Pagi hari yang cerah, cahaya matahari menyinari gorden. Freya masih terbaring di atas ranjang. Mendengar suara jam beker berdering membuat wanita cantik itu pun terbangun kaget. Apa lagi saat melihat arah jarum jam yang menunjukkan tepat jam tujuh pagi. "Astaga! aku kesiangan." Freya terhenyak kaget lalu segera beranjak. Damian yang sudah berpenampilan rapih pun tak sengaja berpapasan dengan sang istri. Beruntung Freya yang hampir tersandung kakinya pun, di tangkap erat oleh lengan kuat suaminya. "Ka-kamu sudah bangun?" tanya Freya menatap Damian dengan netra yang sayu. Damian memancarkan seulas senyuman di wajah tampannya, sebelum menjawab pertanyaan yang di lontarkan padanya. "Iya nona, eh maaf Freya. Hari ini aku ada beberapa urusan penting. Jadi mungkin pulangnya agak larut malam. Kalau ada apa-apa telpon saja aku." Jawab Damian sembari menatap sang istri. "Pagi-pagi begini? kenapa kamu tidak bangunin aku, padahal aku harus berangkat kerja. Sekarang malah kesiangan," Freya me
Sesampainya di perusahaan Dave di sambut hangat oleh Melisa, wanita itu tampak begitu antusias ketika menyambut kedatangan bos yang sudah lama ia idamkan. "Selamat pagi tuan," Sapa Melisa seraya memancarkan senyuman manis. Berharap atasannya terpikat akan penampilannya hari ini yang sudah tampil cantik. Namun nihil, Dave tidak menggubris. Malah seolah tidak memperdulikan kehadiran karyawannya itu di depan matanya. "Ck, sial. kenapa tuan Dave sama sekali tidak memandangku? padahal aku sudah berpenampilan cantik seperti ini." Racau Melisa dalam hati yang terlihat sangat sedih karena sama sekali tidak di lirik oleh pria yang selalu ia dambakan. Sesampainya di ruangan kebesarannya, Dave duduk bersandar. Lalu segera mengecek undangan festival terpilih di Paris yang sudah lama ia usahakan untuk Freya. "Akhirnya Freya terpilih, aku yakin dia pasti sangat senang, setelah mendapat kabar gembira ini," Dave tersenyum lalu menatap foto hasil USG Freya kemarin. Dave rasanya tidak percaya jika
Tepat jam 8 malam, setelah Mandy menyiapkan jas formal untuknya. Kini Dave sudah bersiap untuk menghadiri pesta amal yang selalu di gelar secara bergilir dengan para koleganya. Bahkan beberapa karyawan penting di perusahaannya pun selalu ikut menghadiri. "Tuan, mobil sudah siap. Apakah anda akan berangkat sekarang?" tanya Leo sembari membungkukan badan dengan penuh rasa hormat. Dave yang sudah siap hanya berdehem, memberikan kode jika dirinya memang sudah siap. "Berangkat sekarang!" perintahnya dengan nada bariton. Leo segera bergegas, lalu membukakan pintu untuk tuannya. Tak lupa juga Dave menoleh ke arah belakang karena tak melihat asisten kepercayaannya. "Leo kemana Mandy?" "Mandy bilang tadi sama saya, untuk menyampaikan maaf pada anda karena beliau tidak bisa ikut, tiba-tibanya kumat dan harus di bawa ke rumah sakit tuan," jawab Leo menjelaskan. "Hm, begitu. Ya sudah sekarang cepat kita berangkat.""Baik tuan." Leo mulai menyalakan mesin mobil, Lalu segera melajukan mobil k
Margaretha menghampiri putrinya yang masih berdiri di depan pantulan cermin, dengan mengenakan balutan long dress berwarna merah tanpa lengan. "Melisa penampilanmu malam ini sangat cantik nak, semoga saja rencanamu untuk menjerat tuan Dave berhasil. Karena ibu ingin kau mendapatkan serang pria kaya raya dan mapan jangan seperti si Freya, jalang kecil itu sudah membuat malu keluarga nikah juga dengan pria kere yang hanya menjadi tukang kain sungguh memalukan," Margaretha berdecak kesal sembari mengelengkan kepala. Melisa tersenyum, lalu menghampiri sang ibu dan berusaha menepis semua rasa takut yang ada di dalam pemikiran ibunya yang matre itu. "Astaga ibu, aku dan Freya jelas berbeda. Selera dengan jalang itu berbeda jauh. Ibarat bumi dan langit, aku akan berusaha menjalankan sebuah rencana untuk mendapatkan bos. Lagi pula ibu tidak usah khawatir aku juga ogah di samakan nasibnya dengan anak pria tua itu," Bisik Melisa. Senyuman licik terpancar di wajah wanita paruh baya itu, saat
Dave terdiam dengan kening yang berkerut saat Melisa menawarkan diri, untuk menjadi wanita pendamping wanita. Mengingat para koleganya yang suka di dampingi membuat Dave tidak punya pilihan lain lagi, selain menerima tawaran Melisa. "Baiklah, terserah kamu saja jika tidak keberatan," jawab Dave, lalu melanjutkan langkahnya. Kedua bola mata Melisa terbelalak, jantungnya berdegup sangat kencang saat mendengar jawab sang bos yang sulit untuk di percaya. "Benarkah bos setuju? astaga ini awal yang bagus untuk aku merencanakan semua yang telah aku siapkan," batin Melisa yang begitu antusias. Setelah merapihkan diri, Melisa segera mengejar Dave yang sudah sampai di depan pintu gedung. "Tuan tunggu saya," Melisa segera mendekat, bahkan dengan lancangnya ia pun mulai meraih lengan Dave dengan begitu agresif. Tentu saja Dave tersentak, dengan sikap Melisa yang begitu berani menyentuh lengannya tanpa seijinnya. "Melisa! kamu berani..." Belum selesai Dave mencoba untuk menegur Melisa, namun M
"Tuan, ini wine yang anda inginkan," Melisa menghampiri seraya menyodorkan segelas wine yang sudah ia campurkan dengan obat perangsang. Dave yang sedang berbincang dengan koleganya, seketika terhenti. Lalu menoleh ke arah Melisa yang berada tepat di belakangnya. "Terima kasih," Dave meraih segelas wine di tangan stafnya. Lalu lelaki tampan itu mencoba untuk bersulang dengan beberapa rekannya. Berharap jika kerja sama mereka akan berhasil sesuai rencana. Senyum licik terpancar di wajah Melisa, ketika melihat sang bos tengah meneguk habis Wine yang sudah ia berikan serbuk putih tadi. Dave yang tidak menyadari hanya fokus dengan beberapa topik obrolan dengan para pengusaha patnernya. Ciiis!"Semoga proyek dress baru ini bisa membuat kerja sama kita lebih maju," ujar tuan Edward. "Tentu tuan, aku juga berharap seperti itu," timpal Dave, lalu mengadukan segelas wine itu. Hingga membuat kedua pria itu menghabiskan cairan merah yang sering membuat mabuk. Setelah menghabiskan satu gelas
Ketika Melisa mencoba untuk mengejar Dave, tiba-tiba saja Dave kehilangan keseimbangan tubuhnya hingga membuat tubuh tegap lelaki berparas tampan itu pun ambruk dan terjatuh ke bawah. "Ck, sial kenapa kepalaku semakin pusing dan tubuh ini semakin panas," Racau Dave, yang berusaha untuk tetap memperjelas pandangan kedua matanya yang sudah mulai memburam. Baru saja Melisa ingin menghampiri, Leo yang lebih dulu datang. Dengan cepatnya ia menghampiri sang majikan yang sudah ambruk tak berada akibat obat perangsang yang di campur oleh Melisa di dalam anggur tadi. "Tuan, anda kenapa?" tanya Leo, yang ikut cemas dan panik. Dave begitu senang, saat supir pribadinya itu datang di waktu yang tepat. "Bawa aku pulang cepat!" perintah Dave dengan nada sedikit meninggi, Leo mengangguk patuh lalu segera membantu membantu sang bos untuk memapahnya. "Mari tuan, biar saya bantu," Ujar Leo menawarkan diri, Dave hanya berdehem, lalu ia berjalan sekuat tenaga dengan langkah yang tertatih. Melisa ya
Tubuh Damian bergetar sangat hebat, saat tangan Freya menyentuhnya. Nafasnya begitu panas dan kian memburu. Karena tidak ingin tersentuh lebih lama lagi lelaki itu segera menjauh dan berjalan ke arah pintu kamar mandi. "Mas Damian! tunggu, kenapa kamu tidak menjelaskan padaku. Apa maksud semua perkataanmu tadi?" Freya mencecar beberapa pertanyaan, lalu ia juga ikut masuk ke dalam kamar mandi. klek Damian menyalakan air shower, lalu ia berdiri di sana untuk meredakan rasa panas yang membakar seluruh tubuhnya itu. Melihat istrinya yang tiba-tiba saja masuk, membuat pria itu terkejut. "Nona Freya! Kenapa anda masuk ke sini? pergilah. Tolong jangan sentuh aku, jika nona tidak ingin mengalami hal yang tidak di inginkan olehku," Damian berusaha menjelaskan, bahkan ia terpaksa dengan secara halus mengusir istrinya agar tidak mendekatinya. Mendengar perkataan Damian, entah kenapa hati Freya merasa sakit dan seperti di tusuk ribuan belati. Suami yang selama ini selalu memperhatikan dan ber
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan