"Putri masih marah, Ma. Amala sudah enggak sanggup lagi. Amala hanya mencoba untuk menenangkan Putri namun dia malah marah seperti ini. Tapi, apakah keputusan yang Amala lakukan ini salah, Ma?"*"Dik, kenapa matanya sembab begitu? Dik Amala baru saja menangis, ya?" Amala segera menggeleng dan melempar senyum pada Pak Rido yang baru saja masuk kamar itu. Dia sendiri kini mencoba untuk memakai make up mencoba membuat wajahnya lebih cerah."Mau dipakai make up seberapa tebal juga kelihatan, Dik. Ada apa sebenarnya? Ayo cerita." Pak Rido menghampiri lalu berdiri di dekat Amala. Dia memegang pundak istrinya itu dengan lembut."Apa baru saja dari rumah Putri? Dia yang membuatmu seperti ini, Dik?""Enggak. Ini semua hanya masalah yang belum selesai, Mas. Aku janji, aku akan coba membuat Putri kembali seperti yang dulu.""Kenapa Dik Amala harus memikirkan masalah orang lain dengan seperti ini? Bukankah Putri memiliki orang tuanya yang bisa membantu, Dik?""Putri enggak akan marah selama itu
"Ayaaah!" Kompak. Keduanya seketika kaget dan melihat Habil yang menangis itu. Pak Rido menghela napas gusar. Amala malah tertawa.*Acara berlangsung meriah. Hari guru yang sudah lama diikuti oleh Amala ketika zaman sekolahnya dulu kini dia bisa merasakan kembali. Anak-anak terlihat begitu senang dengan berbagai perlombaan yang dilakukan oleh para gur mereka.Sekian banyak lomba yang diadakan sesama guru namun Amala sendiri hanya melihat saja. Dia tidak tertarik untuk ikut. Namun anehnya dia heran ketika melihat suaminya Pak Rido itu ikut balapan karung bersama beberapa guru lelaki lain.Ternyata Pak Rido di sekolah cukup berbeda. Dia terlihat lebih hangat dan mudah dekat dengan siapa saja. Amala baru sadar jika pantas saja banyak perempuan yang memang ingin menjadi istrinya itu."Suamimu benar-benar jiwa muda sekali, Dik Amala," ucap seorang guru pada Amala yang mendadak datang duduk di dekatnya ikut menonton. Amala terkekeh pelan. Dia memang wajar dipanggil dik seperti suaminya i
"Habil!" Amala menjerit.*"Habil keracunan manakan, Pak. Tadi kondisinya sempat drop namun sekarang sudah membaik." Dokter menjelaskan dengan begitu tenang pada Pak Rido dan Amala yang sudah begitu panik itu. Amala sendiri cukup terkejut mendengar perkataan dokter mengenai Habil yang keracunan.Bagaimana bisa?"Dok. Bagaimana bisa anak saya keracunan? Keracunan seperti apa?" Pak Rido tidak bisa langsung menerima pernyataan begitu saja. Amala beruntung. Kala Habil sedang begitu mencemaskan tadi Pak Rido baru pulang sehingga segera menghubungi seorang dokter yang dikenalnya itu untuk datang ke rumah. "Saya tidak tahu dengan pasti, Pak. Namun itu memang efek racun yang sebenarnya tidak terlalu bahaya. Hanya berakibat seperti sakit perut atau diare. Saya sudah memberikan obat pada pengasuh Habil di dalam."Pak Rido mengusap wajahnya kini. Amala sudah tidak bisa diam lagi. Dia pun segera masuk ke kamar dan melihat Habil yang kini sedang ditidurkan oleh Mona, pengasuh yang dimaksud oleh
"Saya enggak bisa, Mbak. Saya akan mencari tahu siapa otak dari semua ini. Saya janji akan menemukan pelakunya." Amala bersikeras pada dirinya sendiri.*"Ibu mau temui orang itu lagi?"Andi. Kini dia bertanya dengan nada polosnya itu pada Amala seraya melihat ke dalam restoran. Benar. Orang yang dimaksud oleh Andi tidak lain adalah Brian yang kini seperti biasa sedang duduk bersama perempuan yang terakhir Amala lihat.Terkadang Amala merasa aneh sendiri. Jika memang Brian pelakunya bagaimana mungkin Brian bahkan masih berani makan di restoran yang sama setelah Amala menemuinya berkali-kali. Amala sudah tidak paham. Namun sisi lain dia juga tidak ingin membiarkan keluarganya itu terus menjadi bahan teror dan bahkan semakin kurang ajar itu.Namun, haruskah Amala menemui Brian lagi dan menuduh tanpa ada bukti apapun? "Ibu." Andi kembali memanggil pelan. "Iya, Andi.""Andi punya ide.""Ide apa, Nak?""Bagaimana kalau Andi yang beri pelajaran sama orang itu. Dia sudah jahat pada Ibu, k
"Kanaya pasti sangat merindukan Kakaknya yang baik hati ini, kan?" tanya Putri disambut gelak tawa mereka berdua.*"Malam ini kita makan di luar, bagaimana?" Pak Rido mendadak menanyakan suatu hal yang membuat Amala merasa senang. Amala hanya ingin merayakan kembalinya persahabatan dia dan Putri sehingga kini suaminya itu mengajak dalam waktu yang tepat.Tidak ada penolakan. Pak Rido segera menghubungi Reza untuk membawa Habil ke restoran yang sudah mereka janjikan. Sementara itu, Amala mencoba untuk mempercantik dirinya dengan sebaik mungkin. Dia hanya ingin mendengar satu pujian lagi yang akan dilontarkan oleh suaminya itu padanya.Mereka tiba di sebuah restoran dengan nuansa yang begitu indah. Ada pemandangan taman yang dihiasi oleh lampu sehingga Pak Rido ternyata diam-diam sudah memilih tempat itu untuk makan bersama keluarganya.Reza sendiri datang terlambat dengan Habil. Ada hal yang membuat mereka tidak banyak bicara sehingga makan malam dengan nikmat."Bagaimana makanannya,
"Kanaya juga sempat bilang jika orang yang ingin masuk ke rumah kemarin bertubuh tinggi juga."Amala terkejut. "Jadi, itu orang yang sama?" Rasa takut kini kembali menguasai dirinya."Iya. Itu mungkin orang yang sama yang memang berniat untuk memcelakai kalian, Dik. Kita sudah tidak bisa membiarkan ini. Mau tidak mau hari ini saya akan ke kantor polisi untuk membuat laporan.""Tapi, Mas ....""Kita sudah tidak bisa mendiamkan masalah ini lagi, Dik. Ini sudah berlebihan dan bahkan membahayakan nyawa kalian. Mas tidak mau terjadi hal-hal yang menakutkan lagi di keluarga kita." Amala mengangguk kini. Dia juga tidak akan mau melarang suaminya itu untuk melakukan sesuatu. Amala sudah merasakan sendiri bagaimana rasa takut yang telah membuat pikirannya itu hancur.*"Kalau aku bertemu dengan pelakunya, aku enggak akan tinggal diam, Mal!" Putri. Kini menukas dengan begitu bersemangat. Dia memang sudah begitu kesal setelah mendengar cerita Amala beberapa hari yang lalu. Namun kini Amala ben
"Lho, Non?" Mona kian terkejut dengan sikap Amala kini. Apakah majikannya itu benar-benar begitu marah?*Beberapa paksaan terjadi. Bahkan kini, suaminya yaitu Pak Rido ikut campur. Dia hanya mendapat aduan dari Mona jika Amala menolak untuk menghubungi nomor yang baru saja menelpon tadi.Amala yakin jika itu adalah tantenya maka dia benar-benar menolak dengan keras. Namun ada hal yang bahkan Amala sendiri tidak tahu bagaimana menjelaskan itu dengan baik.Amala tahu, jika kini suaminya sedikit jengkel dengan sikapnya itu. Namun Amala benar-benar tidak ingin melanjutkan apapun."Bagaimana kalau Tanta Nisya sedang ada masalah, Dik? Apakah Dik Amala tidak berpikir ke sana? Kita bahkan sudah lama tidak mendengar kabarnya, kan?" Pak Rido mencoba berkata dengan lembut kini.Mona sendiri hanya diam memandang. Dia benar-benar terheran dengan sikap majikannya itu yang menolak keras. Amala berpikir cukup lama. Dia tahu jika mungkin sekarang tantenya itu sedang butuh dirinya. Jika tidak mana mu
"Aduh! Tantee!" Amala sukses berteriak begitu Tantenya itu memegang tepat pada kakinya yang terkilir."Ya ampun! Maafin Tante Maal!" Tante Nisya pun ikut panik kemudian.*Ada senyum mengembang terlihat kini. Pak Rido tidak berhenti menatap istrinya itu dengan rasa senang karena telah mampu bersikap lembut.Dia tahu jika Amala ada perempuan yang tidak tega. Jika memang dia bersikap keras tentu dia akan merasa luluh kembali kala merasakan hal tersebut sudah berlebihan.Amala sejenak kini melihat Pak Rido dengan kebingungan. Semenjak berbaring di ranjang tadi dia bahkan merasa jika suaminya itu terus menatapnya dengan tatapan yang membuatnya terheran sendiri."Sebenarnya Mas kenapa?" tanya Amala kemudian."Tidak. Hanya merasa senang saja karena ternyata Dik Amala bisa memaafkan Tante Nisya."Amala mendengus pelan. "Hanya karena itu? Kenapa bisa sampai begitu rupanya? Mas ini ada-ada saja.""Dik. Kalau kamu tidak bisa memaafkan Tante Nisya itu berarti kamu masih belum menerima pernikahan
Putri mendesah pelan. "Kita hanya mencoba untuk menerka, Mal. Lalu siapa lagi sekarang? Bukankah mertuamu sangat benci dengan kamu? Kamu tahu, kan?""Tapi, tapi aku enggak yakin itu perbuatan Ibunya Mas Rido, Put.""Aku tahu. Ini berat buat kamu, Mal, tapi aku hanya membicarakan hal yang mengarah ke sana. Aku harap, kamu baik-baik saja dan kamu bisa memaklumi semuanya. Oke?"Amala tidak menjawab. Dia akan membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Namun dia tetap akan memikirkan dengan apa yang sudah Putri ujarkan padanya itu."Aku harap kamu bisa percaya, Mal. Aku juga harap, kamu bisa menerima kenyataan jika itu sebenarnya benar. Sini. Biar aku saja yang antarkan ini pada Mbak Mona," ujar Putri seraya mengambil gelas minuman pada tangan Amala dan dia segera berlalu.Amala masih berdiri di tempatnya. Pikirannya bermain dengan cepat. Ada hal yang seolah membuat dirinya kian frustasi. Haruskah kembali mengatakan pada Pak Rido jika dia mencurigai ibu mertuanya sendiri?*"Orangnya tinggi,
"Tidak. Satu hal lagi. Rahmi akan segera diturunkan dari jabatan kepala sekolah.""Apa?" Amala dan Mona, kompak terkejut.*"Nilaimu sangat bagus, Amala."Bu Lusi, kini melihat lembar penilaian Amala selama masa penelitian dengan senyum senang. Ada hal yang membuat Amala ikut senang.Pak Rido telah berhasil memberikan dia ketenangan dan kini dia berhasil meraih nilai yang sudah dia inginkan itu."Bu, kapan saya akan segera ikut sidang?""Urus saja semua syaratnya, ya. Jadwal akan turun dalam dua Minggu ini."Amala terlonjak senang. "Ibu benarkah?"Bu Lusi mengangguk pasti. "Iya. Selamat, ya. Akhirnya kamu akan sidang juga. Kamu hanya perlu revisi sedikit lagi dan kamu akan mendapatkan yang selama ini kamu lakukan. Oke?"Amala mengangguk pasti. Dia pun segera pamit pada Bu Lusi tidak lupa segera mengabari Putri terkait dirinya itu. Ada hal yang membuat sahabatnya itu ikut bergembira sekarang.Putri memang sedang berada di kampus. Dia mencoba melupakan hatinya yang pernah sakit dan kini
"Masih untung saya menerima kamu di sekolah ini! Kamu masih banyak tanya, hah! Kalau kamu saya tolak, nilai segini saja kamu tidak akan punya! Anak kemarin sore so-soan mau mengajari saya! Tidak tahu malu!"Amala bergeming. Dia tidak sadar kini, mengepal kedua tangannya dengan kuat. Gemetar."Keluar!"Amala tidak bisa lagi mempermalukan dirinya. Dia segera keluar. Ada isak tangis yang akan pecah namun sebisa mungkin berusaha menahan diri.Dia tidak lekas menemui Pak Rido suaminya itu selain kini segera ke toilet. Duduk di sana mencoba melepaskan semua hal yang membuatnya terpikat.Amala terkadang kian heran, apa yang sebenarnya Rahmi itu inginkan padanya. Bukankah seharusnya masalah pribadi tidak dikaitkan dengan hal yang ingin dia capai sekarang? Bagaimana bisa dia menjelaskan pada dosennya terkait nilai yang begitu buruk diberikan oleh pihak sekolah.Amala hanya takut, jika orang kampus juga akan mengira dia melakukan suatu hal yang jahat di sekolah ini, meskipun kenyataan Amala sam
"Pepes ikannya enak lho, Bu. Ayah emang pintar masak, hehe!" Dia terkekeh lucu di sana yang semakin membuat Amala merasa trenyuh, sedih dan kasian karena Kanaya harus ikut dalam masalah ini.*Amala memandang lekat anak-anak dengan tatapan yang sedih. Hari ini, dia tidak bisa percaya adalah hari terakhir bertemu dan mengajar anak-anak di kelas lima itu.Ada hal puas yang hinggap dalam hatinya. Dia puas dan senang karena bisa mengajar walaupun hanya sebentar. Dia juga merasa puas karena berhasil menjadi seorang pendidik yang mereka inginkan. Meskipun kini amala akan merasa sedih karena harus meninggalkan mereka karena telah selesai masa penelitiannya itu.Dia hanya melepas anak-anak dengan berpelukan hangat. Amala bahkan sengaja tidak mengatakan apapun pada mereka terkait dirinya yang tidak akan pernah masuk lagi ke kelas lima itu, namun begitu kelas telah usai, seperti biasa hanya Andi yang tertinggal, Amala pun berniat untuk mengatakan padanya saja."Andi harus menjadi anak yang puny
"Mas, ada apa?""Mas hanya ingin memeluk istrinya Mas sekarang. Apa boleh?""Kenapa mendadak seperti ini, Mas? Apa ada yang Mas pikirkan?" Amala sebenarnya sudah tahu apa yang membuat suaminya itu terlihat berbeda kini. Namun dia tidak lekas mengatakannya dengan segera.Pak Rido menyudadi dekapannya kemudian menatap Amala cukup lama. Lama sekali, hingga Amala merasa malu sendiri."Ada apa, Mas?""Dik Amala sudah menerima saya, kan?""Tentu. Kenapa Mas masih bertanya?""Bolehkah jika saya meminta Dik Amala untuk mencintai sepenuh hati Dik Amala? Apakah ada seseorang yang lain dalam hati Dik Amala sekarang?"Amala tidak berkata kini. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh suaminya sekarang? Haruskah dia mengatakan jika itu adalah suatu hal yang sebenarnya besar.Amala tahu, jika sekarang Pak Rido sedang cemburu pada Adlan."Kenapa Mas enggak beritahu saya kalau sudah pernah bertemu dengan Adlan?" Amala mengalihkan pembicaraan kini."Kenapa Dik Amala harus bertanya hal itu?""Mas cemburu pa
"Amal, kamu kenapa mendadak takut begini?" Adlan menukas cepat. Amala terhenyak. Diam seketika.*Mobil kini bergerak perlahan. Masih tidak ada kata yang keluar dari bibir Amala semenjak pergi. Pak Rido sendiri sejenak menoleh dan melihat dengan harap-harap cemas. Ada beberapa hal yang bermain dalam benaknya itu namun tidak segera ingin mengungkapkan cepat.Pak Rido tahu jika kini ada hal yang tidak beres sedang dipikirkan oleh istrinya itu.Amala tidak banyak berkomentar apapun. Dia hanya tidak ingin memperpanjang masalah yang ada."Dik, kamu kenapa diam saja?""Enggak, Mas. Cuma memikirkan masalah Kanaya saja.""Tidak apa. Kanaya sudah membaik, kok. Dik Amala tidak perlu terlalu cemas, ya."Amala mengangguk tersenyum. Dia tidak mengatakan apapun lagi selain kembali diam. Dia hanya berharap suaminya itu tidak terlalu menggubris apa yang sudah Adlan katakan sejak tadi.*"Ibu Amala!" Kanaya, gadis kecil itu kini berlabuh dalam dekapan Kanaya. Tidak ada kata yang keluar darinya setel
"Amala, kamu tahu kapan waktunya."Rahmi, berujar tajam dan menatap dengan tatapan penuh kebencian.*Makanan cukup menggugah selera, belum lagi dengan rasa lapar yang sudah menghadang, Amala, dan suaminya Pak Rido kini menikmati hidangan makan siang mereka dengan nyaman.Amala tahu, sedari tadi menikmati makanannya itu dia terus merasa jika Pak Rido terus menatap dengan hikmat. Tidak ada yang keluar namun Amala hanya terkekeh sejenak."Apa yang Mas lihat?" Dia bertanya kemudian."Tidak. Hanya ingin memastikan Dik Amala menikmati makan siang ini. Enak, kan?""Iya. Kenapa Mas enggak pernah mengajak saya ke sini, ya?""Hehe. Maaf ya, Dik. Mas tidak bisa pulang dengan begitu cepat.""Haha, kenapa Mas menanggapi serius? Saya hanya bercanda. Saya tahu kok, Mas pasti sangat sibuk sekali, kan?""Tidak. Mas tahu kok Dik Amala juga sekalian curhat."Amala kini tertawa kemudian.Keduanya terus larut dalam pembicaraan mengenai mengajar Amala, hingga kemudian penuturan mereka sejenak terputus ket
"Ada satu orang lagi yang harus saya temui, Dik."Amala menoleh cepat. "Siapa, Mas?""Dik Amala tidak perlu memikirkan hal itu sekarang. Besok, Dik Amala akan kembali ke sekolah, kan? Lebih baik pikirkan hal apa yang Dik Amala perlukan untuk besok mengajar. Oke?" Pak Rido berkata seraya membelai lembut wajah istrinya itu.Amala bahkan baru teringat jika besok dia sudah harus masuk sekolah kembali. Dia memiliki kesempatan dua Minggu lagi untuk selesai penelitian Hinga harus kembali ke kampus.Ada beberapa hal yang membuatnya berpikir bahwa dia memang tidak pernah mengira akan secepat itu selesai."Dik Amala pasti sudah merindukan anak-anak, kan?""Iya. Aku sangat rindu mereka Mas. Besok, walaupun kaki saya masih belum sempurna sembuh saya akan tetap datang. Saya ingin segera menyelesaikan kuliah ini.""Bagus. Lalu, Dik Amala tidak perlu memikirkan hal yang sama sekali tidak penting itu. Oke?"Amala mengangguk pasti. Siapapun orang yang berpikir buruk terhadapnya itu dia akan berharap j
"Saya Rido, suami Amala. Bisa kita bicara sebentar?" Adlan bergeming."Bicara apa? Saya sedang begitu sibuk karena kebetulan hari ini saya yang bertugas untuk berdiri di kasir, jadi ....""Nak. Hanya bicara sebentar saja." Pak Rido menukas cepat. Adlan sukses menegang mendengarkan panggilan nak yang keluar dari mulut suami Amala itu.Adlan kemudian tersenyum ketus. Merasa cukup rendah di hadapan lelaki yang sudah lama ingin dilihat olehnya."Bisa bicarakan di sini saja, Pak Rido?" Adlan bertanya dengan nada menyindir kini."Baiklah." Pak Rido membuang napas gusar. "Apa yang sudah kamu katakan pada Amala kemarin?"Adlan terkejut. "Apa maksud, Pak Rido?""Nak, tolong jangan bertele-tele. Kamu tahu, kamu sudah menganggu kenyamanan rumah tangga saya dengan istri saya."Adlan mendadak tertawa kini. "Pak Rido menyalahkan saya dengan masalah keluarga Bapak sendiri? Seharusnya Bapak yang instrospeksi diri untuk melihat sebenarnya apa yang sedang terjadi. Kenapa datang kemari dan menyalahkan