Washington DC Tuan Steven menggelengkan kepala, setelah menelpon Dave tadi. Pria paruh baya itu rasanya sangat gemas saat mendengar ucapan keras kepala putranya itu. "Dasar anak tidak berbakti, selalu saja menolak untuk kencan buta yang aku rencanakan, sepertinya aku harus pulang dan membujuknya secara langsung," geram tuan Steven Sembari mengepalkan kedua tangannya. Seorang wanita muda pun datang menghampiri, dia bernama Luna yang di kenal sebagai seorang model ternama. "Selamat siang om, lihat ayah menyuruhku untuk membawakan makanan kesukaan om," kata Luna seraya memberikan sebuah paper bag berwarna hitam yang berisi hamburger. Tuan Steven pun terlihat senang, saat melihat wanita yang akan dia jodohkan dengan Dave pilihannya itu, yang berlatar belakang setara, sama-sama pebisnis."Luna, ayahmu sangat perhatian. Apakah dia tidak ikut denganmu?" tanya tuan Steven, lalu menerima makanan itu. "Tidak om, ayah bilang masih ada pekerjaan jadi menyuruh aku. Untuk menyatakan bagaimana
Keesokan harinya, Freya yang sudah cantik dan berpenampilan rapih. Ia bersiap untuk memulai memasuki kerja lagi setelah mengambil cuti melahirkan yang cukup lama. "Ansel masih tidur bagaimana ini? aku tidak punya banyak waktu, mana Mas Damian sudah berangkat duluan lagi," Freya bingung. Tapi tiba-tiba saja terdengar suara bel rumah yang berbunyi, membuat Freya terbuyar dari pemikirannya. Karena penasaran siapa yang datang pagi-pagi ke rumahnya. Wanita cantik itu pun bergegas untuk segera membukakan pintu. Klek Pintu terbuka, terlihat seorang wanita paruh baya berseragam hitam putih yang tengah berdiri sembari memegangi tas di tangannya. Freya yang merasa tidak kenal kini melontarkan beberapa pertanyaan. "Maaf, anda siapa?" tanya Freya menatap penuh selidik. "Selamat pagi nyonya, apakah benar ini rumah nona Freya? kenalkan nama saya bi Marni saya di perintahkan oleh tuan Damian untuk menemui nyonya dan membahas tentang pengasuh anak," jawab wanita itu. Freya terkejut, saat baru m
"Singkirkan tangan kotormu itu!" Hardik Dave menatap tajam kepada wartawan pria yang tengah menahan lengan Freya. Freya terkejut, begitu juga dengan semua orang yang ada di sana. Melihat raut wajah Dave yang begitu menakutkan membuat wartawan itu pun segera menarik tangannya dengan cepat. Lalu meminta maaf pada Freya dan juga Dave. "Ma-maafkan saya tuan, saya tidak sengaja. Kami perwakilan dari beberapa media televisi hanya ingin mencari berita saja tentang nona Freya dan desainnya yang cukup menarik perhatian sampai menembus festival internasional." Wartawan pria itu berusaha membela diri atas sikapnya yang begitu tidak sopan pada Freya. Dave tidak menggubris perkataan wartawan pria yang sudah membuatnya sangat marah, dengan cepatnya ia mengengam tangan Freya lalu membawa masuk. "Leo! kau atasi mereka," Perintah Dave dengan nada kesal dan meninggi. "Baik tuan," Leo mengangguk patuh, lalu mengatasi semua wartawan yang sudah menunggu dari pagi untuk mencari berita tentang Alexander
"Khatrine! kamu dari mana saja? apa kamu tahu dari tadi aku mencarimu?" Hellian bertanya dengan nada tinggi seraya menatap tajam pada sang kekasih yang baru saja datang. Wanita berpenampilan sexy itu pun terdiam, lalu menyergitkan dahi. Saat mendapati ruangan yang terlihat berantakan seperti kapal pecah. "Aku habis menghirup udara segar di luar, memangnya kenapa tidak boleh? kamu ini juga kenapa berteriak seperti itu kepadaku." Jawab Khatrine melontar balikan pertanyaan pada Hellian seraya memutar kedua mata malasnya. Hellian merasa sikap Khatrine terlihat aneh tidak seperti biasanya, yang selalu manja atau pun selalu merayunya. "Tentu saja aku sangat keberatan, pertama kau adalah pacarku. Kemana pun kamu pergi harunya kamu bilang mau kemana. Dan yang kedua kamu ini adalah desainer senior di perusahaan, jadi setidaknya carilah inspirasi baru untuk meluncurkan produk Fashion terbaik untuk perusahaan ini," Hellian mengungkapkan kekecewaan dalam hatinya. Tapi Khatrine malah tidak men
Ketika Freya masih menatap sepasang sepatu yang ada di bawah meja, tiba-tiba saja Dave yang baru saja selesai mengangkat telpon dari sang ayah. Kini ia terkejut saat mendapati Freya sedang berada di bawah meja. "Freya! kamu sedang apa?" tanya Dave yang baru datang. Freya terkejut saat bosnya sudah kembali. Dengan cepatnya wanita cantik itu pun segera berdiri, dan menjawab dengan nada yang terbata-bata. "Tadi kainnya terjatuh tuan, jadi bagaimana apa kita bisa lanjut lagi membahas untuk kain bahan bakunya?" Freya sengaja mengalihkan perhatian. Dave yang tidak merasa curiga dengan sikap Freya, ia terpaksa harus meminta maaf karena meeting mereka berdua harus di tunda dulu, karena ada hal penting yang harus ia tangani lebih dulu. "Freya! aku ada pertemuan penting dengan beberapa kolegaku. Jadi mungkin kita besok lanjutkan lagi diskusi pemilihan kainnya. Kamu tidak papa kan?" "Tidak papa ko tuan, saya akan mematuhi apa pun perintah tuan saja." Freya setuju, dan dia begitu memaklumi j
Waktu terus berlalu, hingga tak terasa sudah malam. Freya yang baru saja membujuk kini perlahan mulai menidurkan Ansel ke tempat tidur dengan sangat pelan. Agar putra kesayangannya itu tidak terbangun lagi. "Tidur yang lelap jagoan mamy," Freya mengecup pipi gembul Ansel, ada rasa sedih di dalam hatinya. Mengingat Ansel yang tidak henti-hentinya menangis memanggil sang ayah.Hal itu pun membuat Freya sedikit kesal, karena sampai saat ini Damian masih belum pulang juga. Karena tidak ingin Ansel terbangun lagi Freya berjalan ke arah balkon kamar, lalu mencoba untuk menelpon suaminya. Drrrtttt.....drttttBeberapa kali Freya mencoba untuk menghubungi sang suami, akan tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Sampai membuatnya sedikit kesal dan marah. "Mas Damian kemana sih? kenapa dia tidak mengangkat telponku. Setidaknya kalau telat pulang Kabari aku. Apa dia tidak tahu. Kalau Ansel sangat merindukannya," Freya mengerutu setelah menelpon Damian hampir sampai sepuluh kali. Namun nihil tida
Rumah Sakit Medika HarapanSetelah Dokter keluar dari ruang UGD, Dave yang dari tadi sudah menunggu. Kini lelaki tampan berperawakan tinggi itu segera beranjak dari kursi tunggu. Lalu segera menghampiri dan mencecar beberapa pertanyaan. "Dokter! bagaimana keadaan ayah saya?" tanya Dave menatap tajam pada pria paruh baya berjas putih itu. Luna yang tak mau kalah, ia juga ikut menghampiri dan bertanya juga. Tepat di depan Dave. "Iya Dokter, bagaimana keadaan om Steven? tolong berikan perawatan yang sangat baik untuknya." Sambung Luna. Berharap jika Dave melihat ketulusan dan kepeduliannya. Dokter Harun menghela nafas panjang, lalu mulai menjawab pertanyaan Dave dan juga Luna. "Pasien mengalami serangan jantung ringan, beliau tidak boleh tersulut emosi atau pun jangan membuatnya banyak pikiran, karena akan mempengaruhi kesehatannya. Dan bisa saja berakibat fatal, jadi sebaiknya tolong jaga emosi dan tensi darahnya." Imbuh sang Dokter. Dave bernafas lega, setelah mengetahui kondisi s
Sepulangnya Freya dari kantor, ia baru saja membuka pintu rumahnya dengan perasaan yang kesal serta tubuh yang lelah dan lesu. Melihat Damian yang sedang bermain bersama Ansel. Membuat Freya terkejut. "Dady, main bola." Ansel meracau dengan nada gemasnya, lalu kedua tangan mungilnya berusaha meraih wajah sang ayah. "Ayo main bola dengan Dady, lihatlah Dady membawa oleh-oleh untukmu." Damian begitu sayang pada putranya itu. Sampai ia baru sadar jika sang istri baru datang. "Freya, kamu baru pulang. Lihat aku membawakan oleh-oleh, kemarin aku keluar kota jadi tidak pulang," ucap Damian lalu menghampiri Freya. Akan tetapi Freya malah seolah tak peduli, setelah menyapa Ansel dia pergi ke kamar. Melihat sikap Freya yang terlihat tidak seperti biasanya, membuat Damian terkejut dan terheran. Apa yang membuat istrinya yang seperti itu. Meskipun ragu Damian memberanikan diri untuk bertanya. "Nona Freya tolong jawab aku, kenapa kamu menghindar? apa kamu marah karena semalam aku tidak pulan
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan