Keesokan harinya, Damian yang baru terbangun sembari menggendong Ansel, ia mencoba untuk masuk ke dalam kamar sang istri. Namun ruangan itu tampak sudah kosong. "Dady, main.." Celoteh Ansel, seraya meraih wajah Damian. "Iya sebentar ya jagoan kecil. Dady ingin menemui mamy dulu." Bujuk Damian. Lalu berjalan menuruni tangga, berharap Freya masih ada di meja makan. Namun nihil tidak ada. BI Marni yang baru selesai mengerjakan beberapa pekerjaan rumah, kini wanita paruh baya itu pun segera menghampiri majikan prianya. "Tuan, sudah bangun. Apa tuan memerlukan sesuatu?" tanya Bi Marni sembari membungkukan badan. Dengan to the point, Damian langsung bertanya tentang keberadaan istrinya yang pagi-pagi sekali sudah tidak ada di rumah. Bi Marni pun menjelaskan jika Freya sudah pamit berangkat kerja. Hal itu membuat Damian sangat kaget, karena tidak seperti biasanya Freya sampai marah besar. Sampai saat pergi tidak pamit padanya. Karena sudah tak tahan dengan kesalahan pahaman yang terjadi.
Tepat jam delapan malam, semua para tamu telah berlalu lalang memasuki sebuah gedung hotel bintang lima yang berada di dekat pinggir pantai. Tuan Steven sengaja mengatur pesta pertunangan Dave dan Luna dengan sangat besar dan mewah. Bahkan beberapa kerabat, klien berserta kolega-kolega bisnisnya ia undang semua. Freya dan Mandy yang baru saja tiba di sana terlihat mengagumi dekorasi pesta pertunangan itu, yang terbilang pesta termewah di seluruh kota yang memakan dana yang sangat fantastis itu. "Waw, mewah sekali pesta. Aku jadi iri sama nona Luna yang sombong dan angkuh itu, bisa-bisa dia menjadi calon istri tuan Dave, sungguh sangat di sayangkan," Keluh Mandy, seraya menatap keramaian di pesta itu. Freya yang tidak terlihat tidak bersemangat itu pun seolah menjadi tuli, dan tidak terlalu mendengarkan perkataan Mandy. Yang ada di dalam pikirannya saat ini bagaimana bisa Damian tadi tidak ada di rumah, seolah tidak ada itikad baik untuk menjelaskan tentang suara wanita yang ada di
Freya berlari keluar meninggalkan gedung pesta pertunangan itu seraya menyeka air mata, yang tak henti-hentinya mengalir deras membasahi wajah cantiknya. Tubuhnya terasa melayang. Berharap apa yang dia lihat malam ini adalah mimpi, namun rasa sakit dalam hatinya semakin terasa sesak. Pria yang selama ini sudah ia percaya dan perlahan sudah ia cintai kini malah memahat luka dalam baginya. Dave yang berada di tengah kerumunan paparazi, membuat lelaki itu tak peduli dan menerobos mereka, lalu menyusul sang istri yang pergi. "Freya! tunggu..."Mandy yang baru saja melihat insiden itu terkejut, begitu juga dengan Melisa serta orang-orang di sana ikut terheran dengan apa yang sebenarnya telah terjadi. "Freya tadi memangil tuan dengan nama suaminya, maksudnya apa? apa jangan-jangan selama ini pria yang menjadi suaminya adalah tuan Dave, sulit untuk di percaya," Mandy menutup mulut dengan kedua tangan. Begitu juga dengan Melisa yang ada di pesta itu, ia menggelengkan kepala. Setelah menyak
Freya berlari secepat mungkin, lalu menghentikan sebuah taxi. Dengan cepatnya ia masuk dan segera meninggalkan gedung hotel yang telah menjadi saksi di mana dirinya mengetahui kenyataan yang begitu pahit untuk dirinya. Dave yang baru saja sampai, ia begitu kesal karena terlambat. "Freya! tunggu, dengarkan penjelaskan aku," teriak Dave, yang seolah saat ini dirinya terlihat sangat bingung, entah harus bagaimana setelah semua kebohongan tentang indentitas tentang dirinya terbongkar, setelah beberapa tahun ini ia tutupi dengan rapih. Semua wartawan yang masih terus memburu, CEO Alexander Grup itu. Terus mencecarnya dengan beberapa pertanyaan karena mereka begitu penasaran. "Tuan Dave, apakah benar anda menjalin cinta gelap dengan desainer anda sendiri? lalu bagaimana dengan pertunangan anda?""Jika nona Luna telah resmi menjadi tunangan anda, lalu bagaimana dengan dengan nona Freya? sebenarnya apa hubungan kalian berdua."Darah Dave semakin mendidih, saat mendengar pertanyaan-pertanya
Freya memejamkan kedua pelupuk matanya dan berdiri di ujung jembatan, baginya hidup ini sangat menyakitkan dan tak adil untuknya. "Tuhan, apa salahku? kenapa semua orang terus menyakiti diriku? Aku sangat benci dengan takdir ini," teriak Freya meluapkan kekecewaannya dengan air mata yang terus mengalir deras. Hatinya luluk lantah, semangat hidupnya seolah menghilang. Mengingat semua orang di sekitarnya yang hanya memanfaatkan dirinya saja, membuat hati Freya sakit, sakit sekali. Dave yang baru saja datang, kini ia sangat terkejut, saat melihat sang istri berada tepat di tembok pembatas danau itu. Seolah kejadian hari itu terulang kembali. "Freya! Hentikan, jangan berbuat bodoh. Aku mohon, turun dan maafkan aku." Dave berusaha membujuk sembari berlari mendekat. Freya yang sudah sangat kecewa dan membencinya, meminta agar Dave tidak mendekat ke arahnya. "Berhenti kau di sana, jangan dekati aku, dasar pria bajingan. Kau sangat menjijikan dan kotor," umpat Freya dengan tubuh gemetar.
Keesokan harinya, Freya terlihat terbaring lemah di sebuah brankar dengan beberapa alat medis yang menghiasi tubuhnya. Tuan Hermawan yang sudah mendapatkan kabar jika putri kesayangan itu telah masuk ke rumah sakit. "Freya, maafin papa ya nak. Karena papa tidak bisa melindungi mu dengan baik." Lirih tuan Hermawan seraya memegangi tangan putrinya, sebagai seorang ayah dia merasa sudah gagal. Dave yang baru sadar pun, kini ia yang sama tengah di rawat di ruangan sebelah, perlahan Dave berjalan ke arah ruang rawat istrinya yang tak jauh dari sana. Klek. Pintu pun terbuka, tuan Hermawan yang tengah menatap sang putri kini ia sangat terkejut saat melihat Dave. Yang tiba-tiba saja datang tanpa ia harapkan. "Freya!" panggil Dave, lalu menghampiri sang istri. Darah tuan Hermawan yang sudah mendidih pun, kini ia beranjak dari tempat duduk dan menatap tajam dengan penuh kebencian. "Kau! Untuk apa lagi kau mendekati putriku? dasar pria brengsek! kau hanya mempermainkan putriku hanya untuk
"Aku bukan istrimu lagi, mulai saat ini kita pisah. Kamu sudah memiliki wanita lainkan? Jadi tidak perlu lagi kamu mengatakan jika aku istrimu," Freya murka. Bahkan sampai terlihat pucat. Tuan Hermawan mengingatkan untuk yang terakhir kalinya, agar Dave pergi dari ruang rawat putrinya. "Tuan, anda adalah orang yang terhormat. Jadi tidak seharusnya aku memanggil security untuk menyeretmu dengan paksa."Dave terdiam, saat ayah mertuanya terus saja mengingatkan. Tapi yang lebih menyakitkan lagi. Saat melihat Freya yang seolah seperti orang asing padanya. "Baiklah, aku akan keluar. Ayah aku titip Freya padamu. Setelah emosinya mereda aku akan kembali lagi ke sini," pinta Dave dengan penuh harap."Tidak usah, kamu hanya membuat putriku menderita saja." Ketika di ruangan Freya terdengar berisik, seorang suster menghampiri dan berusaha untuk mengingatkan kedua pria itu."Tuan-tuan, ini adalah rumah sakit. Jadi saya mohon lebih baik kalian berdua tunggu di luar saja. Karena pasien sangat
Khatrine terlihat begitu agresif, ia memghampiri Ervan yang sedang memeriksa benerapa file di kursi kebesarannya. "Tuan, kau akhir-akhir ini sibuk sekali." Khatrine sengaja memulai topik pembicaraan di antara mereka berdua. Ervan yang sedang sibuk membaca beberapa berkas penting perusahaannya, kini ia menjeda aktifitasmya dan menatap khatrine dengan sorot mata elangnya. "Tentu saja aku sangat sibuk, karena banyak proyek yang harus aku segera laksanakan, terlebih lagi saat kamu gagal menjadi ku juara utama di paris, membuat produksi rancangan fashionku anjlok saja, sudahlah kau lebih baik tidak usah menganguku," Ervan sangat kesal, dan sengaja mengusir Khatrine. Tentu saja Khatrine tidak menyerah begitu saja, untuk membuat Ervan peduli lagi padanya. "Tuan Ervan, aku punya ide bagus untuk perusahaanmu." Seketika Ervan terdiam, lalu menatap khatrine dengan kening yang terkerut. "Maksudmu ide apa khatrine, katakan yang jelas. Aku tidak mengerti." Ervan meminta Khatrine untuk mempe
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan