syafa kembali saling pandang beberapa saat. Lalu tiba-tiba terdengar sebuah nada pesan pada ponsel Paul. "Pak Boy Azka?" gumam Paul saat melihat nama di layar ponselnya. Segera ia menggeser layar dengan jar
"Pergi kalian dari sini. Jangan ganggu mereka ...!" Seorang pria paruh baya berpenampilan rapi dengan pakaian formal menghampiri keributan itu. "M-maaf, Pak ...!' Para pemuda itu terkejut. Raut wajah mereka seketika berubah panik. "Dia calon mahasiswi di sini. Jangan sekali-kali kalian coba mengganggunya jika kalian tidak mau dikeluarkan dari kampus ini!" "Memangnya Dia siapa, Pak?" Dengan takut-takut salah seorang dari mahasiswa itu bertanya. "Sudah-sudah. Nanti Kalian juga akan tau," sanggah pria paruh baya itu dengan suara lebih tegas. "Ayo cabut, woii ..!" tak berselang lama, para mahasiswa itu pun pergi meninggalkan Syafa dan Paul yang terdiam tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh mereka. "Selamat datang Non Syafa dan Tuan Paul! Kenalkan Saya Budiman. Marii ikut saya ke ruangan Pak Hasta." Syafa dan Paul saling menoleh. Mereka merasa aneh karena pria paruh baya itu sudah tahu nama mereka. Namun keduanya kembali.hanya saling pandang, mengikuti langkah pria bernam
"Bro, kampus bakal ada cewek nggak bener, nih." "Maksud Lo apaan?" Bumi sedang mengotak-atik motornya di halaman kampus. Sore itu ia baru saja selesai rapat penerimaan mahasiswa baru bersama para anggota BEM. Ucapan Uya, salah satu teman satu fakultasnya, cukup menarik perhatiannya. "Gue denger-denger kemarin ada cewek cantik daftar mau kuliah di sini. Tapi sayangnya dia istri simpanan bule. Parah, kan?" "Ah, emang istrinya kali." Bumi berjongkok memeriksa ban motornya. "Yang anak-anak pada heran, tuh cewek malah dibawa ke ruang Pak Hasta sama Pak Budiman. Untuk apa coba?" Uya ikut berjongkok di samping Bumi. "Mana Gue tau!" Bumi menaikkan bahunya. "Tapi ceweknya cantiknya kayak bidadari, Cuy. Bodinya kayak foto model internasional. Andini si ratu kampus itu mah lewaat." "Seius, Lo?" tanya Bumi penasaran. "Lo tanya anak-anak aja, noh!" "Ah, ogah kalau udah istri orang. Gue cabut dulu!" Bumi mulai menyalakan motornya. Kemudian pria tampan itu melajukan motor gedenya ke arah u
Hai, Pembacaku. Terimakasih sudah membaca Istri Dekilku Anak Sultan hingga tamat.Mau tau kisah Maira selanjutnya? Langsung aja baca cerita baru aku yang berjudul :Istri yang Tak Kau Percaya Ternyata Kaya Raya"Dengan wajah sok polosmu itu kamu berbohong kalau kamu masih suci! Padahal saat menikah denganku, kamu sudah tidak perawan!āKehidupan rumah tangga Analea terasa dingin karena Hamid, suaminya, salah paham dan menuduh Analea tidak suci lagi, karena Analea tidak "berdarah" di malam pertama mereka. Ditambah lagi asal usul Analea dianggap tidak jelas dan kurang bermartabat karena merupakan anak angkat dari mantan wanita malam.Hingga akhirnya Analea menemukan suaminya tidur bersama wanita lain."Aku ingin bercerai!" Tak lagi bisa percaya pada Hamid, Analea menggugat. "Kalau tidak, aku akan sebarkan berita ini di kantormu.""Memangnya orang akan percaya padamu? Semua juga tahu dari mana asalmu! Mereka pasti lebih percaya padaku." Si suami peselingkuh enggan melepaskan Analea yang
Setahun kemudian. "Ayo turun, Sayang! Kita sudah sampai." Paul membantu Syafa keluar dari mobil. Wanita itu kesulitan keluar karena perutnya yang sudah sangar besar. "Jangan lahir dulu, Nak. Biarkan Ibumu ini merasakan seperti apa wisuda itu." lirih Syafa seraya mengelus perutnya dengan lembut. Paul membimbing istrinya turun dari mobil dengan sangat hati-hati. Penampilan Syafa kini berbeda. Morine merancang kebaya panjang hingga semata kaki yang sangat pas untuk Syafa yang sedang hamil tua. Paul menggandeng Syafa menuju sebuah gedung pertemuan yang cukup berkelas di kota Jakarta. "Pelan-pelan jalannya. Jangan terlalu gagah!" bisik Paul yang terlihat tampan dengan stelan jas hitamnya. Pria bule itu melangkah dengan bangga mendampingi sang istri yang baru saja meraih gelar sarjananya. Beberapa bulan belakangan ini Syafa berjuang dalam keadaan perut besar demi menyelesaikan kuliahnya sebelum bayinya lahir. Dua target dalam hidupnya yang mampu ia capai dalam waktu bersamaan. Yaitu me
Berita tentang Syafa ada hubungan dengan pejabat bernama Boy Azka yang dihubungkan dengan artis lawas bernama Kirana memang sempat memanas di masyarakat dan media sosial. Namun hal itu perlahan hilang dari media. Tentu saja ini adalah hasil kerja beberapa anak buah Boy Azka. Ternyata dalam hal ini, dengan uang segalanya akan menjadi mudah. Tak ada lagi media yang mengekspos berita tersebut. Sejak kejadin itu Boy Azka mulai hati-hati. Ia tak lagi berani bertemu Syafa di tempat umum, walaupun secara sembunyi-sembunyi. Sebagai gantinya, setiap sebulan sekali Syafa akan menginap di rumah Boy Azka bersama Paul. Hubungan keluarga mereka sudah sangat harmonis. Lintang yang tadinya memperlihatkan rasa tidak sukanya pada Syafa, justru kini sangat perhatian pada adik tirinya itu. Bahkan kadang membuat Paul cemburu karena Syafa begitu dekat dengan kedua kakak lelakinya. "Kak, hari ini acara syukuran Bapak dan Ibu pulang dari Haji. Kita ke sana, yuk!" Syafa bergelayut manja pada suaminya yang
"Dia tampan sekali seperti Kamu, Mas." Anita memandang takjub pada bayi laki-laki yang menggeliat di dalam box bayi milik rumah sakit itu. "Ya, dia yang akan menggantikan kita nanti di perusahaan. Dia akan menjadi pebisnis handal," lirih Indra tanpa senyum. Perasaan pria itu masih belum tenang karena ibu dari sang bayi tersebut masih belum.sadar. "Semoga ibumu segera bangun, Nak!" parau suara Indra menahan sedih. Dokter bilang Aina kelihangan banyak darah ketika melahirkan tadi. Saat ini istri mudanya itu sedang ditangani oleh dokter ahli. "Sabar, Mas. Kita doakan saja semoga Aina segera sadar." Anita membelai pelan punggung suaminya. Dadanya sesak melihat Indra memandang bayinya dengan tatapan sedih. "Anita, jika terjadi sesuatu pada Aina, apakah Kamu mau merawat anak ini?" "Astaghfirullah, Mas. Ayo optimis, dong, Mas! Aina pasti akan sembuh. Aku pasti akan membantu Aina merawat dan menyayangi bayi ini sepenuh hati." Anita memandang gemas bayi merah yang berwajah tampan itu. M
"Om Indraaa ...! Aduh, sakit, Om ...! Om Indraaa ...!" Aina berteriak sambil memegang perutnya yang sudah semakin besar. Ia terduduk lemas di ranjang kamarnya. Suaranya terdengar hingga keluar karena pintu kamar yang sengaja ia buka sejak tadi. Indra yang sedang berada di ruang kerjanya bersama Anita tergopoh-gopoh menghampiri istri mudanya. Anita pun mengikuti dari belakang dengan panik. "Kenapa Aina? Apa Kamu mau melahirkan?" cecar Indra bingung. Pria paruh baya itu berjalan mondar mandir di depan Aina, entah apa yang harus ia lakukan melihat wajah pucat Aina. Keringat dingin membasahi wajah istrinya itu. "Aduh, Om. Sakit sekalii. Aku nggak tahan ...!"Aina terus merintih. Tubuhnya bergetar hebat menahan sakit. "Maas, cepetan siapin mobil! Kita bawa Aina ke rumah sakit, segera!" teriak Anita yang juga sibuk kesana-kemari di kamar Aina seperti sedang mencari sesuatu "Mbaaak, Mbaaak, ini ART pada kemana, sih?" Anita masih berteriak memanggil para ARTnya. "Ya, Bu. Ada apa?" seora
"Tolong cepat, Pak!" Rein menepuk pelan bahu sang supir yang melajukan mobil ke Bandar Udara International Kuala Lumpur. Supir itu mengangguk. Berkali-kali Rein menoleh pada jam tangannya. Ia tak ingin terlambat ikut penerbangan pagi itu. Semalam, setelah menerima panggilan dari Yuda, Rein merenung. Awalnya ia berpikir Yuda tidak serius. Bagaimana mungkin Maira bisa hamil, sementara ia sudah divonis oleh dokter akan sulit untuk memiliki keturunan? Lalu ia ingat kata-kata Maira yang mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Sulit untuk punya keturunan, bukan berarti tidak bisa. Sempat terlintas di benaknya hal negatif tentang Maira. Jangan-jangan itu bukan anaknya? Namun dugaan itu segera ia tepis, karena ia sangat percaya Maira adalah seorang istri yang setia. Pria dengan jambang lebat itu ingin membuktikan sendiri ucapan Yuda semalam. Apa ini hanya akal-akalan sahabatnya saja agar dia kembali ke indonesia? Akhirnya malam itu juga Rein yang belum tidur sejak kemarin,
Maira wanita yang kuat. Walau hatinya menangis. Ia tetap terlihat tegar di depan semua orang. Rein memang pergi dari kehidupannya. Namun pria itu tetap selalu ada di hatinya. Meninggalkan buah cinta mereka yang kini ada di dalam perut Maira. "Bu Shinta, Pak Yudatara dan istrinya ingin mengundang Ibu makan siang di rumahnya." "Yuda? Hmmm ... apa mungkin ada kabar tentang Rein?" gumam Maira yang baru saja selesai rapat dengan para relasi bisnisnya. "Baiklah. Katakan pada Yuda Aku mau. Kamu jadwalkan saja secepatnya!" ujar Maira sebelum meninggalkan ruang meeting. "Maira, bagaimana dengan pertemuan di Samarinda dua hari lagi? Apa Kamu bisa ke sana?" Raka menghampiri Maira ke ruangannya. Sejak Pratama memaksa Maira untuk membiarkan Raka membantunya, wanita itu tak lagi membantah. Apalagi Laura juga mendukung. Ia bersyukur Raka sudah banyak berubah. Mantan suaminya itu kini lebih paham akan batas-batas yang wajar diantara mereka. "Nanti Aku pikirkan, Mas," sahutnya bingung. Biasanya Re
"Aku nggak mau sendirian di rumah!" Aina cemberut saat duduk di ruang makan, sejak melihat Indra sudah bersiap hendak ke kantor. "Astaga Aina. Tolong jangan mulai lagi! Banyak rapat penting yang harus Aku hadiri. Apalagi sejak Rein keluar negeri. Aku agak kewalahan." Indra kembali membujuk Aina. "Nggak apa-apa kalau Mas mau temani Aina di rumah. Biar Aku yang handle kerjaan di kantor." Anita muncul dengan pakaian yang sudah rapi. Indra memandang istri pertamanya yang tampak banyak berubah. Sejak Aina tinggal satu atap dengan Anita lima bulan yang lalu, Anita perlahan berubah. Wanita paruh baya itu kini tak pernah lagi berpakaian seksi jika keluar rumah. Ia lebih banyak di rumah saat libur. Wanita itu pun lebih sabar menghadapi Aina yang semakin manja di saat kehamilannya yang sudah masuk sembilan bulan. "Tidak. Aku harus ke kantor hari ini. Banyak janji dengan relasiku." "Kalau tiba-tiba Aku mau melahirkan gimana, Om?" tanya Aina lagi dengan nada manja. Anita dan Indra saling me
" Terima kasih, Syafa. Pemotretan cukup sampai di sini. Luar biasa, kamu benar-benar luar biasa!" Morine tak henti-hentinya memuji Syafa yang sangat berbakat. "Sama-sama Om. Ini berkat bimbingan Om Morine juga." Morine dan para kru di studio itu kagum pada Syafa yang selalu rendah hati, walaupun kariernya sudah berkembang cukup pesat. Dalam jangka waktu tiga bulan, Syafa sudah mendapat tawaran job di mana-mana. Rekanan Morine yang bergerak di bidang fashion terus meminta Syafa untuk menjadi model produk mereka. "Aku pulang ya, Om. Kak Paul sudah nunggu sejak tadi" Syafa pamit pada Morine. "Baiklah Syafa, sampai rumah langsung istirahat! Ingat, lusa ada acara penting. Akan hadir banyak pejabat dan istrinya dalam pameran fashion itu. Kamu adalah bintangnya. Kamu harus tampil prima dan memukau. Karier kamu baru akan dimulai." Morine yang diminta sekaligus sebagai manager Syafa oleh Boy Azka, tak henti-hentinya mendisiplinkan gadis cantik itu. "Iya, Om. Siap!" Walau kadang merasa b