Mohon maaf lahir bathin Kakak Pembaca semua. Yang mau lebh dekat dengan Author boleh ikuti fesbuk Rina Novita dan instagraaam rinano2021.
"Hallo Paul, bagaimana operasi Syafa? Apa berjalan dengan lancar?" Maira baru saja selesai meeting pagi itu dan langsung menghubungi Paul. Sejak semalam ia sampai kesulitan untuk tidur menunggu kabar dari Paul tentang operasi Syafa yang berlangsung lebih dari enam jam. Entah pukul berapa semalam ia tertidur hingga ia belum mendapat kabar tentang Syafa. "Operasinya berjalan lancar. Kondisi Syafa stabil. Namun masih dalam perawatan khusus," sahut Paul dari seberang sana. "Syukurlah. Kabari cepat jika ada sesuatu. Jika pekerjaan di Bandung beres, Rein dan Mama akan menyusul ke sana." "Maira, Apa Rein masih berada di Bandung?" "Ya, Paul. Kenapa?" Terdengar hempasan napas Paul dari sebrang sana. "Maaf, Bukannya Aku ikut campur dengan masalah rumah tanggamu. Tapi tidak seharusnya Rein terlalu sering meninggalkan Kamu di Jakarta. Bukankah di Bandung sudah ada orang kepercayaan Mama?" Maira terdiam. Sesungguhnya Ia pun masih merasa trauma dengan kegagalan rumah tangganya bersama Raka d
"Kenapa ada suara wanita yang mengangkat ponsel Rein? Siapa dia? Apakah yang dikatakan Raka itu benar?" Maira bertanya-tanya dalam hati dengan dada bergemuruh. Setelah menghela napas sejenak, ia mencoba menjawab suara wanita iru. "Selamat siang. Saya istrinya Pak Rein. Anda siapa, ya? Kenapa berani sekali menjawab panggilan ponsel suami Saya?" ujar Maira dengan suara dan nada tegas. "Hah? M-maaf, Bu. S-saya ... sekretaris Pak Rein." jawab wanita itu gugup. "Di mana suami Saya?" "Mmm ... Bapak sedang di ... Toilet, Bu." Suara wanita itu terdengar gemetar. Lagi-lagi Maira tersentak. Sebuah pikiran buruk terlintas begitu saja di benaknya. "Di toilet? Sedang dimana mereka?" bathin Maira dengan rasa gundah dan gemuruh di dada. "Tolong beritahu Pak Rein agar segera menghubungi Saya!" pinta Maira sebelum menutup panggilannya. Maira terdiam dengan ponsel masih berada di dalam gengamannya "Mama, Aku harus hubungi Mama." Maira segera menekan kontak ibu mertuanya. "Hallo, Ma. Rein ada
"Aawww ...! Lepasin ..!" Maira terkejut saat sepasang tangan kokoh telah memeluknya dari belakang.. Namun aroma tubuh dan hembusan napas yang berada di tengkuknya kini terasa tak asing bagi Maira. Dirinya seakan mengenal tubuh tinggi dan besar yang saat ini berada di belakangnya. "Rein? Kamu udah pulang?" Maira sontak memutar tubuhnya. "Iya Sayang. Setelah menghubungimu tadi Aku langsung pulang. Aku rindu!" Rein kembali mendekap tubuh istrinya yang terlihat cantik dan elegan itu. Tak satupun wanita dimatanya yang mampu menandingi kecantikan yang nyaris sempurna dari seorang Humaira Pratama. Maira pun sesungguhnya juga rindu. Bahkan sangat rindu. Namun kejadian siang tadi membuatnya terlanjur kecewa dan sedih. Hingga ia merasa kepulangan Rein tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.Senyum Rein mendadak hilang melihat wajah Maira yang murung. Pria tampan berahang kokoh dengan bulu-bulu halus di sekitar pipi dan dagunya itu menatap cemas istrinya. "Maafkan, Aku!" bisiknya dengan s
"Besok kamu ikut Aku ke Bandung! Kita ajak Kaisar dan Nina." Rein yang masih nampak sedih karena Kaisar selalu menolak saat ingin digendongnya, tak bisa tidur hingga malam. "Tapi Aku masih ada kerjaan, Rein," lirih Maira yang sudah mulai memejamkan mata. "Sementara percayakan dulu pada Said. Aku ingin berada dekat Kaisar dalam beberapa hari ini." "Ya sudah. Terserah Kamu aja." Maira menyerah. Beruntung beberapa hari ke depan tidak ada meeting penting. Mungkin Said bisa menghandle semua pekerjaanya. Lagipula, Maira sangat penasaran dengan sekretaris Rein yang di Bandung. Cantik dan seksi kah ia? Seperti apa perempuan bernama Viola itu? Pikir Maira. ----- Keesokan paginya, Maira sudah menghubungi Said dan Dewi. Wanita pemilik tunggal perusahaan Eternal Group itu menyerahkan dan mempercayakan semua pekerjannya pada asisten pribadi dan sekretarisnya. "Segera kabari Saya jika ada yang tidak beres!" "Baik Bu Shinta," sahut Said terdengar dari ponselnya. "Sudah siap? Kaisar mana?" Re
"Sayang, kenalkan ini Viola, sekretarisku di sini." Maira terpaku menatap wajah wanita yang sejak semalam ia pikirkan. Ia tak menyangka bahwa penampilan Viola yang ia lihat sekarang jauh dari yang ia bayangkan. "Saya Viola, Bu!" Wanita memakai hijab phasmina instan dan pakaian serba tertutup itu menangkupkan kedua tangan di depan dada seraya sedikit membungkukkan badan. Maira kembali terkesiap saat wanita berkulit putih itu menegakkan wajahnya. Sebuah noda hitam seperti bekas luka bakar hampir memenuhi sebagian wajah wanita itu. Viola kembali mengangguk sopan sambil tersenyum pada Maira. Wanita berumur sekitar dua puluhan itu seakan sudah terbiasa mendapat tatapan iba ataupun pandangan aneh dari setiap orang. "Maafkan Saya, Bu. Kemarin Saya sudah lancang. Saya hanya khawatir jika ada sesuatu yang penting." Raut wajah Viola mendadak merasa bersalah. Sorot matanya nampak cemas. Maira yang sejak tadi terdiam dan mematung. Kini mulai beranjak mendekati Viola. Wanita cantik.dan anggu
"Sini Kaisar biar Aku yang pangku!" Rein meraih kembali putranya yang sudah tertidur pulas dipangkuan Maira. "Sepertinya Kaisar kelelahan karena asik bermain tadi." lanjut Rein lagi. Maira tak banyak bicara. Sepulangnya dari kantor tadi, Rein membawa anak dan istrinya ke sebuah wahana bermain yang sangat populer di kota Bandung. Rein berharap, tidak hanya Kaisar yang akan menjadi lebih ceria, namun ia juga ingin Maira juga menikmati kebersamaan mereka. Namun, selama mereka berada di wahana bermain tadi, Maira tampak tak bersemangat. Kaisar lebih banyak berinteraksi dengan Daddynya, dibanding Maira.Rein kembali mengusap lembut puncak kepala Maira yang tertutup hijab. "Kamu masih marah?" Maira masih tak menjawab. Rein paham dengan sikap istrinya. Ia pun tak akan banyak bertanya. Mereka tak bicara lagi. Rein sesekali merengkuh bahu dan mencium kening serta kepala Maira. Hingga mereka tiba di rumah Laura. "Ya ampuun, malam sekali kalian pulang. Lihat ini cucuku sampai.kelelahan." La
"Cepatlah Kayla, Aku mau bertemu dengan Kaisar. Sudah lama sekali Aku tidak bertemu anakku!" Raka tidak sabar menunggu Kayla yang sudah sulit untuk bergerak karena kehamilannya yang sudah semakin besar. Hampir satu bulan Raka tidak bertemu dengan Kaisar. Setiap ia ke Eternal group untuk mengajak Kayla makan siang, ia selalu bertanya pada salah satu security di sana apakah Kaisar ikut ke kantor. Namun entah kenapa putranya itu tak pernah lagi diajak ke kantor oleh Maira. Pagi ini Security itu mengirim pesan pada Raka bahwa Maira baru saja tiba dikantor dan mengajak putranya. Raka sangat bersemangat dan tidak sabar ingin segera tiba di Eternal group. "Kaylaaa!" Raka kembali berteriak dari luar karena Kayla tak kunjung keluar. "Iyaaa, Mas. Sebentar!" Wanita dengan perut buncit itu melangkah dengan sulit. Entah kenapa sejak semalam ia merasakan tidak nyaman pada bagian perutnya. "Lama sekali sih Kamu. Nanti kalau Kaisar pulang Aku nggak bisa ketemu Dia!" gerutu Raka seraya masuk ke da
"Kaisar!" Rein langsung meraih bocah lucu itu dan menggendongnya. Melihat putranya yang melompat menghampiri Rein, Raka nampak kesal. Padahal sejak tadi Kaisar sama sekali tidak menghiraukannya. Kaisar hanya fokus dengan mainannya. "Kamu bisa lihat kan, Mas? Sedekat apa Kaisar dengan suamiku?" Raka melirik sinis pada Rein. Di gendongannya nampak Kaisar dengan manja melingkarkan kedua tangan mungilnya di leher Rein. Raka menghempas napas kasar. "Kalian pasti sudah mempengaruhi Kaisar agar menjauh dariku. Iya, kan? Ingat ya! Kaisar ini adalah darah dagingku. Sampai kapanpun, Aku adalah Ayahnya!" Raka bicara dengan nada keras. Kemudian pria klimis itu memutar tubuhnya, lalu melangkah hendak keluar. "Pak Raka, Pak Raka! Tolong, Pak!" Tiba-tiba seorang security masuk ke ruangan Maira dan menghampiri Raka dengan tergopoh-gopoh. Semua mata langsung tertuju pada Security itu. "Ada apa Pak?" tanya Raka bingung. "Mbak Kayla, Mbak Kayla sepertinya mau melahirkan." "Apaaa?" Sontak tubu