Freya memejamkan kedua pelupuk matanya dan berdiri di ujung jembatan, baginya hidup ini sangat menyakitkan dan tak adil untuknya. "Tuhan, apa salahku? kenapa semua orang terus menyakiti diriku? Aku sangat benci dengan takdir ini," teriak Freya meluapkan kekecewaannya dengan air mata yang terus mengalir deras. Hatinya luluk lantah, semangat hidupnya seolah menghilang. Mengingat semua orang di sekitarnya yang hanya memanfaatkan dirinya saja, membuat hati Freya sakit, sakit sekali. Dave yang baru saja datang, kini ia sangat terkejut, saat melihat sang istri berada tepat di tembok pembatas danau itu. Seolah kejadian hari itu terulang kembali. "Freya! Hentikan, jangan berbuat bodoh. Aku mohon, turun dan maafkan aku." Dave berusaha membujuk sembari berlari mendekat. Freya yang sudah sangat kecewa dan membencinya, meminta agar Dave tidak mendekat ke arahnya. "Berhenti kau di sana, jangan dekati aku, dasar pria bajingan. Kau sangat menjijikan dan kotor," umpat Freya dengan tubuh gemetar.
Keesokan harinya, Freya terlihat terbaring lemah di sebuah brankar dengan beberapa alat medis yang menghiasi tubuhnya. Tuan Hermawan yang sudah mendapatkan kabar jika putri kesayangan itu telah masuk ke rumah sakit. "Freya, maafin papa ya nak. Karena papa tidak bisa melindungi mu dengan baik." Lirih tuan Hermawan seraya memegangi tangan putrinya, sebagai seorang ayah dia merasa sudah gagal. Dave yang baru sadar pun, kini ia yang sama tengah di rawat di ruangan sebelah, perlahan Dave berjalan ke arah ruang rawat istrinya yang tak jauh dari sana. Klek. Pintu pun terbuka, tuan Hermawan yang tengah menatap sang putri kini ia sangat terkejut saat melihat Dave. Yang tiba-tiba saja datang tanpa ia harapkan. "Freya!" panggil Dave, lalu menghampiri sang istri. Darah tuan Hermawan yang sudah mendidih pun, kini ia beranjak dari tempat duduk dan menatap tajam dengan penuh kebencian. "Kau! Untuk apa lagi kau mendekati putriku? dasar pria brengsek! kau hanya mempermainkan putriku hanya untuk
"Aku bukan istrimu lagi, mulai saat ini kita pisah. Kamu sudah memiliki wanita lainkan? Jadi tidak perlu lagi kamu mengatakan jika aku istrimu," Freya murka. Bahkan sampai terlihat pucat. Tuan Hermawan mengingatkan untuk yang terakhir kalinya, agar Dave pergi dari ruang rawat putrinya. "Tuan, anda adalah orang yang terhormat. Jadi tidak seharusnya aku memanggil security untuk menyeretmu dengan paksa."Dave terdiam, saat ayah mertuanya terus saja mengingatkan. Tapi yang lebih menyakitkan lagi. Saat melihat Freya yang seolah seperti orang asing padanya. "Baiklah, aku akan keluar. Ayah aku titip Freya padamu. Setelah emosinya mereda aku akan kembali lagi ke sini," pinta Dave dengan penuh harap."Tidak usah, kamu hanya membuat putriku menderita saja." Ketika di ruangan Freya terdengar berisik, seorang suster menghampiri dan berusaha untuk mengingatkan kedua pria itu."Tuan-tuan, ini adalah rumah sakit. Jadi saya mohon lebih baik kalian berdua tunggu di luar saja. Karena pasien sangat
Khatrine terlihat begitu agresif, ia memghampiri Ervan yang sedang memeriksa benerapa file di kursi kebesarannya. "Tuan, kau akhir-akhir ini sibuk sekali." Khatrine sengaja memulai topik pembicaraan di antara mereka berdua. Ervan yang sedang sibuk membaca beberapa berkas penting perusahaannya, kini ia menjeda aktifitasmya dan menatap khatrine dengan sorot mata elangnya. "Tentu saja aku sangat sibuk, karena banyak proyek yang harus aku segera laksanakan, terlebih lagi saat kamu gagal menjadi ku juara utama di paris, membuat produksi rancangan fashionku anjlok saja, sudahlah kau lebih baik tidak usah menganguku," Ervan sangat kesal, dan sengaja mengusir Khatrine. Tentu saja Khatrine tidak menyerah begitu saja, untuk membuat Ervan peduli lagi padanya. "Tuan Ervan, aku punya ide bagus untuk perusahaanmu." Seketika Ervan terdiam, lalu menatap khatrine dengan kening yang terkerut. "Maksudmu ide apa khatrine, katakan yang jelas. Aku tidak mengerti." Ervan meminta Khatrine untuk mempe
Beberapa hari kemudian, setelah kondisi Freya pulih ia memutuskan untuk pulang ke rumah ayahnya, bahkan Ansel dan bi Marni juga ikut dengannya. "Nyonya, apa anda yakin tidak ingin pulang ke rumah nyonya lagi?" tanya Bi Marni yang terlihat begitu sedih, karena melihat kedua majikannya yang tengah bertengkar. Mendengar perkataan bi Marni, membuat Freya sedikit malas untuk membahas tentang rumahnya yang membuat dirinya teringat akan sosok Damian, yang selama ini hanyalah sebuah kepalsuan. "Tidak bi, mulai hari ini bibi tidak usah lagi membahas tentang rumah itu lagi. Karena sudah ingin mengingat apa pun tentang rumah itu," Tegas Freya, lalu mulai memasukan beberapa barang yang ia bawa. "Lalu, bagaimana dengan tuan jika mencari nyonya nanti dan den Ansel tidak ada?" BI Marni melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya. Wajah Freya seketika berubah menjadi muram saat BI Marni, terus membahas tentang sesuatu yang berhubungan dengan Dave. Karena bagi Freya sesuatu yang telah membuatn
Setibanya di rumah sang ayah, Freya di sambut hangat oleh tuan Hermawan, tapi berbeda halnya dengan ibu dan kakak tirinya yang seolah tidak suka, jika dirinya pulang ke rumah ayahnya sendiri. "Freya! Ayah harap kamu betah tinggal di rumah ini lagi," imbuh tuan Hermawan, yang begitu merasa bersalah atas apa yang telah menimpa pernikahan putrinya. "Iya yah, sebelumnya aku ingin minta maaf karena Freya akan merepotkan ayah beberapa hari di sini," Freya menidurkan Ansel dengan pelan di atas tempat tidur. Mendengar perkataan putrinya, pria paruh baya itu sedikit terheran, lalu ia mulai bertanya secara apa maksud pekataan putrinya itu. "Sementara? Maksudmu sementara bagaimana Freya? Ayah tidak keberatan jika kamu tinggal di sini untuk selamanya juga." Ketika tuan Hermawan sedang berbicara serius dengan putri kesayangannya. Tiba-tiba saja Maragaretha istrinya datang, dengan menatap tidak suka pada Freya. Bahkan wanita itu sengaja untuk menyindir. "Ayah, Freya itu sudah besar. Dan lagi
"Aaakkkh, dasar jalang sialan! Berani sekali dia mengancam aku. Lihat saja nanti aku akan membalas kesombonganmu itu," umpat Melisa yang sangat marah besar saat mengingat Freya yang tadi mengancamnya. Hingga membuat Melisa tak berdaya dan kehabisan kata-kata. Margaretha yang tak sengaja mendengar barang-barang yang terjatuh di kamar putrinya, kini wanita paruh baya itu pun begitu penasaran hingga masuk ke dalam ruangan kamar dan..."Ya ampun Melisa, apa-apaan kamu? kenapa kamar berantakan seperti kapal pecah seperti ini?" tanya Margaretha keheranan dan tak habis pikir, entah setan apa yang merasuki putrinya hingga memecahkan semua barang-barang di kamarnya. Melisa mengerucutkan bibir, saat sang ibu melontarkan pertanyaan kepadanya. Lalu ia meluapkan kekesalan yang menyelimuti dirinya saat ini. "Melisa! katakan pada ibu apa yang membuatmu marah seperti ini?" tanya Margaretha menatap putrinya dengan mode wajah serius. "Bu, jalang itu sangat menyebalkan. Berani-berani sekali dia meng
Ketika Freya sedang berbicara serius dengan ayahnya, tiba-tiba saja seseorang menekan bel pintu rumah mereka. Sampai akhirnya Margaretha yang tengah asik menonton televisi pun terpaksa harus membuka pintu. "Ck, siapa sih malam-malam begini yang datang ganggu orang saja lagi santai," gerutu Margaretha menggeleng-gelengkan kepala. Lalu segera membuka pintu yang sudah terlihat tidak sabar itu. Ting..tong.."Hey sabar," Margaretha sedikit kesal, lalu pintu terbuka dan wanita paruh baya itu sangat terkejut saat melihat sosok pengusaha muda yang sedang ramai saat ini tengah di bicarakan di semua siaran berita. "Tu-tuan Dave Alexander," Pekik Margaretha terkejut, sungguh suatu kehormatan bagi Margaretha kedatangan tamu yang sangat terkenal kaya raya. Melisa yang begitu penasaran siapa yang datang, dengan cepatnya ia menghampiri ibunya yang malah mematung di depan pintu. "Ibu, siapa yang datang?" tanya Melisa penasaran, lalu ikut melihat. Dan tentu saja sosok pria yang berada di depan mer
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan