Jatuhlah Talak Itu Part 2“Aku akan ajak Adam ke kamarku, kamu tunggu saja di kamar, anak anak magang akan sampai sebentar lagi,” ucap Evan di depan pintu kamar hotelnya.“Adam, jangan merepotkan uncle ya,” pinta Hesti pada putranya. Hesti mengarahkan mata pada putranya yang terlihat digandeng Evan, mereka seperti ayah dan anak, Adam begitu nyaman berada di dekat Evan.“Iya mamah,” jawab Adam.“Maaf ya, aku merepotkan,” ucap Hesti.“Tidak, jangan bilang begitu,” ucap Evan.“Ya sudah aku masuk dulu, aku sudah pesan makanan, untuk anak anak magang juga. Kamu suapin saja Bintang di kamar, aku akan menyuapi Adam di kamar,” ucap Evan.“Te-terima kasih,” ucap Hesti.“Aku sudah memesan nasi lembut untuk Bintang, tenang saja,” ucap Evan.“Ya, sudah aku masuk dulu,” lanjut Evan.“Ayo Adam kita masuk, di dalam ada bak mandi besar, mau berenang bersama uncle?” ucap Evan pada Adam.“Asik, ayo berenang,” teriak Adam.Hesti mengulaskan senyum, sudah lama dia tidak melihat Adam sebahagia itu, bahkan
Jatuhlah Talak Itu Part 3Setelah keluar dari kamar, dia terlihat berdiri diam, menatap minuman yang sedang dibawanya.“Apa mereka rela menggadaikan kesadaran dengan meminum minuman ini, tidak dapat dipercaya,” ucap Hesti.“Baiklah, aku akan mengantarkannya, bukan untuk membantu seseorang melakukan kemaksiatan, aku hanya membantu petugas hotel. Siapapun yang mengkonsumsi minuman ini, akku tidak memiliki urusan dengannya, dosanya adalah urusannya,” ucap Hesti yang kemudian menghela nafas panjang.Sebelum sampai di depan pintu kamar 103, Hesti melihat ada petugas hotel yang hendak mengantarkan makanan ke kamarnya.“Untuk kamar 104?” tanya Hesti.“Iya, nyonya,” ucap petugas hotel.“Oh iya, saya menginap di kamar 104, di dalam kamar ada adik adik saya, terima kasih,” ucap Hesti.“Baik nyonya, saya akan mengantarnya ke kamar nyonya,” ucap petugas hotel.Hesti kembali melanjutkan langkahnya, hingga akhirnya sampai di depan kamar nomor 103. Entah kenapa jantung Hesti berdegup dengan sangat k
Hanung Harus MelepaskanEvan terlihat menerima panggilan telephone dari Lisa.“Adam, Adam makan sendiri ya, uncle angkat telephone sebentar,” ucap Evan pada Adam yang terlihat begitu lahap menikmati makanannya.“Iya uncle,” ucap Adam seraya mengangguk.Evan terlihat sedikit menjauh dari meja makan, lalu menerima panggilan telephone dari Lisa.“Halo Lisa,” ucap Evan setelah menekan terima pada ponselnya.“Pak Evan, pak Evan, bu Hesti,” ucap Lisa gugup.“Lisa ada apa? coba tenang dulu, ambil nafas dulu, katakan ada apa?” tanya Evan.“Pak Evan, bu Hesti pingsan,” ucap Lisa.“Apa? bagaimana bisa” tanya Evan.“Sa-saya tidak tahu,” ucap Lisa yang terdengar gugup.“Ya sudah, saya segera ke sana,” ucap Evan.“Iya pak Evan,” ucap Lisa.Setelah menutup panggilan telephone, Evan segera mendekat ke arah Adam.“Adam, sudah selesai makannya?” tanya Evan yang melihat piring Adam sudah mulai kosong. Adam begitu lahap memakan tumis udang dan nasi putih, bahkan piringnya sudah hampir kosong.“Sudah un
Keputusan Hanung“Masuklah ke dalam, jangan menambah masalah,” ucap Hanung yang terlihat mendorong Tania masuk ke dalam kamar hotel.“Au, sakit Hanung, jangan kasar begitu,” ucap Tania ketika mendapati tubuhnya didorong oleh Hanung.Hanung seolah tidak peduli dengan keluhan Tania, dia terlihat begitu kesal. Duduk di atas tempat tidur, mencengkram kepalanya, menandakan dia benar benar sedang memiliki masalah yang luar biasa.Tania menghela nafas panjang, dia berusaha meredam emosinya, dia tahu Hanung sedang tidak baik baik saja, dia tidak boleh menambah masalah, dia harus tenang jika tidak ingin semuanya menjadi berantakan.“Apa kamu sedih karena istrimu mengatakan itu? perpisahan,” ucap Tania yang berusaha menenangkan kekalutan Hanung. Tania duduk di samping Hanung, mengelus pundaknya, berusaha memberi kekuatan.“Aku tahu, kamu pasti sedih, tapi bagaimana lagi, anggap saja ini sudah jalannya,” ucap Tania.“Apa kamu bilang? tidak semudah itu. Bagaimana dengan anak anakku, dengan orang
Mertua Juga CobaanHesti dan Hanung sudah ada di rumah, sebentar lagi ibu Suseno yang merupakan ibu mertua Hesti akan datang berkunjung, memberikan kado untuk cucunya juga melepas rindu.Hubungan Hesti dan Hanung benar benar tidak lagi bisa dipertahankan, mereka tidak bicara sedikitpun, tidak ada perbincangan walau hanya sekedar berpura pura. Mereka sudah sepakat untuk bercerai.Hesti menyiapkan sajian yang cukup istimewa untuk ibu dan ayah mertuanya , walaupun dia tahu, mungkin ini adalah sajian terakhir yang dia siapkan sebagai seorang menantu.Hanung seolah bersembunyi, di dalam kamar anak anaknya, menemani anak anaknya bermain tanpa ingin melihat ibunya.“Tok, tok, tok,” suara pintu diketuk. Hesti yang sedang menata makanan di meja terlihat menghentikan gerakan tangannya. Hesti menarik nafas panjang, melepas celemek merah yang dia pakai lalu beranjak membuka pintu.“I-ibu,” ucap Hesti yang kemudian meraih tangan ibu mertuanya itu, mencium tangan itu dengan begitu tulus.“Silahkan
Mertua Juga Cobaan Part 2Hesti meletakkan dua kado besar itu di atas meja ruang tamu, lalu dia terlihat menghela nafas panjang.“Hesti, letakkan itu di kursi, meja itu di atasnya ada kaca, nanti bisa pecah, bagaimana kamu ini,” ucap bu Suseno yang terlihat berdiri di ruang tengah, hendak menuju ke meja makan.“I-iya bu,” ucap Hesti yang kemudian segera mengangkat dua kado itu dan meletakkannya di kursi.Bu Suseno terdengar begitu tegas, kehidupan Hesti selama hampir tujuh tahun tinggal satu atap dengan mertuanya mungkin juga tidak baik baik saja. Mertua perfeksionis, setiap sisi selalu sempurna, memang rumah akan selalu rapi dan indah, namun ada hati yang tertekan di dalamnya.Bu Suseno terlihat duduk di kursi makan.“Biar Bintang saya gendong bu,” ucap Hanung yang kemudian menggendong Bintang.“Apa yang istrimu masak?” tanya bu Suseno yang kemudian membuka tudung saji. Disana ada garang asem gentong yang merupakan makanan kesukaan Hanung, putranya. Ada tempe dan tahu goreng, juga tu
Hanung Meninggalkan RumahHesti dan Hanung duduk di depan bu Suseno. Hesti terlihat menggendong Bintang yang sedang asik bermain dengan boneka popeye kesukaannya, boneka yang dia dapat sewaktu merayakan ulang tahun, pemberian salah seorang tamu.“Apa yang ingin kalian katakan? sepertinya sangat penting,” ucap bu Suseno.“Se-sebenarnya,” ucap Hanung terhenti.“Ada apa? apa kalian akan memiliki bayi lagi? Mentang mentang naik jabatan, kalian merasa siap mengurus tiga anak,” ucap bu Suseno dengan pemikirannya sendiri.“Bu-bukan itu bu,” ucap Hanung.“Lalu apa yang ingin kalian bicarakan? Seperti ada yang serius saja,” ucap bu Suseno.“Se-sebenarnya kita memutuskan untuk, untuk,” ucap Hanung kembali terhenti. Bu Suseno terlihat mengarahkan matanya dengan serius, siap mendengarkan apa yang akan Hanung katakan.“Kami memutuskan untuk bercerai,” ucap Hesti mengambil alih.“Apa!” teriak bu Suseno yang membuat Bintang melepaskan bonekanya, lalu menangis karena boneka itu terjatuh.“Cup cup say
Berjuang Sendiri Dalam KelegaanHesti berusaha tetap tegar, menghadapi segala kerumitan dalam hidupnya. Dia sudah berada dalam level menerima dengan segala kondisi. Apapun yang terjadi, apapun yang harus dihadapi dia sudah siap.Hesti fokus dengan anak anaknya, juga pekerjaan yang mulai menjadi penyalur luka. Dia berusaha menutupi lukanya, dengan bekerja dengan sebaik mungkin, karena dia tahu, dia tidak mungkin bisa melupakan atau menghapus luka itu.Hesti menyiapkan sidang perceraian bu Anna, juga perceraiannya. Dia harus profesional, sebaik mungkin, menyelesaikan kasus yang sudah diambilnya.“Bu Anna, semua berkas sudah beres, sidang perceraian bu Anna akan dilaksanakan minggu depan, ini salinan berkasnya, di dalam sudah ada catatan jadwal pelaksanaan sidangnya,” ucap Hesti seraya menyerahkan amplop besar berwarna coklat. Hesti, bu Anna dan bu Rt terlihat sedang berada di rumah bu Anna.“Apa bu Anna benar benar sudah yakin dengan keputusan yang bu Anna ambil? Hanya bercerai tanpa in