Kejutan Pagi
"Mah, carikan ponselku," teriak suamiku, mas Hanung. Dia pasti kehilangan ponselnya tadi malam setelah terlalu seru memainkan game hingga larut malam, lalu tertidur di ruang tamu."Iya pah, sebentar, aku sedang menyuapi Bintang," teriakku dengan tangan belepotan bubur bayi, membantu makan anak keduaku, Bintang Perkasa Wiguna yang berusia delapan bulan.Aku usapkan tangan penuh bubur tim daging sapi itu ke daster, supaya kembali bersih. Itulah salah satu fungsi daster yang aku pakai di pagi hari. Lagipula aku belum mandi, tidak apalah kotor, nanti aku akan mencucinya hingga bersih.Itulah salah satu aktifitas pagiku, bagi ibu rumah tangga yang mengurus satu orang suami dan dua orang anak.Namaku Hesti, berusia tiga puluh lima tahun, setiap hari yang aku kerjakan adalah rutinitas sebagai seorang ibu rumah tangga. Bangun jam empat pagi, tidur paling malam setelah memastikan semuanya sudah terlelap dengan baik, semua itu sudah biasa.Suamiku mas Hanung Wiguna adalah staff di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang kecantikan. Ya, dia adalah staff akunting bagian keuangan yang setiap hari dipusingkan dengan angka angka yang menjadi laporannya.Anak pertamaku bernama Adam Perkasa Wiguna, usianya enam tahun, sekarang duduk di bangku taman kanak kanak. Anak laki laki berkulit putih bersih, seperti kulit dasarku sebelum terbakar sinar matahari. Maklumlah, sekarang tidak lagi sempat memakai kaus tangan apalagi kaus kaki untuk melindungi tangan mulus dari terpaan sinar matahari.Sepertinya warna kulitku turun satu tingkat, apalagi sudah tidak lagi sempat mengusapkan pelembab kulit, apalagi pencerah.Aku dikelilingi tiga orang laki laki yang harus aku urus dengan baik, mulai mereka bangun tidur hingga kembali tidur. Iya, mereka semua adalah laki laki, yang membutuhkan kesabaran dan dedikasi yang luar biasa, itu menurutku, bukan bermaksud membandingkan gender, mungkin karna aku seorang wanita, jadi aku membutuhkan waktu untuk terus belajar bagaimana mengurus mereka dengan sebaik mungkin.Tidak mengeluh sedikitpun, karna bagiku menjadi istri dan seorang ibu adalah ibadah yang aku percaya nantinya akan berbalas surga oleh Allah, surga terindah, setelah pengabdian seumur hidup yang dilakukan dengan ikhlas."Bintang, sebentar ya nak, mamah cari ponsel papah dulu," ucapku pada Bintang, walaupun dia belum bisa bicara, namun aku tahu betul dia memahami apa yang aku ucapkan. Aku menerapkan pola asuh komunikatif. Sering mengajaknya berbicara, bercerita mengenai banyak hal, yang mungkin juga belum dia pahami."Mamah, susuku," ucap Adam yang merengek karna ada tumpahan susu di dekat piring makannya."Iya sebentar ya nak, pakai lap yang ada di sebelahmu," ucapku pada Adam yang duduk di meja makan, menyantap sarapannya, menu sederhana, nasi putih dengan telur dadar setengah matang yang merupakan menu kesukaannya. Juga segelas susu rasa Vanila, dia akan menghabiskan itu semua sebelum mobil jemputan sekolah datang.Aku segera mencari ponsel suamiku karna dia akan segera berangkat ke kantor. Aku cari di tempat biasa, sofa kesayangannya yang seolah menjadi tempat bertapa. Dia bisa menghabiskan waktu berjam jam hanya untuk bermain dengan ponselnya. Entah apa yang dimainkannya, mungkin game online, atau membuka buka media sosial. Aku tidak ingin tahu atau mencari tahu, karna itu sudah menjadi ranah pribadinya.Aku masukkan tanganku ke semua sisi sofa, ternyata tidak ada. Aku mencarinya, dengan teliti, di semua area ruang tamu. Nihil, ponsel itu tidak ada. Aku terdiam sejenak, memikirkan di mana kira kira ponsel itu berada."Ah, kamar tidur," ucapku. Aku segera berlari menuju ke kamar tidur, mencari ponsel berwarna hitam dengan pelindung yang juga berwarna hitam.Di atas tempat tidur, di bawah bantal, di balik selimut yang masih berantakan karna aku belum sempat merapikannya. Di atas meja, bahkan di dalam lemari, aku tidak menemukan ponsel itu. Ponsel itu seolah lenyap, tidak terlihat dimanapun."Mah, Bintang nangis, Adam juga mencarimu, ayo cepat," teriak mas Hanung dari luar kamar tidur."Iya sebentar, masih aku cari," teriakku.Mas Hanung terlihat masih sibuk berkaca, membenahkan sabuk hitam, lalu dasi berwarna biru garis garis yang dia kenakan. Di depan kaca besar yang ada di ruang tengah, ah dia bisa berdiri di sana mungkin sekitar sepuluh menit sebelum memastikan semuanya siap dan sempurna.Kami tinggal di perumahan dengan dua kamar tidur, lumayan lah, cukup besar untuk kami tinggali ber empat. Apalagi kami baru pindah sekitar setahun, meninggalkan rumah mertuaku, mandiri di rumah sendiri, mengurusnya sendiri, walau sangat repot tapi aku bersyukur, karna bisa membangun keluargaku sendiri, dengan caraku sendiri.Hidup tanpa asisten rumah tangga, mengalah untuk tidak bekerja supaya kedua anakku tidak kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Masih bisa merasakan diurus dengan sebenar benarnya, melihat wajah orang tuanya, melewati masa kecil dengan bahagia.Itu sudah kami sepakati, mencari nafkah adalah tugasnya, mengurus rumah dengan seluruh isinya adalah tugasku. Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti tidak melakukan apa apa, karna dari ujung rambut hingga kaki, dan juga semua hal yang mereka butuhkan adalah menjadi tanggung jawabku.Aku tidak ingin membuang waktu, cara cepat menemukan ponsel adalah dengan cara menghubungi nomornya. Aku segera meraih ponselku, ponsel dengan pelindung bergambar foto keluarga, ya itu sebuah wujud kebahagiaanku karna meniliki suami yang baik, juga dua anak laki laki yang menggemaskan.Aku mencari kontak suamiku, lalu melakukan panggilan. Dengan serius aku mencari suara yang timbul dari ponsel suamiku, suara dering.Ya, aku sudah mendengar bunyi ponsel itu. Dengan sigap segera berlari untuk menemukannya.Aku membuka pintu kamar mandi, rupanya ponsel itu ada di dalam kamar mandi, dia letakkan di atas rak tempat sabun."Kebiasaan, kenapa tidak sekalian mengajaknya mandi (ponsel)," gerutuku.Aku hendak mematikan ponselku, namun tiba tiba mataku dikagetkan dengan sebuah nama yang muncul di layar ponsel suamiku yang sekarang sudah ada digenggamanku."Si buruk rupa.""Deg," bunyi jantungku yang seakan mendapat hantaman benda keras.Tiba tiba kepalaku merasakan sedikit pusing, ada kunang kunang yang menyergap, namun aku berusaha tetap sadar. Aku menggoyang goyangkan kepala, apa benar aku akan pingsan? ah untuk apa, ada dua anak yang menungguku, mereka harus aku urus.Apa maksudnya? dia menamai kontakku dengan si buruk rupa? benarkah itu, sungguh tidak bisa aku percaya.Aku menamainya dengan sebutan suamiku, aku sangat menghargai dia sebagai suami, juga ayah dari anak anak yang aku lahirkan.Apa aku berlebihan jika memiliki perasaan yang tiba tiba menyesakkan ini? hanya sebuah nama, ya, nama yang mengejutkan.Wajah MasamAku menyerahkan ponsel yang sudah ketemu itu, mengulurkan tangan dengan wajah masam. Tidak mengucapkan apapun, hanya diam seribu bahasa."Terimakasih mah," ucap mas Hanung. Aku hanya mengangguk, anggukan kecil, lalu segera bergegas menuju ke arah putra keduaku.Mas Hanung membawa tasnya, tas persegi berwarna coklat tua, terbuat dari kulit asli, cukup mewah. Dia terlihat menyapa Bintang dan Adam, mengecup dahi keduanya.Aku melirik ke arahnya, lalu mencium tangannya, mungkin dia sudah tidak lagi peka, ataupun ingat, bahwa ada seonggok daging hidup yang ingin juga mendapat sapaan yang sama, berupa kecupan. Ah, sudahlah, sepertinya keromantisan bukan hal yang penting lagi. "Aku berangkat dulu mah, nanti sore ada rapat, mungkin aku pulang malam," ucapnya. Mas Hanung bersiap keluar, aku hendak mengikutinya, namun dia memberi isyarat larangan."Kau lanjutkan saja, aku bisa sendiri," ucap mas Hanung seraya tersenyum."Assalamualaikum," salam mas Adam."Waalaikumsallam," jawab sa
Berhenti MenangisAku menggendong Bintang, berusaha untuk menidurkannya karna pekerjaan rumah sudah menunggu. Menjadi pendongeng ulung, juga penyanyi berbakat. Aku menceritakan banyak hal, sambil mengelusnya yang mulai terlelap di pelukanku. Menyanyikan lagu dari yang sederhana hingga yang penuh makna karna aku pengarangnya sendiri, ya begitulah.Aku kembali berdiri di depan kaca, sembari menggoyang goyangkan badan, berharap Bintang segera terlelap. Aku melihat ke arah diriku, bukanlah aku seburuk itu? rupanya aku belum bisa melupakan peristiwa tadi pagi. Tiba tiba air mataku menetes, dari ujung mata terdalam. Air mata yang penuh dengan arti, penuh dengan perasaan yang mendalam.Aku mengusap air mata itu, mendongak ke atas, berharap gravitasi akan mengembalikan air mata itu ke tempat semula.“Tidak, aku tidak seburuk itu, dulu bahkan menikahiku karna tergila gila,” gumamku dalam hati.Aku mengingat masa itu, aku dan mas Hanung sekolah di SMA yang sama, lalu bersekolah di universitas y
Istri Istri TangguhAku kembali ke rumah, bergegas menidurkan Bintang, dengan segenap kesabaran dan kasih, setelah setengah jam mengoyong ngoyongnya, menyanyikan banyak lagu, akhirnya putra kedua ini tidur.Aku masuk ke dalam kamar tidur milik kedua putraku, dengan sangat pelan dan hati hati, berusaha tidak menimbulkan suara apapun, sedikitpun, aku meletakkannya ke dalam box bayi. "Hust, hust, hust," suara itu terus saja aku ulang ulang. Entahlah dari mana asalnya, seolah seperti mantra, benar atau tidak mengenai efeknya, membuat anak kembali tidur ketika terbangun, aku tetap melakukannya. Anggaplah kebiasaan turun temurun, aku juga melakukan itu. Ya, Bintang sudah tidur. Aku segera menyingsingkan lengan daster, bersiap untuk menghadapi pertempuran yang sebenarnya. "Aku siap," ucapku dalam hati dengan ekspresi yang benar benar menjiwai.Aku berjalan mengendap endap keluar dari kamar Bintang, mengumpulkan semua pakaian kotor dari kamar utama, yang berserakan di mana mana, juga yang
Bu RT Luar BiasaBu RT mulai duduk di sampingku dan bu Anna juga sudah duduk di sofa yang ada di sebelah kanan bu RT.“Bu Hesti, saya akan mengajari mengenai dasar dasar make up, oh iya, bay the way, apa yang membuat bu Hesti tiba tiba ingin merubah penampilan?” tanya bu RT seraya menatapku tajam. Tidak mungkin aku mengatakan bahwa aku ingin merubah penampilan setelah melihat nama kontak di ponsel suamiku, itu terdengar seperti lelucon.“Hmmm, ya sepertinya saya kok sudah mulai tidak menarik lagi,” ucapku lirih.“Tidak menarik? Ah yang benar saja, coba sini saya lihat,” ucap bu RT yang kemudian memegang wajahku. “Rahang tegas, hidung cukup mancung, alis tebal kurang rapi, bulu mata pendek, kusam, ada guratan keriput walau tidak terlalu jelas dan bekas jerawat,” gumam bu RT seraya mengamati wajahku dengan seksama. Bintang yang ada di pangkuanku terlihat mulai berceloteh, serta mengamati ke arah bu Rt, mungkin dia juga ingin ikut berinteraksi.“Ya, sebenarnya bu Hesti ini cantik, memi
BAJU HARAM“Ayo Bintang ikut bude,” ucap bu Anna seraya meraih Bintang yang ada di pangkuanku.“Bintang ikut bude Anna ya,” ucapku pada Bintang. Bersyukur sepertinya Bintang mau dan tidak ada penolakan.“Anak pinter, sayangnya bude Anna,” ucap bu Anna yang cukup luwes menggendong bayi, jelas karena dia sudah berpengalaman dengan tiga orang anak.“Wah Bintang mau sama saya bu Hesti,” lanjut bu Anna seraya melihat ke arahku.“Mungkin karna bayi bisa menilai yang benar benar baik sama dia dan yang pura pura, jadi kalau ketemu sama yang baiknya kayak bu Anna, ya anteng,” ucap bu RT seolah seperti melontarkan pujian.“Ah bu RT ini,” ucap bu Anna seraya tersenyum.“Ayo kita bersiap, saya akan merubah bu Hesti menjadi more beautiful,” ucap bu RT yang kemudian mengeluarkan beberapa perlengkapan make up dari kotak besar yang sepertinya terbuat dari material besi. Box make up yang cukup besar untuk ukuran ibu rumah tangga, karena biasanya kotak penyimpanan make up seperti itu dipakai perias waj
Kejamnya RealitaAku sudah membersihkan rumah, mengepel, merapikan semua sisi dan menyelesaikan masakan. Kedua anakku juga sudah mandi, sudah wangi, perut mereka juga sudah terisi. Aku bersiap untuk berubah menjadi guru les, ya, Adam selalu belajar minimal setengah jam setiap hari, mengulang apa yang sudah gurunya ajarkan di sekolah. Ah, pelajaran anak TK, masih bisa aku atasilah, mengenal angka, huruf, membaca, berhitung sederhana, bercerita. Mungkin yang sedikit membuatku repot adalah harus membantu Adam belajar juga menenangkan si kecil yang terus saja mengganggu abangnya.Bintang yang duduk di samping Adam terlihat begitu usil, merebut pensil juga menarik buku yang sedang dibaca Adam. Tidak butuh waktu lama, perang pun terjadi, mereka saling berebut, menarik dan akhirnya akan ada yang menangis. Padahal aku sudah menyiapkan perlengkapan tempur yang sama, buku yang sama, walaupun Bintang belum mengerti, aku tetap memberikannya, dibawah pengawasanku. Ah, mungkin bagi anak anak, milik
Nama Itu Sudah BerubahAku menyiapkan makan malam untuk mas Hanung, sepiring nasi, teh hangat, semangkuk garang asem gentong kesukaannya. Aku tahu, walaupun dia kenyang, dia tidak akan bisa menolak jika aku menyuguhkan makanan kesukaannya.Mas Hanung menghampiriku dengan rambut basah acak acakan dan handuk di tangan, mengusap rambutnya yang masih basah karena baru keluar dari kamar mandi.“Wah, aku bisa gemuk mah, ini pasti enak sekali,” ucap mas Hanung dengan mata berbinar.“Tidak apa apa, aku tetap cinta,” ucapku.“Wah tapi tetap saja mah, kan aku kerja di perusahaan kosmetik, tidak mungkin tidak memperhatikan penampilan,” ucap mas Hanung.“Kan papa akunting, bukan karyawan dibagian yang harus tampil dengan visual sempurna, memangnya papah brand ambasador?” ucapku.“Ya, bukan begitu mah, penampilan juga penting,” ucap mas Hanung.“Jadi ini dimakan atau tidak?” ucapku sedikit kesal seraya berdiri, seolah bersiap untuk mengambil piring dan mangkuk yang aku sajikan.“Eh ya iya dong, man
Ritual MalamAku masuk ke dalam kamar, mas Hanung terlihat sudah siap di tempat tidur, dengan senyum genitnya. Entah sudah berapa hari aku tidak melihat senyum itu, ya, karna ini biasanya terjadi sebulan sekali, atau paling sering sebulan dua kali. Maklum lah, keluarga dengan anak dua. Aku tidak menyangka akan melewati malam indah ini, wah istimewa, berkat make up natural yang merubah si buruk rupa menjadi istimewa, oh bukan, yang alami tanpa riasan menjadi luar biasa. Aku tidak menyetujui pendapat itu, aku bukan buruk rupa. Tidak ada wanita yang buruk rupa, semua wanita cantik. Titik, tidak boleh ada koma. Aku mendekat ke arah suamiku, dia terlihat menerimaku dengan begitu banyak cinta. Tangannya terbuka, siap menerimaku. Aku menjatuhkan diri ke pelukan suamiku. Sungguh sangat hangat dan membuat hatiku bahagia.Hatiku bergetar, ritual malam yang begitu penuh gelora akan segera dimulai. Suami ke terlihat mulai memandangku, lalu tersenyum. Apa mungkin dia terpesona? oh, mungkin karna
Akhir Kisah Istri pak Jeff terlihat menghela nafas panjang. “Pak Hanung, asal kamu tahu, Tania adalah perusak rumah tangga saya sejak lama, sangat lama. Saya hanya diam, demi menjaga hubungan saya dengan suami. Namun saya tahu betul apa yang sudah mereka lakukan. Mereka mengkhianati saya dan Tania mendapat semua hal dari suami saya, salah satunya apartemen yang sekarang pak Hanung tempati,” ucap istri pak Jeff. “Apa?” ucap Hanung kaget. “Bahkan demi menutupi kebusukan mereka, Tania rela menikah dengan pria baik baik, memanfaatkannya untuk menutupi skandal mereka,” ucap istri pak Jeff. “Tuhan Maha Baik, akhirnya suami saya sadar, walaupun membutuhkan waktu lama. Saya rasa Tania sudah punya sasaran lain, pak Hanung dan pak Hanung bahkan rela meninggalkan anak dan istri demi wanita itu,” ucap istri pak Jeff. “Seharusnya pak Hanung tidak melakukan itu, kenapa menukar ham berharga dengan sesuatu yang sudah using, bahkan mungkin tidak ada harganya lagi karena sudah pernah dimiliki bany
Membuka TabirHesti mengompres wajah Evan yang memar, akibat hantaman bogem mentah Hanung, mantan suaminyanya.“Au,” teriak kecil Evan.“Sakit?” tanya Hesti.“Ya, tentu saja, tapi rasanya tidak lagi sakit karena kamu mengurusku,” ucap Evan.“Kamu ini,” ucap Hesti seraya menyentuh luka Evan.“Au sakit, serius,” ucap Evan.“Oh maaf maaf,” ucap Hesti.“Aku tidak menyangka mas Hanung jadi senekat itu mas, padahal dia dulu tidak pernah memukul orang, aku tidak mengerti,” ucap Hesti.“Mungkin dia depresi dengan semua masalahnya, juga fakta bahwa dia tidak bisa mengambil anaknya,” ucap Evan.“Ya, mungkin saja mas. Aku juga tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Anak bukan barang, dia boleh menemui putranya tapi tidak untuk mengambilnya bersamanya,” ucap Hesti.“Ya, akupun tidak akan membiarkan hal itu terjadi,” ucap Evan.“Sebenarnya ada ucapannya yang aku amini,” lanjut Evan.“Apa itu?” tanya Hesti.“Memiliki anak denganmu,” ucap Evan.Hesti terdiam, dia melihat kearah Evan dengan pandangan
Muslihat TaniaTania terlihat menemui mantan direktur Jeff, di sebuah kafe. Mereka sudah merencanakan pertemuan ini.“Untuk apa kamu ingin menemuiku?” Tanya direktur Jeff yang menemui Tania di sebuah kafe.“Saya minta pak Jeff mencabut laporan apapun,” ucap Tania. Mendengar hal itu, pak Jeff terlihat menyeringai.“Apa yang kamu katakan? Apa saya tidak salah?” Tanya pak Jeff.“Ya, saya tahu, pak Jeff sudah melewati banyak hal, tapi sebaiknya pak Jeff menghentikan semuanya sebelum kegaduhan yang lain terjadi,” ucap Tania sedikit dengan nada ancaman.“Kamu tahu, karena ulahmu saya harus melewati banyak hal, memalukan. Polisi sedang memburu orang yang menyebarkan video itu, bersiaplah,” ucap pak Jeff.“Apa? Bersiap?” ucap Tania yang kemudian tertawa.Tania terlihat mengambil sebuah penyimpan data dari tasnya, lalu meletakkannya di atas meja.“Bapak tahu ini apa? Jujur saja, selain bersama saya, saya tahu bapak bersama dengan orang lain. Ini video bapak bersama beberapa orang, ada di banya
Luluh Dengan Rayuan“Aku mencintaimu mas, amat sangat mencintaimu. AKu bahkan rela menahan semua perasaan demi menunggumu lepas dari semua masalah yang sedang kamu hadapi. Aku harap kamu tidak melupakan itu mas. Semua yang kamu katakana adalah masa lalu, aku minta maaf,” ucap Tania dengan wajah memelas.“Tapi, tapi kamu benar benar keterlaluan,” ucap Hanung.“Maafkan aku mas, mungkin dulu aku pernah berada di jalan yang salah, aku sungguh sungguh minta maaf,” ucap Tania.“ Aku sungguh sungguh mas, aku sangat mencintaimu. Saat ini kamu adalah segalanya, segalanya,” ucap Tania yang terlihat mulai berlutut di depan Hanung.Hanung kaget, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia melihat keseriusan di wajah Tania, hatinya luluh, karena sejujurnya dia pun begitu mencintai Tania.“Apa kamu sungguh sungguh?” tanya Hanung.“Tentu saja, aku sangat sungguh sungguh, aku mencintaimu mas, bahkan aku menerimamu dengan segala hal yang ada pada dirimu. Bahkan walaupun kamu adalah mantan narapida
Dua Laki-LakiEvan duduk di sebuah sofa, sofa empuk di ruangan presdir Ivanka.“Kenapa tidak menghubungiku dulu? Aku bisa menyiapkan makan siang,” ucap Ivanka seraya menyuguhkan sebotol air mineral dingin.“Itu tidak akan menjadi kejutan, aku hanya ingin mengunjungimu,” ucap Evan.“Benarkah?” tanya Ivanka.“Tidak ada alasan lain?” lanjut Ivanka yang kemudian duduk di sebelah Evan.“Hmmm, sebenarnya aku ingin bertemu dengan Hanung. Aku dengar dia sudah mulai bekerja hari ini,” ucap Hanung.“Ya, begitulah,” ucap Ivanka.“Kamu benar benar berjiwa besar, kamu masih bisa menerimanya,” ucap Evan.“Citra perusahaan ini akan jatuh jika aku memecatnya. Ya, memang aka nada yang menghujat, tidak setuju dengan keputusanku, namun akan lebih banyak yang memahami. Ini semua juga demi nama baik Hesti,” ucap Ivanka.“Baiklah, aku mengerti, aku akan menemuinya, ada hal yang harus aku bicarakan,” ucap Evan.“Aku akan memintanya ke sini, anggaplah kantormu sendiri,” ucap Ivanka.“Baiklah,” ucap Evan sera
Berita BurukHesti berdiri dari posisi duduknya, menatap Hanung dengan pandangan tajam, menusuk, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Apa maksudmu mas? Iya, aku memang sekali lagi berusaha untuk melupakan semuanya, memaafkanmu sebagai ayah dari anak anakku, tapi apa maksudmu dengan mengambil satu anak?” ucap Hesti.“Ya, kamu bisa merawat anakmu, bukan dengan cara mengambilnya dariku. Aku ibunya, mereka masih kecil, masih butuh kasih sayang ibunya, perawatan ibunya,” ucap Hesti.“Ya, aku tahu, tapi setelah peristiwa kemarin, aku jadi sadar, aku harus menjadi ayah yang baik,” ucap Hanung yang juga berdiri.“Bukan begitu caranya mas, kira rawat anak anak bersama, kamu tetap akan menjadi ayahnya, namun aku akan merawat mereka, aku tidak akan membiarkanmu mengambil mereka mas,” ucap Hesti dengan mata yang mulai berair.“Aku tetap akan mengambil mereka, entah Adam atau Bintang. Tania sudah setuju, dia akan berusaha menjadi ibu sambung yang baik,” ucap Hanung.“Mas, dengarka
Cinta Tetaplah CintaBram terlihat kembali masuk ke dalam kantor Ivanka, dengan membawa kotak makanan berisi nasi putih yang dibelinya dari kantin.“Ini dia, ayo kita makan,” ucap Bram antusias.“Kamu lama tinggal di luar negeri tapi tetap saja tidak bisa makan tanpa nasi,” ucap Bram seraya tersenyum.“Ya, itu benar sekali,” ucap Ivanka.“Apalagi makanan seperti ini, tidak lengkap tanpa nasi,” lanjut Ivanka.Mereka berdua terlihat menikmati makanannya, dari wajah mereka tergambar jelas ekspresi bahagia, mereka benar benar menyukai masakan Hesti.“Enak sekali, dia memang tidak pernah gagal,” gumam Ivanka.“Oh iya Bram, kamu tahu, aku tidak bisa memasak,” ucap Ivanka.“Tidak apa apa, masih banyak restoran yang buka,” ucap Bram santai seraya tetap menikmati makanannya.“Aku juga tidak pandai membersihkan rumah, melakukan pekerjaan rumah dan sejenisnya,” ucap Ivanka.“Tidak masalah, sekarang jasa pembersih rumah sudah sangat banyak tersedia,” ucap Bram masih dengan santainya.“Akku juga,
Mereka Masih Tetap BersamaHanung menemui bu Ivanka di kantornya.“Bu Ivanka, saya mohon beri saya kesempatan. Saya akan bekerja dengan sebaik baiknya, saya tidak akan membuat perusahaan malu, saya berjanji,” ucap Hanung dengan sangat serius.Ivanka hanya menatap Hanung seraya mengulaskan senyum.“Benarkah?” Tanya Ivanka.“Ya, berikan saya kesempatan, saya akan bekerja sebaik mungkin,” ucap Hanung dengan nada memohon.“Saya tahu, pak Hanung mungkin tidak bersalah, tapi, apa pak Hanung yakin akan bekerja dengan baik? Apalagi pak Hanung sepertinya tidak bisa membedakan antara pekerjaan dan urusan pribadi,” ucap Ivanka.“Tidak, bu Ivanka salah dalam menilai saya, saya sangat professional,” ucap Hanung.“Benarkah? Pak Hanung tidak apa apa bekerja di perusahaan milik adik ipar mantan istri pak Hanung?” Tanya Ivanka seraya memusatkan sorot mata pada lawan bicaranya.“Mak-maksud bu Ivanka?” Tanya Hanung.“Pak Hanung tidak lupa bukan bahwa saya adalah adik dari laki laki yang akan menikah den
Keluarga Yang Luar BiasaEvan, Hesti dan kedua anaknya turun dari mobil, tepat di depan rumah mewah milik keluarga Hartawan.“Ini rumah uncle Evan?” Tanya Adam pada Evan yang berdiri di sampingnya.“Iya, Adam, kita akan bertemu dengan orang tua uncle, nanti panggil grandma dan grandpa ya,” ucap Evan.“Benarkah? Jadi Adam punya kakek nenek baru?” Tanya Adam antusias.“Iya, Adam akan punya kakek dan nenek baru,” ucap Evan seraya tersenyum.Hesti yang sedang menggendong Bintang terlihat hanya mengulaskan senyum, lebih ke pada senyum kelegaan, penuh rasa syukur karena dia memiliki laki laki hebat seperti Evan yang seolah dengan mudah mengambil hati anak anaknya.“Ayo kita masuk,” ajak Evan.Mereka berempat masuk ke dalam rumah mewah itu. Ada sedikit rasa cemas di hati Hesti, walaupun ini bukan kali pertama anak anaknya bertemu dengan orang tua Evan, namun mereka belum menyapa secara pribadi, belum ada obrolan pribadi yang mendekatkan antara kedua calon keluarga, kakek nenek dan cucu angka