Beberapa minggu berlalu, dan tidak terasa usia kandungan Ara sudah memasuki usia empat bulan.Beruntungnya Ara tidak mengalami ngidam seperti wanita hamil pada umumnya, dan di usia kandungannya sekarang nafsu makan Ara meningkat, membuat perutnya terlihat lebih besar dari ukuran normal wanita hamil empat bulan.Tentu saja Ara masih tinggal bersama dengan Rehan dan juga sang suami.Meskipun beberapa saat lalu, hampir saja Ara mengikuti Joan kembali ke kota.Namun, tiba-tiba kakek Janned melarangnya. Takut perubahan besar yang Joan buktinya hanyalah sebuah sandiwara.Hingga kakek Janned yang sering menghubungi Ara, memberitahu semuanya jika ia telah lama mengetahui keberadaannya dan juga Joan, bukan hanya itu. Kakek Janned juga sudah berterus terang jika finansial yang tidak pernah ada habisnya dari Rehan, tidak lain dan tidak bukan kakek Janned yang memberikannya.Dan kakek Janned meminta Ara untuk tetap tinggal di kota tersebut bersama Joan dan juga Rehan.Tentu saja karena seringnya
Hujan di pagi hati semakin lebat, membuat orang normal pada umumnya merasakan dingin hingga menusuk tulang.Tapi tidak dengan sepasang suami istri yang sedang menikmati aktivitas panas diatas tempat tidur.Dimana keduanya sedang beradu peluh, seiringan dengan intensitas aktivitas panas yang semakin lama semakin membuat keduanya terlarut dalam kenikmatan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata."Aku– emmm." Ara tidak jadi meneruskan ucapannya, bingung ingin mengatakan apa untuk mendeskripsikan rasa nikmat yang luar biasa.Dan baru kali ini Ara merasakan rasa nikmat yang luar biasa dari dalam tubuhnya, meskipun ini yang kedua kalinya ada benda tumpul masuk ke dalam daerah sensitifnya.Mungkin karena aktivitas yang sedang ia lakukan saat ini dengan Joan tanpa paksaan, dan dengan sadar Ara melakukannya, setelah beberapa saat lalu Joan meminta haknya sebagai suami.Dan Ara yang sudah menaruh hati pada Joan suaminya tersebut, tidak menolak ajakannya.Yang ada Ara penasaran dengan permi
"Aww!" Ara memekik ketika tubuhnya di dorong oleh Rehan keatas tempat tidur."Harusnya sudah sejak lama aku melakukan ini padamu, Ra. Agar kamu hanya menjadi milikku!"Ara tidak memperdulikan apa yang Rehan katakan, ia bingung melihat pria tersebut melepas dan melempar kaos yang dikenakannya.Setelahnya Ara beranjak dari tempat tidur, merasa tidak beres dengan Rehan yang mulai mendekat dengan tatapan tajam."Kak, apa yang Kak Rehan lakukan. Lepas!" teriak Ara, saat salah satu tangannya di cekal oleh Rehan."Aku bisa berbuat jahat padamu, Ra. Karena aku tidak suka, kamu bersama dengan pria itu paham!""Kak!" teriak Ara, karena kembali lagi Rehan mendorong tubuhnya dan jatuh kembali diatas kasur. "Kak, apa-apaan ini." Ara mendorong tubuh Rehan yang memaksanya untuk berbaring."Kamu hanya milikku, Ra.""Jo, tolong!" teriak Ara memanggil nama Joan sang suami. "Berisik!" seru Rehan, dengan satu tangannya mencengkram rahang Ara.Hingga gadis tersebut tidak bisa mengatakan apa pun.Namun, A
Ara, Joan dan juga kakek Janned duduk di kursi yang ada di ruang tamu.Kakek Janned mengukir senyum, melihat Joan terus mengenggam satu tangan Ara di bawah sana.Dan kakek Janned baru yakin, jika cucunya tersebut memang telah berubah seperti apa yang selalu Ara katakan saat menghubunginya."Kakek ingin bicara pada kalian,""Jika tidak penting tidak usah Kek." sahut Joan."Dengarkan dulu apa yang akan kakek katakan bodoh!""Paling kakek ingin bilang untuk kami ikut kembali ke kota."Kakek Janned menautkan keningnya mendengar apa yang Joan katakan, bingung kenapa cucunya tersebut tahu, jika memang itu yang ingin kakek Janned katakan.Setelah berpikir matang, sepertinya kakek Janned tidak akan membiarkan Ara dan juga Joan tinggal di kota tersebut.Takut Rehan berbuat yang tidak-tidak pada keduanya.Terlebih lagi kandungan Ara semakin besar, dan kakek Janned tidak akan membiarkan gadis tersebut lelah jika tetap tinggal di rumah tersebut, karena Ara menolak untuk mempekerjakan asisten rum
Ara benar-benar di buat kuwalahan karena sentuhan memabukkan sang suami. Dimana Joan terus menanam jagung, itu yang tadi kakek Janned katakan pada Ara.Dan Ara sekarang tahu, apa yang di maksud menanam jagung."Terima kasih, sayang." ucap Joan tak lupa mencium kening Ara.Setelah ia mendapatkan apa yang ia inginkan di pagi hari yang membuatnya malas.Namun, sepertinya Joan tidak lagi merasa malas, dan itu karena Ara sang istri yang bisa membuatnya menikmati kenikmatan yang tiada tara.Ara yang masih merasakan sisa-sisa kenikmatan yang Joan berikan. Menatap pada sang suami dan menautkan keningnya, dimana Joan masih mengungkung tubuhnya. "Sayang?" tanya Ara untuk menimpali ucapan Joan. Ia tidak salah dengar 'kan? Jika Joan memanggilnya sayang?"Ya sayang, apa aku tidak boleh memanggil kamu sayang?"Pertanyaan Joan langsung mendapat anggukkan kepala dari Ara, entah mengapa ia menyukai jika Joan memanggilnya sayang.Membuatnya merasa sangat dicintai oleh sang suami. "Apa aku boleh mema
"Jo...""Vio."Dua orang yang pernah bersama dalam ikatan kekasih, saling pandang dengan pikirannya masing-masing.Violet yang memang sengaja meninggalkan Joan, merasa tidak enak bertemu dengan pria yang dulu pernah ia cintai.Padahal ia telah mencoba untuk menghindari Joan, yang Violet tahu masih terus mencari keberadaannya.Joan yang masih menatap Violet, tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi.Setelah susah payah Joan melupakan Violet, kini tiba-tiba ia bertemu lagi dengan Violet.Joan kembali mengingat saat Violet memutus hubungan kasih dengannya, dan juga menghilang bak di telan bumi.Yang membuat dirinya benar-benar hancur. "Vio, ke mana saja kamu selama ini?" tanya Joan dengan spontan.Namun, Violet tidak ingin menjawab pertanyaan dari Joan. Yang ada mengulurkan satu tangannya untuk menjabat tangan Joan. "Lama kita tidak bertemu, Jo. Bagaimana kabarmu?" tanya Violet untuk mencairkan suasana, karena sepertinya Joan tidak baik-baik saja.Tentu saja Joan tidak baik-baik saja,
Zack hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Joan yang belum lama tiba di kantor setelah bertemu dengan Mister Paul dan juga Violet. Menyapu bersih benda-benda yang berada diatas meja kerjanya."Arghhhhhh!" teriak Joan untuk mengekspresikan perasaannya saat ini."Sekalian saja balikin itu meja." sindir Zack."Diam kau!""Lagian seperti ini ngapain Jo... Jo... Vio masa lalumu, jangan bodoh kau!" seru Zack, tahu apa yang Joan lakukan saat ini karena Violet.Joan tidak ingin menanggapi ucapan Zack, ia memilih menjatuhkan bokongnya diatas kursi kerjanya."Jadi Vio meninggalkan aku demi pria lain.""Itu kamu tahu Jo," "Tega sekali dia melakukan ini padaku, Zack. Aku masing mengingat apa yang dia katakan padaku, tidak akan pernah meninggalkanku sampai kapan pun.""Ya ampun Jo, kamu memang bodoh!" sahut Zack. "Kamu kira ucapan seseorang bisa si pegang? Tidak bodoh!"Jaon menatap pada Zack dengan tatapan kesal karena sahabatnya tersebut terus mengatakan kata bodoh. "Kamu yang bodoh!""Te
Herman yang ingin mengejar Ara langsung mengurungkan niatnya, melihat anak tirinya itu berhenti berlari.Lalu Herman menautkan keningnya, melihat seorang pria berdiri di depan Ara."Sayang, kamu..." ucap Ara yang berdiri diambang pintu melihat kehadiran Joan sang suami. "Tolong aku sayang," Ara segera memeluk tubuh Joan."Tenanglah, Zack bisa mengatasi pria itu. Apa pria itu ayah tirimu?" tanya Joan dengan kedua tangannya balik memeluk tubuh sang istri. Ara menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan sang suami. "Aku takut sayang,""Ada aku disini, kamu tidak perlu takut." ucap Joan. "Zack, hajar pria itu!"Zack segera mengikuti perintah Joan, dan langsung masuk ke dalam rumah untuk menghajar Herman.Ara melepas pelukannya, ketika melihat bibi Miu sudah duduk di kursi yang ada di teras rumahnya, dengan luka lebam di keningnya."Aku dan juga Zack menemukan bibi di pinggir jalan, sayang." jelas Joan."Jangan-jangan Herman yang melakukan ini.""Iya Nona, ayah tiri Nona itu memukul
Bahagia dan juga sedih bercampur jadi satu, itu yang sedang Joan rasakan sekarang.Bahagia karena ia akhirnya bisa melihat bayi kembarnya yang begitu sehat dan juga sempurna.Dan sedih, karena satu hari setelah Ara melahirkan secara caesar, istrinya itu belum juga sadarkan diri. Setelah dinyatakan koma beberapa jam setelah menjalani operasi caesar.Joan ditemani ibu mertuanya, menyaksikan kedua bayi kembarnya yang berjenis kelamin laki-laki, sedang di beri susu oleh perawat yang menjaga keduanya di sebuah ruang perawatan yang telah ia siapkan jauh hari, bukan hanya untuk kedua bayinya, tapi juga dengan Ara.Namun, hanya dua bayi kembarnya yang berada di ruang perawatan tersebut.Karena Ara masih berada di ruang ICU."Silakan jika Tuan ingin mencoba memberi susu pada bayi Tuan." kata perawat.Tentu saja Joan segera mengambil botol susu yang berada di tangan perawat tersebut.Dan dengan arahan perawat tersebut, Joan bisa memberi susu pada kedua putranya.Padahal Joan dan juga Ara telah
Dalam situasi panik, Joan menepuk-nepuk pipi sang istri yang tidak sadarkan diri. Saat sudah berada di dalam mobil untuk membawa Ara ke rumah sakit."Sayang bangunlah." dengan penuh kecemasan, Joan terus menepuk pipi Ara. Berharap istrinya tersebut segera sadar. "Aku mohon, jangan buat aku panik seperti ini sayang."Tetap saja Ara tidak merespon perkataan Joan."Pak! Bisa nyetir tidak hah?! Cepat bodoh!" seru Joan pada supir kantor yang sedang mengendarai mobilnya."Sayang, bicara yang sopan." suara Ara begitu pelan.Tapi terdengar di kedua telinga Jaon, membuatnya segera menatap wajah sang istri yang sudah berada di pangkuannya."Sayang, kamu sudah sadar?"Disaat perutnya semakin mules, Ara masih sempat tersenyum pada sang suami."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Joan sambil meraup kedua pipi sang istri. "Sayang!" kini Joan berteriak, melihat sang istri kembali tidak sadarkan diri.Panik, gelisah, cemas semua bercampur menjadi satu. Setelah Joan berada di rumah sakit, dan sang ist
Zazi menatap pada Zack sambil memicingkan matanya, setelah mendengar pernyataannya.Karena pernyataan Zack barusan, bagi Zazi seolah-oleh memandang jelek profesi pria yang ia cintai."Kenapa memang dengan dia yang berprofesi sebagai photografer? Kamu pikir pekerjaannya tidak benar, begitu?""Bukan bermaksud seperti itu, tapi...""Sudahlah Zack, aku tahu apa yang ingin kamu katakan." Zazi memotong perkataan dari Zack. "Kamu pasti ingin bicara yang tidak-tidak mengenai pekerjaan Rehan. Tapi, harus kamu ketahui, dia bekerja secara profesional. Dan sekarang hentikan mobilnya!"Namun, Zack tidak mendengar perintah dari Zazi dan terus mengendarai mobil."Zack, aku bilang berhenti!" seru Zazi.Dan kali ini Zack mengikuti perintahnya, dan menghetikan laju mobilnya saat sudah ia tepikan di pinggir jalan."Turun dari mobilku!"Zack menatap pada Zazi seteleh mendengar apa yang diperintahkannya."Buruan turun, ngapain malah liatin aku. Aku ingin pergi menemui Rehan,"Tanpa berpikir lagi, setelah
"Sialan!" Rehan mengumpat, dan satu tangannya ia pukulkan ke setir pengemudi.Ketika ia tidak bisa mengejar mobil yang Joan dan juga Ara naiki.Karena dengan begitu, Rehan gagal membuat rekayasa kecelakaan yang sudah ia susun rapi di otaknya."Ini belum saatnya, tapi lihat saja nanti. Aku akan mambuat kalian hancur sehancur hancurnya," kata Rehan.Pria baik yang menjelma menjadi iblis, hanya karena sakit hati.Joan menurunkan laju kecepatan mobil yang di kendarainya.Setelah tadi ia merasa curiga, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya.Tapi mobil itu tidak lagi terlihat dari kaca spion mobilnya."Sayang, sebenarnya ada apa sih?" tanya Ara penasaran.Setelah suaminya tersebut memelankan laju mobilnya.Padahal belum lama sang suami mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Apa lagi Joan terus menoleh pada Spion mobilnya di luar sana.Joan menoleh sekilas pada sang istri, tidak lupa mengukir senyum. "Tidak apa-apa sayang."Tentu saja Joan tidak ingin mengatakan pada sang
"Re... Rehan?" tanya Ara untuk memastikan apa yang baru saja ia dengar tidak salah.Jika Zazi sedang jatuh cinta pada pria yang bernama Rehan."Iya, Ra. Nih aku tunjukin foto orangnya, lebih ganteng tahu dari pada Zack."Zazi yang masih menyetir menunjukan foto pria yang ia cintai, di dalam galeri ponselnya."Dia seorang photografer profesional, Ra. Dan itu mengapa, sekarang aku juga tertarik dengan dunia foto." jelas Zazi.Ara masih menatap foto pria yang Zazi cintai, dan ternyata pria tersebut bukan Rehan yang Ara kenal."Ganteng bukan? Zack mah lewat.""Yakin kamu jatuh cinta padanya?""Yakin dong,""Apa dia juga mencintaimu?""Kalau itu aku kurang tahu, Ra. Aku belum mengungkapkan perasaanku padanya, tapi kalau di lihat-lihat dia juga memiliki perasaan padaku.""Bagaimana kamu tahu?""Aku dan dia beberapa kali pergi makan malam bersama, dan dia begitu perhatian padaku.""Hanya itu?""Iya,""Tapi, bagaimana jika dia tidak mencintaimu?""Aku yakin dia mencintaiku Ra,""Seandainya ti
Pria tersebut kini menaruh secarik kertas diatas meja, lalu beranjak dari duduknya. "Jika kamu ingin menerima tawaran kerja sama untuk menghancurkan mereka. Hubungi aku di nomor itu,"Vio mengambil secarik kerja yang bertuliskan angka nomor ponsel. "Tunggu!" perintah Vio menghentikan pria tersebut yang baru saja beranjak dari duduknya dan mungkin saja akan meninggalkannya. "Siapa namamu?" tanya Vio pada pria tersebut yang begitu asing baginya."Rehan." jawab singkat pria tersebut, dan langsung melangkah meninggalkan dimana Vio berada.Kedua bola mata Vio terus mengikuti pria tersebut keluar dari dalam kafe. "Rehan, ada dendam apa pria itu ri pada Joan dan juga Ara?" tanya Vio penasaran.Tapi setelahnya Vio mengukir senyum, karena akhirnya ia bisa menemukan orang yang sama-sama ingin menghancurkan rumah tangga Joan dan juga Ara. Namun, setelah itu senyum Vio memudar ketika melihat kedua sahabatnya baru masuk ke dalam kafe dan menuju dimana ia berada."Sorry Vio, kita telat sampai si
Setelah badai berlalu, rumah tangga Ara dan juga Joan semakin romantis.Saking romantisnya, akhir-akhir ini Joan memilih bekerja dari rumah.Apalagi persalinan Ara mulai dekat, membuat Joan ingin terus berada di samping sang istri.Takut tiba-tiba Ara mengalami kontraksi.Joan tersenyum melihat Ara masuk ke dalam ruang kerjanya, yang berada di rumah. "Ada apa sayang? Katakan saja jika kamu ingin sesuatu. Aku akan membuatkannya untukmu." tanyanya, karena belakangan ini Joan begitu aktif memasak makanan yang sang istri inginkan, meskipun dengan di bantu bibi Miu.Joan kini memeluk pinggang Ara dari samping, saat istrinya tersebut telah berada di dekatnya. Tak lupa mencium perut Ara."Atau kamu pegal, jika iya. Aku akan memijat kaki kamu, sayang."Ara hanya tersenyum mendengar ucapan Joan, yang sudah menjadi suami siaga. Karena hampir setiap hari, Joan memijat sang istri, sebelum tidur. Seolah tahu apa yang sang istri rasakan saat mengandung bayi kembar.Joan kini beranjak dari duduknya
"Jaon tidak pernah tidur dengan Vio, Ra." jelas Zazi.Ketika keduanya sedang duduk di bangku tanam, spot favorit Ara ketika berada di rumah.Hamparan berbagai bunga di taman tersebut dan juga udara sejuk yang Ara hirup, membuatnya merasa lebih baik. Hingga ia bisa menghentikan tangisnya.Apalagi ia baru saja mendengar cerita Zazi mengenai sang suami."Jadi jangan marah pada Joan, Ra."Ara menoleh pada Zazi yang duduk tepat di sampingnya. "Apa aku harus memaafkannya? Meskipun mereka tidak tidur bersama, tapi mereka bercumbu, Zi."Tentu saja Ara merasa apa yang dilakukan sang suami tidak benar."Aku rasa Joan hanya terbawa suasana.""Dan itu artinya, dia masih memiliki perasaan pada Vio.""Terus, kamu ingin membiarkan suamimu itu kembali pada Vio?"Ara menghembuskan nafasnya kasar, dan memilih diam. Jujur bagi Ara, meskipun tadi ia meminta bercerai, tapi itu hanya perkataan spontan yang keluar dari mulutnya, karena emosi sesaat.Mengingat lagi, seluruh cintanya telah ia berikan pada Jo
Joan menatap pada Ara, setelah mendengar apa yang dikatakan olehnya. "Coba katakan lagi!" pintanya."Ceraikan aku." ucap Ara lagi, dan derai air mata masih terus membasahi kedua pipinya.Menyadari kehadirannya dalam kehidupan Joan, tidak di harapkan."Dan kamu bisa bersama dengan Vio."Jaon memegang kedua lengan sang istri, setelah melempar ponsel Ara yang terdapat foto dirinya dan juga Vio.Dan Joan benar-benar tidak mengerti kenapa Vio mengambil foto diam-diam tanpa sepengetahuannya."Apa kamu tidak ingin mendengar penjelasan dariku, Ra?""Tidak ada yang perlu di jelaskan," "Aku suamimu, Ra. Kenapa kamu percaya pada ucapan orang lain, tanpa mau mendengar penjelasan suamimu ini?"Ara tidak ingin menanggapi ucapan dari Joan, dan masih terus menangis."Aku bersumpah atas nama Tuhan, jika aku tidak pernah sama sekali tidur dengan Vio." jelas Joan, meskipun sang Isrti tidak ingin mendengar penjelasannya.Namun, Joan tidak ingin Ara semakin salah paham.Joan berpikir berkata jujur untuk