“Urus saja, saya harus pulang!!” ucap Shaka. Vindy sekretaris Shaka pun mengangguk, dia melipat berkas yang ada di hadapan Shaka lalu membawanya keluar ruangan. Terlihat sangat jelas jika Shaka begitu lelah dan pusing, Vindy tidak bisa memaksa Shaka sedikitpun untuk menghadiri pertemuan yang bisa saja diwakilkan oleh dirinya. Meraih tasnya Shaka memutuskan untuk pulang. Tapi sebelum itu, dia harus menjemput Sophia lebih dulu di rumah Alcand. Lagi tadi, setelah sampai di kantor Shaka memang dengan sengaja mengirim pesan pada Sophia jika dia ingin makan siang bersama di rumah. Sophia setuju, dia akan menyiapkan makan siang untuk mereka. Hanya saja untuk mengusir rasa bosan, Sophia ingin pergi ke toko bunga. Dia sudah lama sekali tidak ke toko bunga hanya sekedar melihat ayah dan ibunya. Tapi yang ada Alcand datang dan langsung membawa Sophia pergi ke rumahnya. Itu pun juga Sophia mengirim pesan pada Shaka jika dirinya di rumah Alcand dan meminta Shaka untuk menjemputnya jika dia belum
Shaka terbangun dengan keadaan sesak. Dia pun membuka matanya perlahan dan mengerutkan keningnya. Handuk dingin ini masih ada di keningnya dan Shaka mengambilnya dengan pelan. Lalu menatap Sophia yang tidur di dalam pelukannya dengan posisi duduk. Jadi semalam dia merawatku? Batin Shaka. Menghembuskan nafasnya berat, Shaka pun menggoyangkan tubuh Sophia hingga wanita itu terbangun. “Aku merasa sesak.” ucap Shaka..“Maaf, aku ketiduran ya.” jawab Sophia pelan sambil mengucek kedua matanya. Lalu beralih pada handuk dingin di tangan Shaka dan merebutnya. Tak lupa juga Sophia memeriksa kembali suhu tubuh Shaka yang tidak seperti semalam. “Kemarin malam kamu demam tinggi, aku sudah menghubungi Valery untuk menjenguk. Karena kamu terus memanggil namanya, aku tidak tahu harus berbuat apa malam itu aku cuma bisa mengompres saja.” jelas Sophia menunduk. “Hmm, tidak apa. Terimakasih sudah merawatku, istirahatlah aku sudah membaik.” Sophia menggeleng, dia sudah tidur beberapa jam dan itu sud
“Pipimu mengembang, apa kamu makan dengan baik?” kekeh Petra. Petra menghembuskan nafasnya kasar, “Apa sih!! Kalau tidak sakit aku juga tidak mungkin seperti ini.” “Aku tau, makanya aku tertawa.” Itulah yang dikatakan Petra pada Shaka beberapa hari yang lalu ketika dirinya sakit. Setelah merasa membaik, Shaka bahkan langsung pergi kerja demi mengejar beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan sebelumnya. Bertemu dengan beberapa klien dan juga orang kantor membuat pikiran Shaka luas, setidaknya dia tidak terus menghina Shaka yang katanya berat badannya naik terus menerus setelah sakit. Sampai saat ini Shaka tidak berani untuk naik ke timbagan hanya sekedar ingin tau berat badannya. Dia mendadak takut jika berat badannya benar-benar naik hanya karena ulah Sophia.“Aku mau kita putus!!” Ucapan itu membuat lamunan Shaka bubar, dia pun mengerjapkan matanya berkali-kali sambil memastikan di depannya itu Valery bukan Sophia atau Petra yang Shaka mengejeknya.“Apa?” Shaka tidak begitu men
“Aku melihatmu bertengkar dengan putraku. Ada hubungan apa kamu dengan putraku, Nona!!” Valery memutar bola matanya malas. Selama menjalin hubungan dengan Shaka tak sekalipun Shaka mengenalkan keluarganya pada Valery. Sehingga pertanyaan itu mampu membuat Valery malas menanggapinya. Ibunya begitu cetus ketika berbicara dengan Valery, tapi kata Shaka, ayahnya sangat baik dan tegas berbeda dengan ibunya yang selalu saja menentang apa yang diinginkan ayahnya.“Kamu ibunya Shaka?” tanya balik Valery.“Ya. Aku ibunya.” Sejujurnya Mia paling malas dengan semua ini. Tapi dia begitu penasaran dengan wanita yang beberapa hari lalu bertengkar dengan Shaka di sebuah cafe. Mia pikir mereka hanya rekan kerja atau mungkin salah satu karyawan yang kerja di kantor Shaka. Tapi mendengar perbincangan mereka yang ingin mengakhiri hubungan mereka membuat Mia tertarik. Wanita di depannya begitu cantik, tubuhnya yang sempurna dan memiliki kulit putih pucat nan bersih. Ditambah lagi aroma parfum ini perna
Sepulang makan malam bersama dengan keluarga Alcand, Sophia memutuskan untuk berpamitan pulang. Dia mengucapkan banyak sekali terimakasih pada keluarga Alcand yang mampu menerima Sophia dengan baik. Meskipun sesekali Sophia harus menyaksikan perkemahan kecil antara Alcand dan juga Shaka. Ya, karena tidak enak hati dan Akoh ia pun memberitahu Shaka jika Alcand mengundang makan malam bersama. Shaka tiba-tiba saja sudah menunggu Sophia dan juga Alcand di rumah Alcand. Duduk manis di depan teras sambil menunjukkan deretan giginya yang putih bersih itu. Seperti biasanya makan malam di warnai dengan perdebatan yang sama sekali Sophia tidak mengerti.“Lain kali jangan terlalu dekat dengan Alcand, aku tidak suka.” celetuk Shaka.“Tumben sekali. Biasanya kamu tidak peduli.” “Kali ini aku peduli. Aku sudah memutuskan hubungan ku dengan Valery, lebih tepatnya dia yang mengakhiri hubungan kita.” Sophia terkejut tapi sebisa mungkin dia memasang wajah santainya. “Lalu rencana kita bagaimana tenta
Akhir-akhir ini sifat Shaka banyak sekali mengalami perubahan, kadang suka membuat Sophia pusing setengah mati. Seperti saat ini, dimana Sophia yang sibuk memasak sup iga keinginan Shaka tapi pria itu selalu saja menjahili Sophia.“Bisa berhenti tidak? Aku membutuhkan talenan itu, Shaka!!” geram Sophia.“Apa? Aku tidak melakukan apapun, kenapa harus berhenti?” Sophia memutar bola matanya malas. Apa dia tidak sadar jika di tangan kirinya ada talenan yang dibutuhkan oleh Sophia. Dia ingin memotong beberapa buah untuk dijadikan salad buah, tapi yang ada Shaka malah terus menerus mengambil talenan itu dari Sophia. sekolah menjauhkan talenan itu agar Sophia kesulitan untuk mengambil talenan itu. Sungguh, tidak hanya itu, bahkan sesekali Shaka suka sekali menyentuh pinggang dan juga tangan Sophiia tanpa permisi. Sedangkan di dalam kontrak yang tertera, tak ada satupun alasan apapun untuk mereka saling menyentuh satu sama lain. “Shaka jangan bercanda, salad buah ku tidak akan jadi kalau ka
Tidak seperti pagi biasanya, yang dimana Shaka suka sekali mengejek atau menggoda Sophia. Pagi ini terasa tidak nyaman untuk Shaka maupun Sophia. Tidak ada obrolan di pagi hari yang biasa mereka lakukan, tidak ada teriakan Sophia uang berkali-kali memanggil nama Shaka untuk segera turun dan pergi ke kantor. Tidak ada umpatan atau bahkan nada bicara Sophia yang kesal dan menunggu, ketika Shaka menjahilinya terus menerus terus. Yang ada mereka hanya terdiam dan saling fokus dengan makanan mereka. Bahkan pagi ini Ayu yang memasak, yang menyiapkan sarapan pagi meskipun Sophia hanya membuat secangkir teh hangat untuk Shaka saja tidak lebih. Perasaannya benar-benar bimbang dan kesal, ini masalah mereka kenapa juga Shaka selalu mengaitkan dengan adanya Alcand. Bahkan Sophia selalu bilang, jika Alcand dan Sophia tidak memiliki hubungan yang lebih. Tapi entah kenapa Shaka selalu menganggap lebih dari itu. “Aku berangkat.” pamit Shaka. Sophia hanya diam, dia lebih fokus menatap piring sarapa
Helaan nafas keluar dari bibir Acand, dia terus mengamati Sophia yang duduk di hadapannya. Wanita itu sedang menikmati secangkir minuman hangat yang dia pesan setelah menyelesaikan tugasnya untuk mengganti bunga cafenya satu minggu sekali. Cafe ini sudah dibuka Alcand satu bulan yang lalu, tempatnya lumayan ramai, banyak sekali anak muda yang datang untuk sekedar bertemu dengan temannya atau mungkin berkencan dengan kekasihnya. Lagu yang diputar pun menambah kesan galau pada diri Alcand. “Apa yang kamu pikirkan?” pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Sopha. Meskipun dia tidak melihat tapi Sophia cukup tahu jika sejak tadi Alcand terus memperhatikan dirinya. Alcand gelagapan, dia bahkan langsung memalingkan wajahnya bingung mau menjawab apa. “Tidak ada.” jawab Alcand asal.“Oh ya? Apa kamu yakin?” kekeh Sophia.Dan Alcand hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Sophia. Setelah itu suasana pun kembali hening. Tidak ada lagi pertanyaan atau mungkin candaan yang biasa Alcand dan