Dave yang baru keluar kamar mandi, melihat Rachel tengah menatap ke bagian dadanya yang tidak tertutup handuk.
"Rupanya kau sudah bangun," ucap Dave datar.Suara bass Dave seketika menyadarkan Rachel dari lamunannya. Dave mengernyitkan dahi saat melihat Rachel yang tidak juga bergeming duduk di sofa."Kenapa masih diam disitu? Cepat mandi sana," ketus Dave mengusir Rachel ke kamar mandi.Rachel yang masih mengantuk itu, berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Dave hanya memperhatikannya dalam diam.Begitu Rachel selesai mandi, ia melihat Dave berdiri dengan lemari pakaiannya yang terbuka.Saat ini Dave telah memakai kemeja polos dan celana panjang. Namun kepalanya menoleh ke segala arah, seakan tengah mencari sesuatu.Rachel berjalan mendekatinya."Kau cari apa? tanya Rachel menyamakan arah pandangan Dave."Gesper hitam. Kau tidak membuang gesperku 'kan?"Rachel mendeTerima kasih sudah membaca. Jangan lupa dukung cerita ini ya dengan cara vote sebanyak-banyaknya.
Rachel yang tiba-tiba merasa penasaran itu, lantas menoleh ke Cindy."Dave kalau lagi kesal itu biasanya sikapnya bagaimana?" tanya Rachel manatap Cindy penuh minat."Ka Dave kalau sudah kesel pasti bakal ngomel, mengerutu terus sepanjang jalan. Pusing denger ocehannya.""Kamu sering di marahin dia juga ya.""Dirumah ini yang paling kalem cuma aku, Ka. Mamah juga sebenarnya, tapi dia kalo udah marah seremnya lebih dari papah. Ka Dave 'kan kaya papah sebenarnya gampang marah, tapi marahnya bentar doang. Jadi harap maklum ya ka."Rachel mengangguk pelan, kemudian mengajak Cindy turun ke bawah.Sesampainya mereka berdua di halaman rumah, Dave sudah berkaca pinggang di samping mobil banteng ngamuk warna hitam."Tuh 'kan, Ka. Bentar lagi bakal ngomel deh pasti," bisik Cindy di tepat telinga Rachel.Rachel dan Cindy berjalan bersamaan, mendekati Dave yang tengah be
Dave mengamati setiap lekuk wajah di hadapannya itu dengan tatapan yang sulit di artikan.Tangan Rachel tanpa sadar bergerak mengusap-usap lengan dengan mata tertutup seakan merasakan hawa dingin yang menyerang.Seketika Dave sadar selimut yang di kenakan Rachel terkesiap. Kedua tangan Dave lantas terulur menarik ujung selimut itu sampai batas pundak Rachel.Baru setelah itu Dave berjalan naik ke ranjang, memposisikan dirinya berbaring dengan nyaman.Dave menatap ke atas. Kedua matanya menerawang memandangi lama atap langit-langit kamarnya. Entah apa yang di pikirkan laki-laki berambut pirang itu pada malam hari. Lelah berkutat dengan pikirannya, perlahan mata Dave terpejam dengan sendirinya.☆☆☆Sinar mentari pagi yang menyilaukan mata tertutup, membuat Dave terbangun dari tidurnya. Ia mengerang pelan sembari meregangkan otot-otot persendiannya.Dave mengejapka
Rachel yang tadinya hendak mengambil baju dari dalam kopernya itu lantas menarik resleting koper dan menutupnya kembali.Melihat kecangungan Rachel, seketika Dave menatapnya dengan kening berkerut."Aku mau ganti baju. Kalau kamu tidak ada yang mau di bicarakan lagi. Tolong keluarlah. Aku tidak nyaman membuka koper dan memperlihatkan pakaian dalamku padamu."Mendengar perkataan Rachel, Dave lantas mengeleng sembari mendesah pelan."Ehm.. Itu.. Selama kau tinggal disini, kau yang urus dapur dan segala keperluan makan harian. Kau boleh mengunakan kartu kreditku tapi, buatlah laporan pengeluarannya tiap bulan. Saya akan menagih laporan itu tiap bulan. Jika nominalnya tidak sesuai, saya akan menuntut ganti rugi. Mengerti?" ujar Dave nampak serius.Rachel kembali mengangguk patuh."Kalau kau sudah puas melihat-lihat, cepat buatkan makanan. Batas kesabaran saya saat lapar hanya lima belas menit," uca
Rachel menoleh ke arah Dave. Bahu Rachel seketika bergetar dengan sebelah tangan menutup mulutnya sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia erusaha keras menahan tawa yang ingin meledak. Dave terlihat ketakutan saat melihat wanita tengah memainkan pisau berukuran besar ditangannya. Dihadapan wanita itu nampak seekor ikan yang sesekali bergerak-gerak. Wanita itu terlihat asyik membersihkan bagian ingsang ikan. "Kau tidak suka ikan atau takut liat ikan?" bisik Rachel di telinga Dave. "Siapa yang takut? Saya hanya geli lihatnya," kata Dave sambil membalikkan badan saat wanita itu mengeluarkan bagian dalam kotoran ikan. Rachel terkekeh geli melihat ekpresi wajah Dave. "Ya, sudah. Ayo jalan. Kita cari yang lain saja," kata Rachel sambil mendorong pelan bahu Dave. Dave mengangguk, kemudian berjalan dengan kepala lurus seperti tidak ingin menoleh lagi ke arah deretan ikan segar. Mata Rachel berkeli
Setelah semua urusannya beres, Dave mengendarai mobilnya pulang kembali ke apartemen.Begitu sampai di dalam apartemen, Dave langsung berjalan menuju ke dapur dengan kedua tangannya membawa kantung-kantung plastik belanjaan tadi sore.Setelah mengeluarkan barang belanjaan, Dave lalu berjalan menuju ke kamarnya. Tepat saat itu, ia tidak sengaja melihat Rachel tergeletak di sofa.Perlahan langkah kaki Dave bergerak mendekati Rachel. Di lihatnya wanita cantik ini tengah tertidur dengan napas teratur. Dengkuran halus terdengar keluar dari mulutnya."Sudah pindah rumah tapi masih juga tidur di sofa," gumam Dave sambil mengeleng pelan.Dave lalu mengoyangkan pundak Rachel. Perlahan Rachel membuka kedua matanya. Rachel mengejapkan kedua matanya memastikan pandangan di depannya tidak salah."Dave..." panggil Rachel pelan.Rachel segera terduduk saat menyadari sosok Dave tengah menatap wajahnya.
Rachel menanti jawaban Dave dengan jantung berdegup. Ia berharap suaminya mengiyakan saja perkataannya."Tidak. Biasa saja. Tidak ada yang spesial dari masakanmu," kata Dave dengan wajah datar.Hati Rachel seketika mencelos mendengar jawaban Dave. Sejujurnya ia ingin mendengar pujian— dari lelaki yang kini telah jadi suaminya— akan masakannya. Namun ternyata harapannya terlalu tinggi.Padahal kalau dilihat dari gelagat Dave yang dari tadi makan dengan lahap, seharusnya lelaki itu tidak akan berbicara begitu. Dalam hati Rachel beranggapan, mungkin Dave hanya malu mengakui kelezatan masakannya."Tidak enak tapi malah mau nambah," sindir Rachel tanpa sadar mengerucutkan bibirnya.Dave menoleh."Ini hanya karena saya lagi lapar," kelitnya sembari mengambil nasi."Iya deh. Terserah kamu saja. Masakanku bisa cocok sama lidahmu saja, aku udah senang. Tidak apa-apa juga kalau tidak e
Mendengar suara dering ponsel, Rachel yang sedang mencuci piring itu lantas buru-buru mencuci kedua tangannya. Ia lalu merogoh kantung celananya.Belum sempat Rachel mengangkat, suara dering telepon itu sudah terputus lebih dulu. Ia hanya bisa menghela napas kesal sembari tangannya bergerak menyalakan ponsel. Sedetik kemudian, wajahnya seketika melongo beberapa saat ketika melihat kontak Alex terpampang di layar ponsel.Tring... Tring... Tring...Tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering. Rachel lantas mengangkat panggilan telepon itu dengan cepat."Halo, Baby."Suara bass yang terdengar sedikit manja menyapa riang. Hanya dari mendengar suara khas-nya saja, Rachel langsung tahu kalau itu suara Alex. Kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum lebar nan mengembang."Hmm..."Berbeda sekali dengan raut wajahnya, Rachel hanya bergumam pelan seolah enggan membalas sapaan Alex.
Dave terlihat tengah fokus membaca salinan berkas-berkas di depannya.Tok... Tok... Tok...Terdengar sebuah suara ketukan dari arah luar ruangan Dave."Masuk!"Setelah mendengar seruan Dave, seorang laki-laki muncul dari balik pintu. Merasa kedatangannya tidak dihiraukan, Fabio lantas duduk di sofa Dave."Serius banget. Udah mirip kaya yang punya perusahaan kalau lihat lo kaya gini," celetuk Fabio sambil memandangi wajah rekan kerja yang usianya sama dengannya.Dave lantas menoleh, menatap tajam ke arah Fabio."Bukannya kerja malah duduk-duduk disini. Mau gua laporin ke bokap gua, biar lo dipecat karena malas-malasan," omel Dave setengah mengancam ke Fabio."Galak banget sih lo hari ini. Enggak dapat jatah istri ya lo semalam," ledeknya sambil terkekeh.Dave melengos. Malas meladeni ledekan Fabio."Sekarang jam istirahat, Bos. Jangan kerja mulu kena
Rachel menatap lama ke sebuah tanggal pada kalender yang tengah di pegangnya. Ia baru sadar kalau bulan ini dirinya belum juga kedatangan tamu bulan. Pembalutnya yang tersimpan di box penyimpanan masih utuh. Meski sudah pernah mengandung Darrel, tetap saja kali ini dia kecolongan. "Bodoh. Kenapa kamu baru menyadarinya sekarang setelah dua bulan berlalu?" umpatnya pada diri sendiri. Rachel yakin dirinya hamil, tapi ingin memastikannya dulu sebelum memberitahukan kabar bahagia ini pada sang suami. Pagi-pagi sekali Rachel pergi ke apotek dekat rumah untuk membeli alat tes kehamilan. Begitu sampai di rumah, Dave memarahi Rachel karena pergi tanpa izin. "Darimana saja kamu? Kenapa pergi tanpa membangunkanku dulu?" cecar Dave begitu Rachel kembali. "Aku hanya pergi ke apotek dekat sini," jawab Rachel santai. "Kamu sakit?" Dave mendekat. Di sentuhnya kening dan leher istrinya bergantian dengan punggung tangannya.&nbs
Dewi yang tengah mengatur laju napasnya yang masih memburu, seketika terlonjak kaget. Ia mendongak, menatap Alex yang kini sudah terbaring di sampingnya dengan mata terpejam.Dewi mengumpat melalui tatapan matanya. Ia tidak menyangka Alex malah menyebut wanita lain saat bercinta dengannya."Jadi yang kau bayangkan saat bercinta denganku tadi itu Rachel," desis Dewi nampak tersinggung.Percuma saja Dewi berbicara, Alex sepertinya tidak mendengarkannya. Napasnya yang teratur diiringin suara dengkuran halus yang keluar dari mulut Alex, menandakan lelaki itu sudah tertidur nyenyak.Kekagumannya pada sang bos membuatnya lupa diri, berharap suatu saat Alex dapat melihat cintanya yang teramat besar. Logikanya seakan hilang, tergantikan akan keinginannya untuk memiliki Alex seutuhnya.Kini Dewi hanya bisa menyesal dan terus menyalahkan diri sendiri. Tindakan bodohnya waktu itu ternyata membuahkan hasil hingga dirinya sekarang berakhir terkurung dalam
Trauma itu akan tetap ada. Bahkan setelah berbulan-bulan lamanya Alex tak lagi mengusik rumah tangga Rachel. Wanita itu terkadang masih di dera ketakutan yang sama. Takut jika suatu hari nanti Alex datang menemui Rachel di saat lelaki itu sedang tidak waras seperti waktu itu. Bayang-bayang masa lalu dimana wanita itu mendapat perlakuan tidak menyenangkan kembali melintas seketika. Saat itu Rachel sedang bersembunyi dari kejaran Alex. Lelaki itu terlihat seperti orang gila setelah Rachel dengan tegas berterus terang ingin memutus hubungan dengannya. Wanita itu awalnya mengira dapat terbebas setelah bersembunyi. Namun Alex rupanya menemukan tempat persembunyian Rachel. "Lex, aku mau pulang. Kita bicara besok lagi ya. Sampai ketemu besok," ujar Rachel berbicara setenang mungkin. Melihat mata Alex yang mengelap seperti bukan dirinya, Rachel segera bergegas pergi. Namun wanita itu terlambat. Alex tiba-tiba meraih pergelangan tangan Rachel, menariknya
Dave menatap wajah Rachel lekat. "Kamu pernah bilang nggak sabar mau lihat anak kamu. Tapi kenapa begitu Darrel lahir, kamu jadi cuek begini?" Wajah Dave yang semula tanpa ekspresi kini malah tersenyum miring. "Anak saya? Apa kamu yakin kalau Darrel itu anak saya?" Rachel tersentak dengan pertanyaan Dave. Ia tidak menyangka Dave akan meragukan keberadaan Darrel. "Apa maksudmu, Dave?" Dave memandang wajah Rachel dengan tatapan yang sulit di artikan. "Waktu saya ke kantor kamu buat kasih surat pengunduran diri itu, Alex sempat berkata sesuatu ke saya. Soal anak itu—" Rachel seketika merasa was-was sekaligus penasaran dengan apa yang di katakan Alex ke Dave. "Lelaki itu bilang kalian berdua pernah berhubungan badan di belakang saya. Benar begitu?" tanya Dave nampak tenang. "Dave... Aku bisa jelaskan semuanya ke kamu." Sudut bibir Dave seketika tertarik ke atas. "Jadi tangis kesedihan s
Damian dan Kate terlihat terkejut setelah mendengar penuturan Cindy. Mereka tidak habis pikir dengan kelakuan anak lelakinya yang hingga kini belum terlihat juga batang hidungnya."Anak itu ya benar-benar kelakuannya. Awas saja nanti kalau sudah datang. Papah pukul kepalanya. Biar tahu rasa," sungut Damian seraya mengeleng kesal."Padahal sudah sering mamah kasih tahu. Kejadian juga. Istrinya mau lahiran, malah pergi kemana lagi tuh anak."Kate juga ikut meruntuki dengan berbagai caci maki yang ditujukan untuk Dave."Sudahlah, Pah, Mah. Mengomelnya nanti saja pas kak Dave sudah ada. Lebih baik sekarang kita berdoa semoga persalinan kak Rachel diberi kelancaran," saran Cindy menengahi.Damian dan Kate saling berpandangan untuk beberapa saat. Kemudian mengangguk. Kini mereka sudah lebih tenang. Walaupun sesekali Damian terlihat mondar-mandir di depan ruang bersalin. Sedangkan. Cindy dan Kate yang duduk bersebelahan terlihat saling menguatkan se
Entah sengaja atau tidak, Dave dengan polosnya malah bertanya pertanyaan yang membuat mamahnya semakin jengkel mendengarnya."Benar-benar ini anak ya," geram Kate sembari meremas ponsel Rachel.Tidak ingin keributan semakin meluas, Rachel pun berusaha menenangkan mertuanya."Sudahlah, Mah. Tidak apa-apa. Mamah tidak perlu cemas. Kata dokter masih seminggu lagi. Lagipula masih ada Dave yang bakal selalu jagain Rachel. Ya kan, Dave?""Hmm..."Dave berdeham sekenanya. Lelaki itu mengiyakan saja perkataan Rachel agar dapat terbebas dari amukan mamahnya.☆☆☆Rachel melirik ke arah jam di dinding yang saat ini menunjukkan pukul empat sore. Melihat hari sudah mulai senja, ia lantas bergegas menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.Walau gerakannya sudah tidak bisa segesit dulu lagi, namun ia tidak terlihat mengeluh. Wanita itu malah akan bosan kalau hanya duduk-duduk bersantai, menunggu suami pulang kerja. Untuk itu Rach
Setelah Dave berhasil melepaskan diri, lelaki itu malah bangkit dan berjalan ke luar kamar. Mata Rachel kembali berkaca-kaca ketika melihat bayang-bayang yang perlahan menghilang dari balik pintu. Rachel kembali merasa sedih saat menyadari suaminya sudah tidak tertarik lagi padanya. Semenjak kejadian malam itu, Dave benar-benar menghentikan frekuensi hubungan intim mereka. Entah mengapa lelaki itu jadi kehilangan gairahnya, seperti malam ini. Andai saja wanita itu tahu. Dave sebenarnya hampir menyentuh Rachel kembali malam ini, tapi gairah Dave mendadak padam ketika terbayang Rachel pernah di sentuh lelaki lain saat masih berstatus sebagai istrinya. Andai lelaki itu tidak teringat kata-kata Alex tempo hari, mungkin mereka tidak akan tidur di ranjang yang terpisah malam ini. ☆☆☆ Seorang lelaki berambut pirang nampak tengah berjalan memasuki kawasan poliklinik ibu dan anak di sebuah rumah sakit. Langkah kakinya mendadak berhenti saat melihat peman
Rachel tiba-tiba kembali menyinggung nama Alex saat mereka tengah makan bersama. Dave yang tengah menyendokkan makanan ke mulutnya, jadi berhenti begitu nama lelaki itu disebut. Selera makannya mendadak hilang entah kemana."Bukankah saya sudah cerita ya? Tidak dengar? Waktu itu telingamu kemana saat saya sedang bicara," ketus Dave menahan kesal.Mata hazel wanita itu mendadak berkaca-kaca mendengar nada tidak bersahabat yang keluar dari mulut suaminya."Aku tidak tahu apa saja yang Alex katakan padamu. Tapi kumohon jangan percaya apapun yang di ucapkannya. Dia itu," lirih Rachel menahan isak tangis yang ingin keluar.Suara sendok yang beradu dengan piring seketika membungkam mulut Rachel. Wanita itu berjingkat kaget mendengar suara bunyi sendok yang di lempar Dave. Entah di sengaja atau tidak, Dave tiba-tiba menaruh sendok makannya dengan kasar."Alex lagi. Alex lagi. Apa kamu tidak bisa membicarakan hal lain selain lelaki itu, Hah?"
Rachel membuka matanya, merasakan sebuah tendangan kuat di perutnya. Sontak ia mendongak sembari mengusap-usap perut besarnya."Kenapa, Sayang? Sudah lapar ya. Tunggu sebentar ya, Sayang. Kita makan sama-sama setelah menunggu papa pulang ya. Mama yakin papamu pasti sebentar lagi pulang," gumam Rachel seakan tengah berbicara dengan anak yang di kandungnya.Bayi di perutnya semakin aktif saja bergerak setiap harinya. Rachel memakan beberapa keping biskut dicampur dengan susu untuk menganjal rasa lapar. Ia tidak ingin anaknya ikut kelaparan menunggu suaminya yang tak kunjung pulang.Keinginan Rachel yang ingin makan malam bersama Dave yang menjadikan alasan wanita hamil itu tetap duduk setia di depan meja makan saat ini. Berulang kali ia menghela napas panjang setelah menyadari Dave belum juga pulang padahal hari sudah mulai petang."Sepertinya hari ini Dave lembur lagi," desah Rachel sembari menatap jam dinding.Hubungan Dave dan Rachel semakin