[Kak Paul, kapan ke Jakarta? Ibu minta Kakak harus segera nikahi Aku. Bagaimana ini, Kak? Aku harus jawab Apa?] Sebuah pesan dari Syafa membuat mata Paul melebar memandang layar ponselnya. Ia ingin menghubungi Syafa langsung. Tapi Saat ini ia sedang berada di kamar Laura. "Semoga saja Rein secepatnya ke sini. Aku harus segera ke Jakarta," pikirnya dalam hati. Pria bule itu sempat panik setelah membaca pesan dari Syafa. [ Malam ini Aku akan datang. Tunggu Aku! Jangan pernah meragukanku] Paul membalas pesan itu. Semoga saja Syafa menjadi lebih tenang. Ia tau Syafa sama gelisahnya dengan dirinya.. "Kamu kenapa, Paul? Sejak tadi Mama lihat kamu gelisah terus." Laura memperhatikan Paul yang sibuk berbalas pesan dengan wajah tegang. "Eee ...Ma, Aku ada sedikit masalah di club. Malam ini Aku ke Jakarta dulu. Besok setelah urusanku selesai, Aku akan kembali ke sini." Paul.bicara hati-hati pada Laura. Ia khawatir mamanya itu akan kecewa jika ia tinggal. "Memangnya ada urusan apa? Pen
"Kayla, kamu cantik banget hari ini." "Harusnya kamu jadi model aja Kay, cocok!" Tak henti-hentinya para pria di ruangan itu menggoda Kayla yang sedang sibuk menggunakan mesin fotokopi. Kayla memang kadang membantu para manager untuk memfotokopi beberapa berkas. Namun, Kayla hanya menanggapi godaan para pria itu dengan senyuman. Ia menganggap para karyawan pria di kantor itu hanya bergurau. Tidak ada yang serius. Sementara itu, di lobby gedung Eternal group, Raka baru saja tiba di area parkir. Ia mendapat kabar bahwa Rein masih berada di luar kota. Tanpa ada rasa kapok setelah diusir secara tidak terhormat beberapa hari yang lalu, Pria yang kini mulai terlihat klimis kembali, masuk begitu saja ke dalam gedung pusat Eternal group. Saat itu para security sedang mengikuti apel pagi di lapangan samping. Sementara security yang sedang berjaga tidak mengenali Raka karena masih baru, dan mempersilakan pria itu masuk. Dengan santainya, Raka masuk dan langsung melangkah menuju lift khus
"Mas Raka, mau apa kamu, Mas?" Kayla perlahan mundur melihat Raka yang terus melangkah hendak mendekatinya. "Aku suamimu. Aku berhak atas Kamu.!" sontak Raka memeluk Kayla begitu erat. "Lepasin Aku, Mas!" Kayla berusaha untuk mendorong tubuh Raka. Walau dalam hatinya ada kehangatan dan kebahagiaan saat berada dalam dekapan tubuh kekar itu. "Pulanglah Kayla. Aku merindukanmu!' bisiknya. Kayla kembali.mengingat tatapan Raka penuh damba pada Shinta beberapa hari yang lalu. Ia pun kembali meragukan kata-kata rindu yang diucapkan suaminya itu. "Kamu hanya rindu tubuhku, Mas. Bukan Aku." Kayla memberanikan diri mengatakan sesuatu yang menjadi beban hatinya selama ini. Raka semakin mempererat pelukannya "Tidak, Kayla! Itu tidak benar! Aku benar-benar mencarimu kemana-mana" "Sudahlah,Mas. Aku nggak mau kamu nyakitin Aku lagi. Lebih baik kita hidup masing-masing saja sekarang." Kayla berusaha melepaskan diri dari pelukan Raka. Namun tubuhnya yang lebih kecil tak sanggup melawan tubuh Ra
"Laki-laki brengsek! Sedang apa kalian di dalam?" Raka berdiri melotot pada Genta dan Kayla. "Mas Raka, Kami nggak ngapa-ngapain!' jerit Kayla melihat Raka mulai melangkah menghampiri Genta. Mata Raka berkeliling melihat ruangan yang banyak berisi alat-alat untuk pemotretan. Ia yang masih dilanda emosi, melangkah maju hendak mencengkeram kaos Genta. Namun dengan secepat kilat pria muda itu menepis tangan Raka. Raka yang tak terima dan semakin emosi mulai mengarahkan satu pukulan ke wajah Genta. Namun lagi-lagi Genta dengan mudahnya menangkis tangan Raka. Para karyawan sudah banyak yang berdatangan. Mereka tak berani melerai perkelahian itu. "Kamu pasti sudah berbuat yang tidak pantas di ruangan ini. Iya, kan? Ngaku aja!" Raka sengaja berteriak agar semua orang mendengarnya.. Kini Genta yang tersulut emosinya. Ia mencengkeram kemeja Raka dengan kasar. Raka berusaha melepaskan diri namun tenaganya tak mampu melawan Genta yang begitu kuat. "Jangan asal menuduh! Ini namanya penc
"Maaf Tuan Abraham, bukankah sebaiknya kita membicarakan penawaran kerjasama dari PT. Anggada jaya? Saya sudah siap untuk mempresentasikan penawaran kami." Abraham tertawa keras. Suara dan tawa yang begtu dominan, perkataan yang tegas serta tidak menerima penolakan, membuat Maira menyimpulkan bahwa pria yang ada di hadapannya adalah seorang pria arogant. "Tenang saja Shinta. Reinhard sudah berkali-kali mempresentasikannya di hadapanku. Kali ini kita santai saja dulu. Nikmati menu yang ada di reatoranku ini. Jika kamu tidak mau mengatakan makanan kesukaanmu, tidak apa. Aku akan hidangkan seluruh menu istimewa di restoran ini." Maira ternganga mendengar ucapan AbrahamIa tak percaya jika pria yang di katakan Rein sebagai Pria dingin, angkuh dan sulit dipemgaruhi, ternyata jauh dari itu semua. Maira hanya bisa terdiam saat beberapa pelayan mondar-mandir menghidangkan beberapa menu. "Ayo, kamu harus coba ini dan ini!" Abraham menunjuk beberapa makanan. Sesekali ia menyendokkan satu m
"Aku akan segera menikahi Syafa." Rein melebarkan matanya, ia tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Paul barusan. "Kamu yakin? Syafa belum sembuh. Bagaimana dengan Mama?" Apa kamu yakin Mama akan menerina Syafa?" Rein mencecar banyak pertanyaan pada pria yang postur tubuhnya tak jauh berbeda dengannya itu. Saat ini keduanya sedang berada di depan administrasi rumah sakit. Mereka baru saja menyelesaikan biaya administrasi pengobatan Laura. Hari ini Laura sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Kondisinya sudah sangat stabil. Hari ini pula hasil test DNA Rein dan Paul keluar. "Kedua orang tua Syafa terus-terusan mencecarku. Aku nggak tega dengan Syafa yang terus kepikiran," jelas Paul. Matanya menerawang membayangkan wajah sedih Syafa. "Bagaimana jika Mama--" Rein tidak meneruskan ucapannya. Ia tidak mungkin mematahkan semangat saudara kembarnya itu. .Paul menghela napas kasar.. "Jika mama menolak Syafa, Aku tetap akan menikahinya. Entah kenapa, hatiku seakan sudah terp
"Hari ini Syafa sudah boleh pulang. Pengobatan dilanjutkan dengan rawat jalan dan terapi secara berkala." Dokter Taufik baru saja memeriksa kondisi Syafa yang membaik dengan pesat. Para dokter tidak menyangka kaki Syafa yang sejak awal diprediksi akan lumpuh permanen, ternyata sudah memberikan respon yang baik. Semangat hidup gadis itu patut diacungkan jempol.. "Bagaimana dengan biayanya, Dok? Apa orang yang namanya Reinhard itu masih bertanggung jawab? Sudah lama sekali dia tidak muncul." Rita bertanya khawatir pada Dokter. Pak Rein selalu menghubungi Saya. Beliau sedang ada di luar kota. Sebentar lagi istrinya akan datang membereskan semua administrasi dan mengantar Syafa pulang ke rumah. "Oh, baguslah kalau begitu. Memang seharusnya mereka memperlakukan Syafa dengan baik." ketus Rita masih dengan wajah angkuhnya.. "Buu, jangan selalu berpikir buruk pada Kak Rein dan Kak Maira. Mereka baik dan bertanggung jawab pada Syafa." pinta Syafa pada ibunya ketika dokter telah selesai
"Astaga! Aku kesiangan!" Kayla terkejut saat terjaga, matahari telah menembus kaca jendela kamar apartemennya. Ia ingin bangkit, namun tangan kokoh Raka masih melingkar erat di perutnya. "Maaas, Mas Raka! Aku mau kerja, Mas. Udah kesiangan ini" "Hmmm .... " Raka malah memeluknya semakin erat.. "Maaaas! Aku udah kesiangan ini." Kayla berusaha melepaskan tangan Raka yang kekar pada tubuhnya. Namun tenaganya tak sanggup memindahkan tangan yang jauh lebih besar darinya itu. "Udaaaah, nggak usah kerja hari ini! Udah terlambat juga!" gumam pria yang masih memejamkan matanya itu.. "Tapi Mas--" Raka membawa tubuh Kayla ke atas tubuhnya. "Temani Aku saja hari ini. Ayo, Aku ingin kamu seperti tadi malam. Kamu luar biasa saat berada diatasku!" Raka telah membuka matanya. Ia mendudukkan Kayla diatas tubuhnya. "Tapi Aku lapar, Maass!" ucap Kayla manja.. Kayla merasakan lelah dan lapar setelah semalaman saling melepas rindu dan dahaga yang cukup.lama tertunda. Entah berapa kali mereka m
Hai, Pembacaku. Terimakasih sudah membaca Istri Dekilku Anak Sultan hingga tamat.Mau tau kisah Maira selanjutnya? Langsung aja baca cerita baru aku yang berjudul :Istri yang Tak Kau Percaya Ternyata Kaya Raya"Dengan wajah sok polosmu itu kamu berbohong kalau kamu masih suci! Padahal saat menikah denganku, kamu sudah tidak perawan!”Kehidupan rumah tangga Analea terasa dingin karena Hamid, suaminya, salah paham dan menuduh Analea tidak suci lagi, karena Analea tidak "berdarah" di malam pertama mereka. Ditambah lagi asal usul Analea dianggap tidak jelas dan kurang bermartabat karena merupakan anak angkat dari mantan wanita malam.Hingga akhirnya Analea menemukan suaminya tidur bersama wanita lain."Aku ingin bercerai!" Tak lagi bisa percaya pada Hamid, Analea menggugat. "Kalau tidak, aku akan sebarkan berita ini di kantormu.""Memangnya orang akan percaya padamu? Semua juga tahu dari mana asalmu! Mereka pasti lebih percaya padaku." Si suami peselingkuh enggan melepaskan Analea yang
Setahun kemudian. "Ayo turun, Sayang! Kita sudah sampai." Paul membantu Syafa keluar dari mobil. Wanita itu kesulitan keluar karena perutnya yang sudah sangar besar. "Jangan lahir dulu, Nak. Biarkan Ibumu ini merasakan seperti apa wisuda itu." lirih Syafa seraya mengelus perutnya dengan lembut. Paul membimbing istrinya turun dari mobil dengan sangat hati-hati. Penampilan Syafa kini berbeda. Morine merancang kebaya panjang hingga semata kaki yang sangat pas untuk Syafa yang sedang hamil tua. Paul menggandeng Syafa menuju sebuah gedung pertemuan yang cukup berkelas di kota Jakarta. "Pelan-pelan jalannya. Jangan terlalu gagah!" bisik Paul yang terlihat tampan dengan stelan jas hitamnya. Pria bule itu melangkah dengan bangga mendampingi sang istri yang baru saja meraih gelar sarjananya. Beberapa bulan belakangan ini Syafa berjuang dalam keadaan perut besar demi menyelesaikan kuliahnya sebelum bayinya lahir. Dua target dalam hidupnya yang mampu ia capai dalam waktu bersamaan. Yaitu me
Berita tentang Syafa ada hubungan dengan pejabat bernama Boy Azka yang dihubungkan dengan artis lawas bernama Kirana memang sempat memanas di masyarakat dan media sosial. Namun hal itu perlahan hilang dari media. Tentu saja ini adalah hasil kerja beberapa anak buah Boy Azka. Ternyata dalam hal ini, dengan uang segalanya akan menjadi mudah. Tak ada lagi media yang mengekspos berita tersebut. Sejak kejadin itu Boy Azka mulai hati-hati. Ia tak lagi berani bertemu Syafa di tempat umum, walaupun secara sembunyi-sembunyi. Sebagai gantinya, setiap sebulan sekali Syafa akan menginap di rumah Boy Azka bersama Paul. Hubungan keluarga mereka sudah sangat harmonis. Lintang yang tadinya memperlihatkan rasa tidak sukanya pada Syafa, justru kini sangat perhatian pada adik tirinya itu. Bahkan kadang membuat Paul cemburu karena Syafa begitu dekat dengan kedua kakak lelakinya. "Kak, hari ini acara syukuran Bapak dan Ibu pulang dari Haji. Kita ke sana, yuk!" Syafa bergelayut manja pada suaminya yang
"Dia tampan sekali seperti Kamu, Mas." Anita memandang takjub pada bayi laki-laki yang menggeliat di dalam box bayi milik rumah sakit itu. "Ya, dia yang akan menggantikan kita nanti di perusahaan. Dia akan menjadi pebisnis handal," lirih Indra tanpa senyum. Perasaan pria itu masih belum tenang karena ibu dari sang bayi tersebut masih belum.sadar. "Semoga ibumu segera bangun, Nak!" parau suara Indra menahan sedih. Dokter bilang Aina kelihangan banyak darah ketika melahirkan tadi. Saat ini istri mudanya itu sedang ditangani oleh dokter ahli. "Sabar, Mas. Kita doakan saja semoga Aina segera sadar." Anita membelai pelan punggung suaminya. Dadanya sesak melihat Indra memandang bayinya dengan tatapan sedih. "Anita, jika terjadi sesuatu pada Aina, apakah Kamu mau merawat anak ini?" "Astaghfirullah, Mas. Ayo optimis, dong, Mas! Aina pasti akan sembuh. Aku pasti akan membantu Aina merawat dan menyayangi bayi ini sepenuh hati." Anita memandang gemas bayi merah yang berwajah tampan itu. M
"Om Indraaa ...! Aduh, sakit, Om ...! Om Indraaa ...!" Aina berteriak sambil memegang perutnya yang sudah semakin besar. Ia terduduk lemas di ranjang kamarnya. Suaranya terdengar hingga keluar karena pintu kamar yang sengaja ia buka sejak tadi. Indra yang sedang berada di ruang kerjanya bersama Anita tergopoh-gopoh menghampiri istri mudanya. Anita pun mengikuti dari belakang dengan panik. "Kenapa Aina? Apa Kamu mau melahirkan?" cecar Indra bingung. Pria paruh baya itu berjalan mondar mandir di depan Aina, entah apa yang harus ia lakukan melihat wajah pucat Aina. Keringat dingin membasahi wajah istrinya itu. "Aduh, Om. Sakit sekalii. Aku nggak tahan ...!"Aina terus merintih. Tubuhnya bergetar hebat menahan sakit. "Maas, cepetan siapin mobil! Kita bawa Aina ke rumah sakit, segera!" teriak Anita yang juga sibuk kesana-kemari di kamar Aina seperti sedang mencari sesuatu "Mbaaak, Mbaaak, ini ART pada kemana, sih?" Anita masih berteriak memanggil para ARTnya. "Ya, Bu. Ada apa?" seora
"Tolong cepat, Pak!" Rein menepuk pelan bahu sang supir yang melajukan mobil ke Bandar Udara International Kuala Lumpur. Supir itu mengangguk. Berkali-kali Rein menoleh pada jam tangannya. Ia tak ingin terlambat ikut penerbangan pagi itu. Semalam, setelah menerima panggilan dari Yuda, Rein merenung. Awalnya ia berpikir Yuda tidak serius. Bagaimana mungkin Maira bisa hamil, sementara ia sudah divonis oleh dokter akan sulit untuk memiliki keturunan? Lalu ia ingat kata-kata Maira yang mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Sulit untuk punya keturunan, bukan berarti tidak bisa. Sempat terlintas di benaknya hal negatif tentang Maira. Jangan-jangan itu bukan anaknya? Namun dugaan itu segera ia tepis, karena ia sangat percaya Maira adalah seorang istri yang setia. Pria dengan jambang lebat itu ingin membuktikan sendiri ucapan Yuda semalam. Apa ini hanya akal-akalan sahabatnya saja agar dia kembali ke indonesia? Akhirnya malam itu juga Rein yang belum tidur sejak kemarin,
Maira wanita yang kuat. Walau hatinya menangis. Ia tetap terlihat tegar di depan semua orang. Rein memang pergi dari kehidupannya. Namun pria itu tetap selalu ada di hatinya. Meninggalkan buah cinta mereka yang kini ada di dalam perut Maira. "Bu Shinta, Pak Yudatara dan istrinya ingin mengundang Ibu makan siang di rumahnya." "Yuda? Hmmm ... apa mungkin ada kabar tentang Rein?" gumam Maira yang baru saja selesai rapat dengan para relasi bisnisnya. "Baiklah. Katakan pada Yuda Aku mau. Kamu jadwalkan saja secepatnya!" ujar Maira sebelum meninggalkan ruang meeting. "Maira, bagaimana dengan pertemuan di Samarinda dua hari lagi? Apa Kamu bisa ke sana?" Raka menghampiri Maira ke ruangannya. Sejak Pratama memaksa Maira untuk membiarkan Raka membantunya, wanita itu tak lagi membantah. Apalagi Laura juga mendukung. Ia bersyukur Raka sudah banyak berubah. Mantan suaminya itu kini lebih paham akan batas-batas yang wajar diantara mereka. "Nanti Aku pikirkan, Mas," sahutnya bingung. Biasanya Re
"Aku nggak mau sendirian di rumah!" Aina cemberut saat duduk di ruang makan, sejak melihat Indra sudah bersiap hendak ke kantor. "Astaga Aina. Tolong jangan mulai lagi! Banyak rapat penting yang harus Aku hadiri. Apalagi sejak Rein keluar negeri. Aku agak kewalahan." Indra kembali membujuk Aina. "Nggak apa-apa kalau Mas mau temani Aina di rumah. Biar Aku yang handle kerjaan di kantor." Anita muncul dengan pakaian yang sudah rapi. Indra memandang istri pertamanya yang tampak banyak berubah. Sejak Aina tinggal satu atap dengan Anita lima bulan yang lalu, Anita perlahan berubah. Wanita paruh baya itu kini tak pernah lagi berpakaian seksi jika keluar rumah. Ia lebih banyak di rumah saat libur. Wanita itu pun lebih sabar menghadapi Aina yang semakin manja di saat kehamilannya yang sudah masuk sembilan bulan. "Tidak. Aku harus ke kantor hari ini. Banyak janji dengan relasiku." "Kalau tiba-tiba Aku mau melahirkan gimana, Om?" tanya Aina lagi dengan nada manja. Anita dan Indra saling me
" Terima kasih, Syafa. Pemotretan cukup sampai di sini. Luar biasa, kamu benar-benar luar biasa!" Morine tak henti-hentinya memuji Syafa yang sangat berbakat. "Sama-sama Om. Ini berkat bimbingan Om Morine juga." Morine dan para kru di studio itu kagum pada Syafa yang selalu rendah hati, walaupun kariernya sudah berkembang cukup pesat. Dalam jangka waktu tiga bulan, Syafa sudah mendapat tawaran job di mana-mana. Rekanan Morine yang bergerak di bidang fashion terus meminta Syafa untuk menjadi model produk mereka. "Aku pulang ya, Om. Kak Paul sudah nunggu sejak tadi" Syafa pamit pada Morine. "Baiklah Syafa, sampai rumah langsung istirahat! Ingat, lusa ada acara penting. Akan hadir banyak pejabat dan istrinya dalam pameran fashion itu. Kamu adalah bintangnya. Kamu harus tampil prima dan memukau. Karier kamu baru akan dimulai." Morine yang diminta sekaligus sebagai manager Syafa oleh Boy Azka, tak henti-hentinya mendisiplinkan gadis cantik itu. "Iya, Om. Siap!" Walau kadang merasa b